YakusaBlog- Pagi
itu Ibunya Tongat hendak mencuci baju. Sebelum memasukkannya ke dalam mesin
cuci, terlebih dahulu Ibunya Tongat memisahkan baju, celana jeans dan kain yang lain. Takut nantinya
warna yang mudah luntur bercampur dengan baju berwarna putih.
Satu
per satu Ibunya Tongat memisahkan mana baju kemeja, kaos, celana dan yang
lainnya. Seketika itu, Ibunya Tongat heran melihat satu baju kaos yang hendak
dicuci.
Sambil
mengangkat dan memperhatikan baju kaos itu, Ibunya Tongat bertanya pada diri
sendiri, “Baju siapa ini? Ini bajunya
Tongat, bukan?” Ibunya Tongat dengan serius memperhatikan gambar dan logo
di baju kaos bagian depannya. “Sepertinya aku tidak pernah membelikan ini untuk
Tongat. Apa Tongat membelinya sendiri. Dan ini gambar siapa? Kalau logo ini aku
tau. Ini kan logo HMI.” Suara itu sekarang terdengar jelas, walau tak ada orang
lain yang mendengarnya.
Gambar
seseorang yang disablon bagian depan baju itu sama sekali tidak dikenali oleh
Ibunya Tongat. “Ini kayaknya ulama besar.” Katanya menebak.
Gambar
di bagian depan baju kaos itu terlihat seorang laki-laki yang tampak tua sambil
duduk santai. Laki-laki tua itu memakai baju jas rapi. Gambar laki-laki itu
terlihat berjambang atau breok yang kaya raya hingga menutupi sebagian wajah
hingga dagunya. Panjangnya mendekati leher. Terlihat sedang memakai serban yang
dililitkan pada bagian kepala seperti ulama-ulama atau tokoh-tokoh Islam pada
umumnya dari Timur Tengah.
Baca juga: Pimpinan PB HMI Dua, Presiden Ikutan Dua
“Benar.”
Kata Ibunya Tongat meyakinkan diri. “Tapi nama ulama ini siapa? Ia
bercakap-cakap sendiri bagaikan orang gila. Sekarang ia ingin tahu siapa
namanya. Di baju itu tidak ada keterangan nama satu kata pun.
Sang
Ibu pun semakin penasaran. Tiba-tiba saja ia meninggalkan tumpukan pakaian
kotor itu kemudian masuk ke kamarnya membawa baju koas tersebut. Ia menanyakan
pada suaminya - Ayahnya Tongat.
“Pa,
ini yang digambar bajunya Tongat, siapa?” Tanya Ibunya.
Ayah
Tongat lekat-lekat memperhatikan gambar yang ada di baju kaos itu. “Itu kan
gambar seorang ulama besar Islam?” Jawab Sang Ayah.
“Iya,
Ibu tau ini gambar ulama besar Islam. Aku juga berbipikir kayak gitu tadi. Tapi
siapa namanya?” Tanya Sang Ibu lagi.
Kening
Ayah Tongat pun berkerut. Mencoba mengingat apakah ia pernah melihat gambar itu
dan siapa namanya. Tidak lama kemudian, kerutan di keningnya pun hilang sambil
berkata, “Kayaknya itu Imam Al-Ghazali.”
“Ah,
masa ini gambarnya Al-Ghazali.” Kata Ibu Tongat dengan tidak yakin apa yang
dikatakan suaminya. “ Masa Al-Ghazali pake jas?” Ibunya bertanya dengan
ketidak-yakinannya dikatakan itu gambar Imam Al-Ghazali.
“Bisa
jadi kan. Dia bosan pake jubah.” Jawab Ayah Tongat dengan penuh alasan cocokologi. (Cocokologi suatu ilmu pengetahuan yang mencocok-cocokkan. Bukan bercocok
tanam.)
“Ah,
jawaban Papa nebak-nebak.” Kata Ibu Tongat dengan mesra kemudian meninggalkan
suaminya. Ibu Tongat merasa jawaban suaminya tidak serius.
Tidak
mendapatkan jawaban yang memuaskan, Sang Ibu pun pergi ke kamar Tongat.
“Tongat…” Kata Ibunya saat masuk.
“Iya,
Bu. Ada apa?” Jawab Tongat yang sedang duduk membaca sebuah buku tebal dengan
sampul berwarna kemerah-merahan.
Ibunya
mendekat, “Ini gambar di bajumu, siapa? Siapa nama ulama ini?” Tanya Ibunya.
Baca juga: Merawat Kapal Tua
Tongat
begitu terkejut dan terheran-heran saat Ibunya menanyakan gambar siapa yang ada
di bagian depan buju kaosnya. Selain terkejut dan terheran-heran, saat itu ia
juga hampir tertawa karena Ibunya mengatakan ‘ulama’. Ia tahan supaya tidak
tertawa. Takut Ibunya tersinggung. Akhirnya Tongat hanya tersenyum ramah tanpa
langsung menjawab pertanyaan Ibunya.
“Loh,
kok mirip gambar di baju ini sama di
sampul bukumu itu?” Tanya Ibunya lagi sambil menunjuk ke arah buku yang sedang
dibaca Tongat.
Takut
Ibunya marah dan akan membakar baju itu jikalau tahu siapa sebenarnya gambar
orang yang ada di baju kaos tersebut, Tongat pun membenarkannya, “Itu ulama
besar, Bu.”
“Kata
Ayahmu, ini Al-Ghazali.”
“Ya.
Iya, Bu. Itu Al-Ghazali.” Katanya gugup. Dan sebenarnya ia ingin tertawa.
“Tapi
masa pakai jas?”
“Mungkin
karena ia pergi ke suatu negara yang orang-orang di sana jarang memakai jubah.”
Kata Tongat sambil menggeser buku dan menutup dengan buku lain.
Jawaban
Tongat lebih rasional menurut Ibunya dibandingkan jawaban suaminya. “Tapi
kenapa kepalanya ditutupi dengan serban? Karena pernah selintas Ibu melihat di
sampul buku, Al-Ghazali tidak seperti ini.” Bertanya lebih detail.
“Mungkin
waktu itu ia belum pakai baju jas, Bu.” Jawab Tongat. “Ibu lihat juga lah di
sini, dia pakai penutup kepala. Pasti beda lah jadinya.” Lanjut Tongat
meyakinkan sambil menunjukkan baju tersebut.
“Iya,
memang. Kepalanya yang setengah botak jadi tak nampak.” Kata Ibunya sedikit
percaya.
“Hehehee….”
Tongat tertawa ramah. Mungkin karena mendengar Ibunya mengatakan setengah batak,
ia teringat Profesor yang ada di kampusnya.
“Udah
lah, Ibu mau nyuci baju.” Kata Ibunya pamit. “Biar Ibu cuci juga ulama besar
ini.” Lanjutnya sambil perlahan meninggalkan Tongat dengan senyuman.
“Ya,
Bu.” Jawabnya singkat dan padat.
Tongat
kembali duduk, setelah Ibunya lenyap dari pintu, opss… tiba-tiba saja Ibunya masuk lagi. Tongat terkejut. Tangannya
berhenti seketika di atas buku yang hendak ia raih untuk melanjutkan bacaan
yang sempat terpotong oleh kedatangan Ibunya tadi. Dan sekarang terpotong lagi
dalam perjalanan akan membuka halaman.
“Ngat.”
Panggil Ibunya tiba-tiba. “Ibu baru ingat, kayaknya gambar ini pernah Ibu lihat
di tivi. Dan pernah ditunjukkan oleh Ustadz tempat Ibu ikut pengajian. Katanya
ini orang berbahaya.” Kata Ibunya. “Dia ini menyebarkan ajaran yang
bertentangan dengan Agama, Pancasila dan katanya ia ini ateis.” Lanjut Ibunya.
Baca juga: Marx Masuk HMI
“Beda
itu, Bu.” Tongat menjelaskan dengan santai. “Masa ulama itu ateis, tidak
percaya Tuhan?” Lanjutnya. Hampir saja Ibunya mengetahui.
“Iya
sih. Mana ada ulama yang ateis. Mereka kan percaya dan takut pada Tuhan.” Kata
Ibunya. “Ah, tapi sekarang banyak ulama yang takut sama Pejabat. Lebih dekat
atau mendekatkan dirinya pada Pejabat melebihi kepada Tuhan. Mereka mengatakan
sedang berdakwah tapi sayang sekali, dakwahnya sesuai pesanan seorang Pejabat
tersebut.” Lanjut Ibunya.
“Itu,
Ulama-ulamaan, Bu.”
“Kau
gak ikut jadi ulama? Sekarang kan banyak tuh yang ngaku-ngaku ulama. Ada yang
buat kelompok ulama muda lagi.” Tanya Ibunya.
“Nggak
lah, Bu.” Jawab Tongat. “Tongat jadi orang biasa-biasa aja. Yang terpenting
selalu berusaha berbuat baik.” Wajahnya menatap ramah.
Tanpa
kata-kata lagi, Ibunya sudah meninggalkan Tongat sendiri di kamar. Tongat
kembali duduk santai. Ia raih buku yang dibacanya tadi. Buku itu sangat tebal
dan berjilid-jilid.[]
Penulis:
Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa)
wah bagus juga ya
ReplyDeleteBTW jika anda berlokasi di jogja dan sedang mencari jasa konveksi silahkan kunjungi https://azizkonveksi.com/wp-admin
rekomendasi tempat konveksi kemeja seragam kantor terbaik area jogja
ReplyDelete