Ketika Melani Merindukan Kader-Kader HMI Cabang Medan - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Monday 17 June 2019

Ketika Melani Merindukan Kader-Kader HMI Cabang Medan

YakusaBlog- Sudah dua minggu kurang lebih Melani bebas dari kurangan bersama  Iblis, Syetan, Hantu dan Jin-jin jahat lainnya. Sebenarnya ia tidak layak di satu tempat kurungan dengan makhluk-makhluk itu. Selama bulan suci Ramadhan, ia tidak dapat menyaksikan bagaimana Kader-kader HMI Cabang Medan berdialektika dan berdinamika dalam Konferensi Cabang alias Konfercab.
Padahal, ia ingin sekali menonton dan mendengarkan retorika para Kader yang penuh dengan referensi dari berbagai macam buku dan dalil-dalil Al-Qur’an yang sudah tidak lagi asing di telinganya karena sudah sering ia dengar di forum-forum LK I. Ia juga rindu suara-suara interupsi yang bergendangkan meja dan ketukan palu yang terkadang pilu, juga terkadang terdengar syahdu.

(Ready stock. Harga: Rp. 45.000. Order langsung kepenulisnya di akun IG @ibnu.arsib)

Tapi, apalah dikata. Selama bulan Ramadhan itu ia harus taat pada Tuhannya untuk dikurang supaya Kader-kader HMI Cabang Medan, yang mengikuti Konfercab, tidak terganggu puasanya. Jika pun mereka yang berbuat menyimpang atas sumpahnya sebagai Kader dan hamba, tidak menepati janji-janji setelah ketukan palu, dan ada juga yang tidak sesuai Konstitusi HMI serta Azas HMI, itu bukan karena kesalahan Melani lagi. Tapi, itu adalah karena unsur hawa nafsu yang mendorongnya. Nafsu untuk menang dan tidak siap kalah, sehingga segala cara akan dilakukan untuk memenuhi hasrat nafsu kemenangan, hawa nafsu untuk berkuasa di HMI Cabang Medan.
“Di sini kok udah sepi kali ya?” Tanya Melani pada diri sendiri ketika ia sampai di Alimbas.
Ya, nama tempat itu Alimbas. Akronim dari Adinegoro lima belas. Maksudnya adalah Jln. Adinegoro Nomor 15, di sana berdiri kokoh gedung yang baru selesai direnovasi sekitar dua tahun lalu, mereka menyebutnya sebagai Sekretariat HMI Cabang Medan, Sekretariat Kohati HMI Cabang Medan, serta Sekretariat Badko HMI Sumut, dan ada juga gedung yang belum sempat untuk direnovasi terkendala mengenai dana, dan itu para Kader-kader HMI Cabang Medan mengatakannya Student Center, pusat pelatihan Kader-kader HMI Cabang Medan yang tidak pernah sepi sebelum Ramadhan.
Baca juga Cerpen: Merawat Kultur HMI
Betapa terkejutnya Melani ketika tiba di Alimbas. Ia tidak menemukan satu pun orang di sana. Semak belukar tumbuh subur dipekarangan gedung itu. Pagarnya pun telah berganti. Tidak dapat lagi digeser ke kanan saat ia masuk. Untung saja ia masih punya kekuatan untuk terbang walaupun terkurung selama bulan Ramadhan.
Seluruh isi ruangan gedung itu ia perhatikan dengan seksama dan dalam tempo yang selama-lamanya sampai ia bosan. Kepalanya bergeleng-geleng. Ruangan begitu kotor dan bau. TIKUS-TIKUS berlarian ke sana ke mari. Kucing-kucing manis sudah tidak ada lagi karena tidak mendapatkan subsidi makanan bekas. Terpaksa penduduk kucing itu bermigrasi mecari kehidupan di tempat lain. Sedangkan TIKUS-TIKUS terus dan senang merajalela di Alimbas.
Lantai penuh dengan bekas sepatu, sandal dan beberapa centi meter timbunan debu. Kamar mandi pun sudah seperti tempat ia dikurung. Beberapa benda-benda yang berharga selama ia lihat sebelum Ramadhan sudah tidak nampak lagi. Dari satu ruangan ke ruangan ia perhatikan dengan cukup lama dan saksama.
Dari pagi sampai pagi Melani terus menunggu kehadiran para Kader-kader yang sering ia lihat di Alimbas. Betapa kecewanya dia karena tidak muncul satu pun. Ia rindu lagi dengan ketukan palu. Ia ingin mendengar kiranya ada ketukan palu di meja lebar yang ada di student center itu. Ia rindu mendengar kalimat, “Dengan mengucapkan bismillahirrohmanirrohim, skor waktu sebelumnya saya cabut.”
Baca juga Cerpen: Baju Kaos HMI Gambar 'Ulama'
Melani terus menatap dari gedung pintu pagar yang tak bisa digesar lagi. Ia melihat pohon yang tinggal batang kering dan ranting-ranting tanpa daun. Dari rumput ia melihat ular kecil muncul untuk memburu TIKUS. Sia-sia saja usaha ular itu. TIKUS itu sungguh cerdik nan pandai. Kucing saja yang bisa berlari dapat dikelabui TIKUS-TIKUS itu, konon lagi ular.
Melani coba mencari palu sidang yang sering digunakan oleh Kader-kader yang diamanahkan untuk mengemban tugas dan amanah sebagai Pengurus Cabang Medan. Ia berharap kiranya palu itu tertinggal di dalam lemari meja Pimpinan Sidang. Tapi, usahanya sia-sia belaka. Palu Sidang itu tidak pernah tinggal. Palunya terus dibawa kemana-mana. Untung saja meja itu berat, kalau tidak pasti d masukkan juga ke dalam tas atau dipikul ke mana-mana.
“Mungkin Palu Sidang itu bisa dijual pada TIKUS-TIKUS sehingga dibawa ke mana-mana.” Pikir Melani.
Ia keluar dari student center yang dijadikan sebagai ruangan forum Konfercab. Ia melangkah, “Aoo…” Katanya spontan sambil mengangkat kakinya sebelah kiri. Ia coba melihat telapak kakinya. Keluar sedikit darah akibat ia tak sengaja menginjak serpihan kaca yang berserakan. Untuk selalu terbang tidak menyentuh bumi rasanya tidak memungkinkan. Tenaganya habis saat ingin lepas dari kurungan untuk mengahadiri Sidang Konfercab.
Baca juga Cerpen: Marx Masuk HMI
Melani pernah mengirimkan surat permohonan pada yang mengurungnya untuk dapat melihat Konfercab. Setidaknya satu malam atau barang sebentar saja. Melani sangat rindu dengan Kader-Kader HMI Cabang Medan yang sedang Konfercab.
“Cik…cik…cik…” TIKUS-TIKUS itu tertawa melihat kaki Melani terkena serpihan kaca.
Melani pun beranjak duduk ke Musholla. Ia mencabut pelan-pelan serpihan kaca yang menusuk telapak kakinya. Ia berdiri dan kemudian masuk ke ruang para guru-guru HMI, lebih dikenal Ruang Instruktur atau Ruang BPL.
Betapa terkejutnya dia, “Ternyata ini juga dikuasai oleh TIKUS-TIKUS.” Ia masuk untuk untuk mencari obat yang setidaknya bisa membersihkan luka di telapak kakinya. Sayang sekali, tidak ada satupun yang ditemukannya. Terpaksa ia mengambil kertas yang berserakan di ruangan itu untuk membersihkan darah di telapak kakinya. TIKUS-TIKUS itu tidak mau beranjak pergi jauh. Malah mereka tertawa cekikan melihat wajah sedih Melani.
Melani keluar dari ruangan itu. Ia berjalan menuju pintu pagar gedung itu. Kali ini tidak melewati halaman yang ada serpihan kacanya. Ia berjalan pelan dari lantai Pendopo HMI Cabang Medan yang penuh dengan bekas-bekas sepatu dan sandal.
Baca juga Cerpen: Bidadari Nyasar Di HMI
Saat berjalan di lantai Pendopo itu, ia teringat sebelum Ramadhan banyak kader-kader duduk berkumpul di sana. Ada yang yang membicarakan berbagai hal, berceloteh ilmu pengetahuan dan ada yang bercanda-tawa. “Betapa indahnya kebersamaan Kader-kader waktu itu. Betapa indahnya ukiran persaudaraan mereka waktu itu.” Katanya sambil tersenyum sendiri. “Orang yang sering NGOPI di sini pun sudah entah ke mana. Aku juga rindu padanya seperti aku rindu kader-kader yang lain.” Katanya tanpa senyuman lagi.
Ia terus berjalan menuju pintu pagar yang tidak bisa digesar lagi. Ia pegang besi-besi yang sudah berdiri kokoh itu. Ia menatap ke jalan penuh berharap dengan kedatangan Kader-Kader HMI Cabang Medan. “Adik-adik HMI Cabang Medan, datanglah! Aku sangat menunggu kalian. Aku rindu retorika, dialektika dan celotehan ilmu pengetahuan kalian. Wawasan keilmuanku bertambah karena berkat jasa kalian yang secara diam-diam kudengarkan dan kusalin dalam buku catatanku.” Sekarang ia tertunduk sedih.
Baca juga Cerpen: Semangka HMI
Ia melangkah dari kiri ke kanan, begitu terus ia ulangi entah berapa kali. Saat orang-orang yang melintas di depan pagar itu tidak ada satu pun yang bisa melihat dan mendengar suaranya. “Aku rindu dengan kalimat, dengan mengucapkan bismillahirrohmanirrohim skor forum sebelumnya saya cabut. Datanglah Adik-adikku! Aku rindu kalian.”
Itu adalah kata-kata terakhirnya dalam penungguan atas kerinduan. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, dan dengan air mata berwarna merah yang mengalir membasahi wajahnya,  ia pun terbang menuju tempat biasa ia tinggal, di sekitaran Gedung Alimbas itu juga.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa).



Ket.gbr: Ilustration
Sbr.gbr: http://anu-anuancoeg.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment