YakusaBlog- Sudah
dua tahun Ilham berproses di Komisariatnya. Di tahun ketiga ini, selama menjadi
mahasiswa dan sebagai seorang Kader HMI, ia aktif sebagai Pengurus HMI tingkat
Cabang. Seluruh training formal,
kecuali Latihan Kader III (LK III) atau Advanced
Training telah ia lalui. Ilham juga sudah mengikuti Senior Course (SC). Selain aktif sebagai Pengurus Cabang, Ilham
juga aktif sebagai Instruktur HMI.
Sebagai
seorang Pengurus HMI tingkat Cabang, yang memfokuskan pada Perkaderan HMI,
tidak afdhol rasanya jika tidak
menjadi seorang Instruktur. “Bagaimana
mungkin bisa mengelola HMI tingkat Cabang jika tidak terjun langsung ke medan
training.” Demikian falsafah yang ia pegang. Walau tidak mendapatkan jabatan
strategis di Cabangnya, ia tetap aktif dalam kegiatan-kegiatan dan mengelola training-training.
Selain
aktif mengelola training secara
formal, ia juga aktif mengadakan diskusi-diskusi non-formal. Ia membentuk
komunitas di lingkungan Cabangnya yang bergerak untuk meningkatkan kualitas
Kader-kader.
“Jadi
kita diskusi malam ini, Bang?” Tiba-tiba saja seorang Kader HMI, bernama Ridho,
masuk Sekretariat HMI Cabang mereka.
“Ah,
kau Dho.” Jawab Ilham terkejut. “Insya
Allah jadi, Dho. Kau dari mana?” Ilham bertanya balik.
“Dari
Sekretariat Komisariat tadi, Bang.” Jawab Ridho sambil melangkah masuk dan
duduk di kursi tepat di hadapan Ilham. “Kawan-kawan belum ada yang datang,
Bang?” Ridho bertanya mengapa keadaan masih sepi.
“Belum.
Kita tunggu aja.” Jawab Ilham dengan optimis. “Berapa pun yang datang kita
tetap mainkan diskusinya. Jangan karena kuantitas yang sedikit, kita malah
terhambat untuk meningkatkan kualitas diri.” Lanjutnya sambil menikmati hisapan
rokoknya.
“Aku
pake rokok ya, Abang?” Ridho meminta rokoknya Ilham yang ada di meja.
“Oh
iya. Pake aja. Rokok kita bersama itu.”
“Kalau
udah teletak di meja, itu udah punya bersama, Dho.” Kata Putra yang sedari tadi
sedang asyik dengan Komputer. Putra adalah salah satu Pengurus HMI tingkat
Cabang bersama Ilham.
“Hp
Bang Ilham ini juga milik bersama, Bang?” Tanya Ridho bercanda.
“Hahahaa…
itu namanya kau udah kelantaman.” Putra tertawa. (Kelantaman maksudnya
kelancangan atau keterlaluan).
“Nanti
diskusinya di mana, Bang?”
“Kita
buat di Pendopo. Sesuai flyer yang
aku bagikan.” Jawab Ilham.
“Flyer-nya sampai kan dibagikan samamu
lewat WA?” Tanya Putra pada Rdho. (WA maksudnya WhatsApp).
“Sampai
lah, Bang. Kalau gak sampai, mana tau aku ada diskusi mala mini.” Jawab Ridho
dengan semangat 45 ditambah semangat 47. (Maksud semangat 45 adalah semangat kemerdekaan
dan semangat 47 adalah semangat berdirinya HMI).
“Sama
kawan-kawan yang di Komisariat udah dibagikan?” Tanya Putra lagi.
“Sudah,
Bang.” Jawab Ridho. “Kata mereka tadi, udah mau gerak ke mari, Bang.” Lanjutnya
memberikan keterangan.
“Mantap.”
Kata Putra sambil menghadiahkan dua jari jempolnya pada Ridho.
Ilham
dengan santai duduk sambil menikmati secangkir kopi dan hisapan rokok yang
sudah biasa menjadi temannya saat membaca, menulis, dan berdiskusi. Rasanya
kurang lengkap apabila tidak ada kopi dan rokok. Ridho pun tidak kalah seru
dengan hisapannya yang khas.
Baca juga: Baju Kaos Gambar 'Ulama'
“Ini
kopi, Dho. Minum aja kalau mau.” Kata Ilham menyodorkan secangkir kopi
tersebut. “Satu cangkir ini kita minum sama-sama. Udah mulai dingin sih…”
Lanjutnya.
“Oke,
Bang.”
“Nah,
kalau kopi itu boleh, Dho.” Putra menyahut tanpa menatap Ilham dan Ridho.
“Hahaha…”
Ridho tertawa. Entah apa yang lucu. Hanya Ridho dan Tuhannya lah yang
mengetahui.
“Kok,
ketawa kau?” Tanya Putra penasaran.
“Nggak
pa-pa, Bang.” Ridho tersenyum lebar tidak memberikan alasan mengapa ia sempat
tertawa.
“Di
Komisariatmu sering ada diskusi, Dho?” Tanya Ilham.
“Tidak
terlalu sering sih, Bang.”
“Tapi
masih tetap ada, kan?”
“Ada,
Bang. Ya…, paling diskusi kalau itu ada di dalam Proyek Kerja Komisariat.”
Jawabnya sedikit jengkel.
“Kalau
gak ada?”
“Ya…,
gak diskusi, Bang. Ngumpul di Sekretariat paling hanya ngumpul-ngumpul doang.
Lebih banyak main game online
dibanding diskusi.” Jawab Ridho kesal.
“Memang
itu lah tantangannya jaman sekarang, Dho.” Kata Putra sambil mendekat ke arah
mereka berdua duduk.
“Minat
diskusi Kader-kader HMI sekarang minim, Bang.”
“Nah,
aku sepakat dengan apa yang kau katakana itu.” Sahut Putra sambil melangkah
lebih dekat lagi ke arah Ilham dan Ridho. Putra pun mengambil sebatang rokoknya
Ilham kemudian membakarnya. Hisapannya penuh makna, kemudian ia berkata lagi,
“Tapi kita tidak boleh menyerah dengan keadaan itu. Lihat Bang Ilham, selalu
komitmen mengadakan diskusi walau jumlahnya sedikit.”
“Para
tokoh tidak lahir dari kelompok yang langsung besar, Dho.” Kata Ilham.
“Terus
dari mana, Bang?”
“Tokoh-tokoh
itu lahir berawal dari kelompok kecil, tapi konsisten dengan apa yang dibuatnya
atau yang diperjuangkannya.” Ilham memberikan motivasi. Lihat tokoh-tokoh
bangsa yang lahir dari rahimnya HMI. Awalnya HMI kecil tapi mereka lahir dari
HMI. Mereka juga lahir dari grup-grup kecil yang mereka bentuk.” Lanjutnya.
Baca juga: Merawat Kapal Tua
“Seperti,
Lafran Pane, Ahmad Wahib, Cak Nur, dan Munir?” Tanya Ridho.
“Ya.”
Jawab Ilham padat.
“Juga
tokoh-tokoh lain yang belum kau sebutkan, Dho.” Putra menambahi.
“Kau
tau di mana letak bagian dari kekuatan HMI?” Tanya Ilham pada Ridho.
“Tidak,
Bang.” Jawabnya polos.
“Ada
dikulturnya. Seperti tradisi intelektual. Kalau kita merawat kultur ini, HMI
akan tetap kuat dan jaya. Serta Kader-kadernya akan berkualitas.” Ilham
menjelaskan dengan penuh semangat.
“Seperti
diskusi, membaca dan menulis, Bang?” Tanya Ridho lagi.
“Ya.”
“Tapi
bukan diskusi yang hanya serimonial, Dho.” Kata Putra. “Apalagi kegiatan yang
serimonial untuk menarik pemodal.” Putra tertawa dengan kata-kata bijaknya
sendiri. Mungkin ia baru sadar dapat mengucapkan kata-kata bijak itu.
“Maksudnya
bagaimana itu, Bang?” Tanya Ridho pada Putra yang sudah kembali duduk dihadapan
komputer.
“Buat
kegiatan diskusi, seminar dan yang lainnya itu dengan tujuan untuk mendapatkan
uang.” Putra tertawa lagi.
“Ooo…
gitu.” Ridho ikut tertawa.
“Jadi,
seharusnya kegiatan itu dilaksanakan untuk mencari substansi dan esensialnya.
Untuk memperdalam atau menambah ilmu pengetahuan Kader-kader HMI.” Sahut Ilham.
Hp
miliknya Ilham bergetar. Ia mengangkat telfon. Putra dan Ridho ikut
mendengarkan percakapan Ilham dengan seseorang. Ridho mendengarkan percakapan
Ilham sambil menikmati sebatang rokok dan sesekali menyeruput kopi. Putra tidak
terlalu serius mendengarkan karena masih asyik dengan komputer. Mungkin sedang
mempersiapkan bahan diskusi malam itu.
“Siapa,
Bang?” Tanya Ridho setelah Ilham menutup pembicaraannya dengan seseorang lewat
Hp-nya.
“Kawan-kawan
yang mau ikut diskusi malam ini.”
“Oooo…”
“Banyak
Kader menjadikan HMI ini hanya sekedar tempat berkumpul sambil menunggu waktu
kuliah selesai. Padahal, ber-HMI bukan untuk itu. Tapi, bagaimana seorang Kader
itu dapat menambah kualitas diri, sehingga setelah selesai kuliah, ia menjadi
sarjana yang berkualitas.” Kata Ilham.
Baca juga: Marx Masuk HMI
Ridho
mengangguk-angguk tanda paham. Ia naik-turunkan kepalanya sambil menikmati
sebatang rokok yang terselip di bibirnya.
“Abang
tidak capek terus mengadakan diskusi? Abang ngisi diskusi di
Komisariat-komisariat dan mengelola training?”
Tanya Ridho dengan salut.
“Kita
nikmati saja, Dho. Jangan dibuat beban.” Jawab Ilham. “Apa pun pekerjaannya,
tidak ada yang tidak capek. Di HMI ini, apa yang kita perbuat itu lah yang kita
dapatkan. Baik yang kita lakukan, maka baik pula hasil yang kita peroleh. Dan
sebaliknya, kalau kita berbuat jahat atau menjahati HMI, keburukan pula lah
yang kita dapatkan. Dalam kehidupan sehari-hari juga demikian.” Lanjut Ilham.
“Jika
tidak ada yang merawat, menjaga dan atau mempertahankan kultur HMI, maka
organisasi kita ini bisa mati, Dho.” Sahut Putra seakan-akan satu pemikiran
dengan Ilham. Mungkin bisa jadi, karena mereka berteman sejak mereka di
Komisariat, walau mereka beda Komisariat.
“Hasil
tidak pernah menghianati proses.” Cetus Ilham.
“Berarti,
jika kita cinta HMI ini. Jika HMI tidak ingin mati, maka kita harus merawat
kulturnya, Bang?”
“Ya.”
Jawab Ilham dengan singkat lagi.
Saat
sedang asyik dengan pembicaraan mereka, beberapa Kader HMI dari tingkat
Komisariat yang ada di Cabangnya telah datang. Mereka pun memulai diskusi.
Terhitung jumlah mereka hanya dua puluhan.
Baca juga: Bidadari Nyasar Di HMI
Walau
sedikit yang hadir, dibanding ribuan Kader HMI yang tidak hadir, mereka tetap
melaksanakan diskusi. Bukan diskusi secara serimonial yang menarik pemodal
sehingga mendapatkan modal. Tapi diskusi yang substansial untuk mendapatkan
esensial.
Tradisi
intelektual itu terus mereka rawat dan laksanakan hingga saat ini. Mengenai
tempat, terkadang kondisional. Mengenai peserta diskusi, tergantung kesadaran
masing-masing dan juga waktu luang, tapi mereka tidak lelah untuk mengajak.
Kadang yang datang sedikit, kadang lumayan banyak. Tapi lebih sering sedikit,
dibanding jumlah kader yang sudah ribuan.
Jumlah
peserta yang sedikit tidak menjadi masalah. Yang terpenting bisa mengetahui apa
yang menjadi masalah dan dapat memberikan solusinya.
Manusia
hanya dapat merencanakan, selebihnya Tuhan lah yang memutuskan. Manusia juga
hanya dapat mengusahakan, selebihnya Tuhan pula lah yang menentukan. Hasil
tidak akan pernah menghianati proses. Yakin Usaha Sampai![]
Penulis:
Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa).
Ket.gbr: Ilustration
Sbr.gbr: http://clipart-library.com/
No comments:
Post a Comment