YakusaBlog- Sejak lahir kita telah ditanamkan keyakinan kepada Allah,
dan kita percaya, artinya kita telah mengenal siapa Allah; kenal dan yakin,
itulah Islam. Penyerahan dengan sepenuh hati. Artinya, segala perintah dan
hukumNya kita taati; suruhanNya dikerjakan dan laranganNya di tinggalkan,
dengan segenap kerelaan. Inilah Islam.
Baca Juga: Hal-Hal Yang Diperlukan Untuk Memahami NDP
Iman dan Islam, percaya dan menyerah adalah dua kalimat
yang tidak dapat tercerai selama-lamanya. Iman tidaklah cukup dengan percaya,
persefsi kebanyakan orang mengenai Iman hanya sekedar percaya menurut saya itu
hal yang fatal. Tidaklah sempurna percaya tanpa penyerahan bukti kita percaya
kepadaNya, Allah. Tentu kita ikuti perintah adalah karena kita percaya. Kesimpulan
dari keduanya ini kepercayaan dan penundukkan, itulah ia agama, Islam. Mengakui
diri beriman padahal tidak mengikuti perintah, belumlah bernama mukmin. (QS.
An- Nuur : 47)
Iman haruslah sami'na
wa atho'na kesepaduan yang tidak terpisahkan di antara kepercayaan dan
penyerahan, antara aqidah dan ibadah, antara pengakuan hati dan perbuatan,
itulah agama yang benar, Islam.
Kemudian, dibuatlah kaidah bahwasanya agama Islam ialah
agama yang diwahyukan Allah kepada nabi Muhammad saw. dengan perantara Jibril,
termaktup di dalam Alquran dan ditafsirkan oleh hadist/sunnah. (QS. Al-Anbiya :
107)
Baca Juga: Iman atau Ilmu, Manakah Lebih Dahulu?
Sekedar mengakui saja percaya kepada Allah, padahal tidak
mengikuti perintahNya atau tidak menjalankan isi Alquran, atau tidak menuruti
sunnah nabi, kalau pikiran mendalam, demikian bukanlah Iman lagi dan harusnya
bukan Islam lagi. Ini pertanda bahwa pengakuan belum betul, kepercayaan belum
duduk, artinya Iman belum ada, kalau iman belum ada niscaya Islam pun belum
ada. (QS. Al-Hujarat : 14)
Kalau kita percaya kepada Allah, tentu kita cinta
kepadaNya, tentulah kita sudi berkorban menuruti apa yang dikehendakiNya. Cinta
yang tidak sudi berkorban, menurut yang terpakai di alam ini adalah cinta
palsu. Apalagi terhadap Allah, niscaya itu adalah Iman yang palsu pula, Islam
Palsu.
Kenangan kisah Iblis dalam berbagai riwayat mengatakan
bahwasanya Iblis pada mulanya adalah penghulu segala malikat dengan nama “Azazil”
karena ketaatannya. Dikisahkan dalam riwayat Dalam Kitab hadist Sholawatul
kabul akhbar karangan Syaikh Taftazani bin Basyumi bahwa tidak ada lagi
sejengkal bumi dan setempa langit yang disana Iblis belum pernah beribadah. Namun
pada suatu masa ia diperintahkan menundukkan wajah, menghormati nabi Adam,
sujud kepada nabi Adam, ia enggan dan membesarkan diri, maka kafirlah Iblis.
Sederhana saja pembangkangan iblis itu, tetapi sangat
berat hukuman yang diterima dari Allah hingga anak cucu kita kelak sampai akhir
jaman mengetahui kisah iblis kelak ia dikeluarkan dari disiplin Ilahi. Habis perkara,
pengakuannya selama ini tentang keesaan Allah tidaklah berfaedah lagi. Karena,
pengakuannya tidak diikuti dengan ketaatan ketika perintah itu datang.
Kalau kita pikirkan dan renungkan, agama ini dengan
mendalam, tentu kita tidak akan dapat berpikir lain dari pada kesudahan yang
seperti ini. Mengaku diri Islam, perintah tidak dikerjakan bahkan berbangga
pula karena meninggalkan perintah. Mungkinkah dikatakan Islam? padahal Islam
artinya taat dan menyerah.
Hubungan diantara Iman dengan Islam adalah perangai. Dalam
hal budi, suatu budi pekerti yang baik hendaklah dilatihkan terus supaya
menjadi perangai dan kebiasaan yang lebih baik. Kalau seorang telah mengakui
pula percaya kepada Allah dan Rasul-rasulnya dengan tindakan budi pekerti dan
perangai yang mendorong hal tersebut, niscaya dengan sendiri kepercayaan itu
mendorongnya supaya mencari perbuatan-perbuatan yang diterima oleh Allah SAW.
niscaya bersiap-siaplah, sebab kita telah percaya bahwa kelak kita akan
berjumpa dengan Allah. In Shaa Allah.
Penulis: Muhammad Muqaffa (Instruktur HMI Medan)
No comments:
Post a Comment