Baju Kaos Gambar 'Ulama' - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Thursday, 25 April 2019

Baju Kaos Gambar 'Ulama'


YakusaBlog- Pagi itu Ibunya Tongat hendak mencuci baju. Sebelum memasukkannya ke dalam mesin cuci, terlebih dahulu Ibunya Tongat memisahkan baju, celana jeans dan kain yang lain. Takut nantinya warna yang mudah luntur bercampur dengan baju berwarna putih.
Satu per satu Ibunya Tongat memisahkan mana baju kemeja, kaos, celana dan yang lainnya. Seketika itu, Ibunya Tongat heran melihat satu baju kaos yang hendak dicuci.
Sambil mengangkat dan memperhatikan baju kaos itu, Ibunya Tongat bertanya pada diri sendiri, “Baju siapa ini? Ini bajunya Tongat, bukan?” Ibunya Tongat dengan serius memperhatikan gambar dan logo di baju kaos bagian depannya. “Sepertinya aku tidak pernah membelikan ini untuk Tongat. Apa Tongat membelinya sendiri. Dan ini gambar siapa? Kalau logo ini aku tau. Ini kan logo HMI.” Suara itu sekarang terdengar jelas, walau tak ada orang lain yang mendengarnya.
Gambar seseorang yang disablon bagian depan baju itu sama sekali tidak dikenali oleh Ibunya Tongat. “Ini kayaknya ulama besar.” Katanya menebak.
Gambar di bagian depan baju kaos itu terlihat seorang laki-laki yang tampak tua sambil duduk santai. Laki-laki tua itu memakai baju jas rapi. Gambar laki-laki itu terlihat berjambang atau breok yang kaya raya hingga menutupi sebagian wajah hingga dagunya. Panjangnya mendekati leher. Terlihat sedang memakai serban yang dililitkan pada bagian kepala seperti ulama-ulama atau tokoh-tokoh Islam pada umumnya dari Timur Tengah.
“Benar.” Kata Ibunya Tongat meyakinkan diri. “Tapi nama ulama ini siapa? Ia bercakap-cakap sendiri bagaikan orang gila. Sekarang ia ingin tahu siapa namanya. Di baju itu tidak ada keterangan nama satu kata pun.
Sang Ibu pun semakin penasaran. Tiba-tiba saja ia meninggalkan tumpukan pakaian kotor itu kemudian masuk ke kamarnya membawa baju koas tersebut. Ia menanyakan pada suaminya -  Ayahnya Tongat.
“Pa, ini yang digambar bajunya Tongat, siapa?” Tanya Ibunya.
Ayah Tongat lekat-lekat memperhatikan gambar yang ada di baju kaos itu. “Itu kan gambar seorang ulama besar Islam?” Jawab Sang Ayah.
“Iya, Ibu tau ini gambar ulama besar Islam. Aku juga berbipikir kayak gitu tadi. Tapi siapa namanya?” Tanya Sang Ibu lagi.
Kening Ayah Tongat pun berkerut. Mencoba mengingat apakah ia pernah melihat gambar itu dan siapa namanya. Tidak lama kemudian, kerutan di keningnya pun hilang sambil berkata, “Kayaknya itu Imam Al-Ghazali.”
“Ah, masa ini gambarnya Al-Ghazali.” Kata Ibu Tongat dengan tidak yakin apa yang dikatakan suaminya. “ Masa Al-Ghazali pake jas?” Ibunya bertanya dengan ketidak-yakinannya dikatakan itu gambar Imam Al-Ghazali.
“Bisa jadi kan. Dia bosan pake jubah.” Jawab Ayah Tongat dengan penuh alasan cocokologi. (Cocokologi suatu ilmu pengetahuan yang mencocok-cocokkan. Bukan bercocok tanam.)
“Ah, jawaban Papa nebak-nebak.” Kata Ibu Tongat dengan mesra kemudian meninggalkan suaminya. Ibu Tongat merasa jawaban suaminya tidak serius.
Tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, Sang Ibu pun pergi ke kamar Tongat. “Tongat…” Kata Ibunya saat masuk.
“Iya, Bu. Ada apa?” Jawab Tongat yang sedang duduk membaca sebuah buku tebal dengan sampul berwarna kemerah-merahan.
Ibunya mendekat, “Ini gambar di bajumu, siapa? Siapa nama ulama ini?” Tanya Ibunya.
Baca juga: Merawat Kapal Tua
Tongat begitu terkejut dan terheran-heran saat Ibunya menanyakan gambar siapa yang ada di bagian depan buju kaosnya. Selain terkejut dan terheran-heran, saat itu ia juga hampir tertawa karena Ibunya mengatakan ‘ulama’. Ia tahan supaya tidak tertawa. Takut Ibunya tersinggung. Akhirnya Tongat hanya tersenyum ramah tanpa langsung menjawab pertanyaan Ibunya.
“Loh, kok mirip gambar di baju ini sama di sampul bukumu itu?” Tanya Ibunya lagi sambil menunjuk ke arah buku yang sedang dibaca Tongat.
Takut Ibunya marah dan akan membakar baju itu jikalau tahu siapa sebenarnya gambar orang yang ada di baju kaos tersebut, Tongat pun membenarkannya, “Itu ulama besar, Bu.”
“Kata Ayahmu, ini Al-Ghazali.”
“Ya. Iya, Bu. Itu Al-Ghazali.” Katanya gugup. Dan sebenarnya ia ingin tertawa.
“Tapi masa pakai jas?”
“Mungkin karena ia pergi ke suatu negara yang orang-orang di sana jarang memakai jubah.” Kata Tongat sambil menggeser buku dan menutup dengan buku lain.
Jawaban Tongat lebih rasional menurut Ibunya dibandingkan jawaban suaminya. “Tapi kenapa kepalanya ditutupi dengan serban? Karena pernah selintas Ibu melihat di sampul buku, Al-Ghazali tidak seperti ini.” Bertanya lebih detail.
“Mungkin waktu itu ia belum pakai baju jas, Bu.” Jawab Tongat. “Ibu lihat juga lah di sini, dia pakai penutup kepala. Pasti beda lah jadinya.” Lanjut Tongat meyakinkan sambil menunjukkan baju tersebut.
“Iya, memang. Kepalanya yang setengah botak jadi tak nampak.” Kata Ibunya sedikit percaya.
“Hehehee….” Tongat tertawa ramah. Mungkin karena mendengar Ibunya mengatakan setengah batak, ia teringat Profesor yang ada di kampusnya.
“Udah lah, Ibu mau nyuci baju.” Kata Ibunya pamit. “Biar Ibu cuci juga ulama besar ini.” Lanjutnya sambil perlahan meninggalkan Tongat dengan senyuman.
“Ya, Bu.” Jawabnya singkat dan padat.
Tongat kembali duduk, setelah Ibunya lenyap dari pintu, opss… tiba-tiba saja Ibunya masuk lagi. Tongat terkejut. Tangannya berhenti seketika di atas buku yang hendak ia raih untuk melanjutkan bacaan yang sempat terpotong oleh kedatangan Ibunya tadi. Dan sekarang terpotong lagi dalam perjalanan akan membuka halaman.
“Ngat.” Panggil Ibunya tiba-tiba. “Ibu baru ingat, kayaknya gambar ini pernah Ibu lihat di tivi. Dan pernah ditunjukkan oleh Ustadz tempat Ibu ikut pengajian. Katanya ini orang berbahaya.” Kata Ibunya. “Dia ini menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Agama, Pancasila dan katanya ia ini ateis.” Lanjut Ibunya.
Baca juga: Marx Masuk HMI
“Beda itu, Bu.” Tongat menjelaskan dengan santai. “Masa ulama itu ateis, tidak percaya Tuhan?” Lanjutnya. Hampir saja Ibunya mengetahui.
“Iya sih. Mana ada ulama yang ateis. Mereka kan percaya dan takut pada Tuhan.” Kata Ibunya. “Ah, tapi sekarang banyak ulama yang takut sama Pejabat. Lebih dekat atau mendekatkan dirinya pada Pejabat melebihi kepada Tuhan. Mereka mengatakan sedang berdakwah tapi sayang sekali, dakwahnya sesuai pesanan seorang Pejabat tersebut.” Lanjut Ibunya.
“Itu, Ulama-ulamaan, Bu.”
“Kau gak ikut jadi ulama? Sekarang kan banyak tuh yang ngaku-ngaku ulama. Ada yang buat kelompok ulama muda lagi.” Tanya Ibunya.
“Nggak lah, Bu.” Jawab Tongat. “Tongat jadi orang biasa-biasa aja. Yang terpenting selalu berusaha berbuat baik.” Wajahnya menatap ramah.
Tanpa kata-kata lagi, Ibunya sudah meninggalkan Tongat sendiri di kamar. Tongat kembali duduk santai. Ia raih buku yang dibacanya tadi. Buku itu sangat tebal dan berjilid-jilid.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa)

2 comments:

  1. wah bagus juga ya

    BTW jika anda berlokasi di jogja dan sedang mencari jasa konveksi silahkan kunjungi https://azizkonveksi.com/wp-admin

    ReplyDelete