Membangun Kembali Citra HMI - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Friday 18 February 2022

Membangun Kembali Citra HMI



YakusaBlog- Tidak dapat dipungkiri bahwa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat ini tengah gencar-gencarnya mendapatkan kritik. Kritik itu pun datang dari internal dan eksternal HMI. Sebab-musab kritikan-kritikan terhadap HMI tentu memiliki landasan argumentasinya masing-masing. Seperti melihat bagaimana HMI saat ini menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi mahasiswa tertua di Indonesia. Secara subjeknya, tentu melihat pergerakan dan tingkah laku kader-kader (Anggota dan Alumni) HMI saat ini. Dan kita (di HMI), terutama yang sedang berada di dalam struktural, tidak perlu “kepanasan” dengan kritik yang sampai ke telinga kita. Kritik adalah hal yang biasa di dapatkan oleh HMI dari sejak lama.

Di awal era reformasi, sebelum dan saat jatuhnya rezim Orde Baru (Orba) Seoharto, HMI terus mendapat kritikan. Anas Urbaningrum pada saat itu, saat dilantik menjadi Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI Periode 1997-1999 berpendapat bahwa secara politik dan sosiologis posisi HMI saat itu sedang tinggi. Hal itu lantaran ditopang pilar-pilar yang kokoh, salah satunya karena kiprah dan peran para alumni HMI. Namun ironisnya, prestasi-prestasi itu justru diikuti dengan menurunnya gradasi HMI pada berbagai dimensinya. Saat itu, HMI gencar mendapat kritikan (Agussalim Sitompul, 2005:144).

Pendapat Ketua Umum PB HMI era reformasi tidak jauh berbeda dengan kondisi HMI saat ini, sebutlah HMI di era disrupsi. Dari tingkat daerah sampai ke pusat, kita ketahui betapa banyaknya alumni HMI yang menempati jabatan strategis, baik jabatan politik maupun jabatan administratif. Di ranah akademis, sederat nama bergelar dan berjabatan tinggi di Perguruan Tinggi (PT), baik negeri maupun swasta. Di lingkup organisasi-organisasi kemasyarakatan dan atau keummatan, kita ketahui alumni HMI banyak andil di dalamnya. Di lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan regulasi, tidak sedikiti ditempati oleh alumni-alumni HMI. Jika di masa Orba dan awal reformasi banyak alumni HMI yang menjadi Menteri dan anggota legislatif, kini tentu tidak berbeda, bahkan lebih banyak. Nah, di tengah-tengah kiprah alumni yang berhasil itu, HMI tetap mendapatkan kritik. Tentu sasaran kritik itu pada kondisi HMI saat ini yang diisi oleh kita yang sedang aktif berproses. Sehingga citra HMI terkesan memudar. Ini sepertinya menjadi refleksi kita bersama-sama.

Kembali pada pendapat Anas Urbaningrum waktu itu, berbagai ragam kritik itu mengkerucut pada tiga hal. Pertama, macetnya proses reproduksi intelektual; kedua, menipisnya kritisisme; dan ketiga, munculnya krisis nilai-nilai Islam dalam dinamika organisasi. Dengan gencarnya kritik tersebut, HMI masih disibukkan oleh persoalan klasik seputar pelaksanaan perkaderan, konflik internal organisasi. Selain itu juga tuntutan lingkungan strategis menjawab tantangan zaman yang terus berkembang cepat.

Baca juga: Paradigma Perkaderan HMI

Kondisi di atas tidak berbeda dengan apa yang kita alami saat ini. Tradisi intelektual kita masih termasuk lambat karena disibukkan dengan konflik internal HMI. Jika dipersentasikan dengan begitu banyak kader HMI, kemudian diakumulasikan dengan fasilitas yang ada saat ini untuk memenuhi keintelektualan kader HMI, tentu masih jauh berbeda dengan kader-kader intelektual HMI dahulu. Kemudian soal kritisisme, kita masih jauh dari keberanian menyampaikan kebenaran, dan kadang terlalu anti pada pemerintah padahal berangkat dari ketidak-sukaan. Dalam sebuah kebijakan pemerintah kita kadang terlalu cepat pro atau kontra, padahal belum mengkajinya secara sadar. Sehingga kadang kita tidak kritis pada diri dan sesuatu paham yang mempengaruhi kita. Soal mengenai penegakan nilai-nilai Islam, kita kadang tergerus dengan perdebatan-perdebatan konvensional dan tradisional. Jelas bahwa kajian-kajian keislaman kita mengarah pada nilai-nilai yang bermanfaat secara universal. Kita kadang tergerus perdebatan praktek-praktek agama apakah yang ini dan itu sah, padahal ada nilai-nilai keislaman yang kita tinggalkan.

Soal perkembangan zaman di era disrupsi ini, yang ditandai dengan perkembangan cepat teknologi informasi, yang mempengaruhi segala aspek kehidupan saat ini, kita dituntut untuk memiliki kemampuan dan sikap yang kritis. Perkembangan zaman saat ini dapat kita jawab sebagai peluang pabila kita benar-benar memahaminya. Jika tidak, kita akan tergerus dan terpengaruh pada hal-hal yang negatifnya. Sebab dalam sebuah perubahan sosial akan selalu memakan korban, jangan sampai kita dan masyarakat kita menjadi korban era disrupsi, sebagaimana yang digambarkan oleh futuris dari Amerika Serikat Francis Fukuyama dalam bukunya Guncangan Besar (The Great Disruption). Lebih lanjut silahkan membaca buku tersebut.


Mengembalikan Citra HMI

Menurut Anas Urbaningrum, dibutuhkan terapi yang tepat untuk memulihkan kredibilitas dan atau citra HMI dalam peran-peran kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan, dan ke-HMI-an yang selaras dengan semangat zaman. Berikut ini dipaparkan visi HMI yang masih relevan untuk kita saat ini. Visi ini perlu disahuti agar organisasi kita ini senantiasa dapat menghadapi tantangan zaman yang terus bergejolak.

Pertama, politik etis HMI. Para kader HMI tidak boleh terjebak secara psikologis atas sejarah kesuksesan HMI. Kesuksesan HMI tidak boleh ditanggapi dengan kepuasan yang berlebihan. Kesuksesan yang pernah diraih oleh HMI harus terus dijadikan sebagai pemacu semangat, motivasi dan etos kritik untuk supaya terus berproses dan menjalankan dinamika organisasi sesuai dengan semangat zaman.

Sebagai organisasi mahasiswa yang tertua di Indonesia saat ini, HMI akan tetap dihitung sebagai kekuatan politik (political force). Oleh sebab itu, kita (HMI) harus memahami dinamika politik. Hal ini penting untuk menunjukkan posisi HMI sebagai subjek politik, bukan objek politik. Akan tetapi, perlu dicatat dan ditegaskan bahwa, politik HMI adalah politik etis, politik kemahasiswaan. Politik HMI adalah politik kaum intelektual yang merupakan implementasi dari sifat kritisisme, etos tranformatif. Politik HMI dibingkai oleh etika dan moralitas. Isinya bukanlah politik kekuasaan, melainkan politik kemanusiaan yang sarat dengan nilai (value).

Baca juga: HMI Ukir Rekor Dunia

Kekuatan politik etis HMI ini menjadi motor penggerak fungsi HMI sebagai gerakan moral (moral movement). Gerakan moral HMI ini akan lebih tajam bila mampu mensinergikan denngan potensi HMI sebagai kekuatan moral (moral force) dan kekuatan politik (political force). Maka dengan itu, HMI harus merawat independensi politiknya di hadapan kekuatan apapun. HMI tidak boleh menjadi partisipan atau underbow partai politik manapun dan kepentingan politik siapapun, juga tidak akan berkonfrontasi dengan siapapun juga. HMI hanya akan berkonfrontasi dengan problem yang mengganggu nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. HMI siap menghadapi kekuatan-kekuatan yang anti kemanusiaan, anti keadilan, dan anti kebenaran. Inilah politik etis HMI.

Kedua, peningkatan visi intelektual. Upaya membangkitkan kembali kekuatan intelektual (intelectual force) kader-kader HMI menjadi sebuah keharusan. Kita mesti menyadari bahwa dinamika intelektual kelompok dan organisasi mahasiswa yang lain semaki berkembang, sementara kita semakin meredup, padahal dalam catatan sejarah, HMI senantiasa berada di garis depan dalam tradisi-tradisi intelektual, terkhusus dalam wacana-wacana pemikiran di Indonesia ini.

Untuk itu, menurut Anas, kita harus menciptakan lingkungan yang kondusif berupa kebijakan organisasi dan komitmen bersama, terkhusus pengurus (pemimpin) HMI di setiap tingkatan untuk meningkatkan tradisi intelektual HMI. Selain itu, kita harus menyediakan sarana untuk berdebat pemikiran, misalnya penerbitan karya-karya tulis. Seperti buletin dan jurnal. Untuk saat ini, karena kita telah hidup di era digital, dapat diwujudkan dengan membuat website untuk menampung tulisan-tulisan pemikiran kader-kader.

Intelektualitas HMI diharapkan bukan sekedar intelektualitas buku dan teori, akan tetapi juga dapat diaplikasikan dalam bentuk konkret di masyarakat. Dengan demikian perkembangan wacana pemikiran kader-kader menjadi intensif dan akseleratif, serta harus terus diikuti oleh kita. HMI harus dapat menjadi lokomotif perkembangan wacana-wacana baru. Dengan gerakan ini, upaya untuk menyuarakan idea of progress akan dapat diejawantahkan. Ketajaman pemikiran-pemikiran HMI dapat diterjemahkan mejadi kritisisme yang korektif, konstruktif, dan futuristik.

Ketiga, penguatan basis. HMI harus berupaya memperkuat kembali basisnya, yaitu di kampus. HMI harus mengakomodasi asipirasi, kepentingan dan kebutuhan mahasiswa. Semangat HMI sebagai kampus kedua (second campus) akan terwujud jika secara nyata aktivitas HMI benar-benar bersifat alternatif dan komplementer dengan dunia kampus. Dalam hal ini kita harus membangun dinamika kampus yang sehat dan berkualitas bersama-sama dengan kekuatan mahasiswa.

HMI harus mampu mendorong mahasiswa mengaktifkan organisasi-organisasi ekstra universiter di kampus, dengan tujuan-tujuan melahirkan tokoh-tokoh mahasiswa. Tokoh-tokoh mahasiswa setidaknya harus dibekali dengan lima hal. Yakni memiliki wawasan dan kedalaman ideologis, ketreampilan politis etis, kapasitas intelektual, kemampuan mengembangkan komunikasi sosial, dan kekuatan untuk membangun solidaritas sosial dari berbagai potensi kemahasiswaan.

Keempat, modernisasi organisasi. Upaya modernisasi organisasi harus menjadi perhatian yang serius. Dimensinya bukan hanya pada mengupayakan hard ware, tetapi juga soft ware dan brain ware. Tidak hanya semata fokus pada struktural, tetapi juga kultural. Kita harus memperhatikan dan mendorong keluarga besar Hmi untuk membangun sekretariat yang permanen, terkhusunya di HMI Cabang. Menurut saya, masih banyak hari ini cabang yang tidak tidak memiliki sekretariat cabang yang permanen. Selanjutnya, harus menumbukan kultural kajian, riset dan datatif dalam organisasi. Pada saat ini akan lebih mudah untuk mengumpulkan data karena dapat menggunakan perangkat digital. Jadi semua akna lebih mudah dan praktis.

Kemudian, kita harus menguatkan kultur taat pada asas organisasi, meningkatkan pemahaman dan loyalitas pada aturan main atau mekanisme organisasi. Kita harus memaksimalkan media-media komunikasi di HMI, saat ini kita dapat membuat aplikasi atau membangun website sebagai perangkat publikasi kegiatan-kegiatan HMI, dan dapat menjadi sarana menerbitkan tulisan-tulisan pemikiran dan berita kegiatan, serta menjadi tempat sosialisasi kebijakan-kebijakan organisasi dan juga pengumuman rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam hal ini kemajuan teknologi dapat kita manfaatkan untuk memodernisasi organisasi.

Baca juga: Perlunya Perubahan Tujuan HMI

Kelima, peningkatan kualitas perkaderan. Perkaderan HMI harus benar-benar berkualitas. Kualitas perkaderan tersebut sangat dibutuhkan oleh kemampuan HMI untuk menjauhkan dari formalisme perkaderan. Formalisme perkaderan maksudnya adalah hanya sekedar training HMI diselenggarakan begitu saja, hal ini merupakan reduksi yang sangat berbahaya bagi totalitas perkaderan HMI sesungguhnya.

Perkaderan harus dimaksimalkan dengan dilaksanakannya perkaderan secara formal, nonformal, dan informal. Perkaderan formal penting untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan administratif-struktural yang bersifat formal serta jenjang struktural lebih lanjut. Perkaderan nonformal dan informal juga perlu karena perkaderan tersebut lebih luas untuk proses penempahan kualitas kader HMI. Intelektualitas, profesionalitas, loyalitas, religiutas dan integritas para kader Hmi dapat lebih tajam dalam perkaderan yang nonformal dan informal, seperti up gradding, diskusi-diskusi, seminar, riset dan training yang  minat serta bakat-bakat kader yang ingin ditingkatkan. Hal ini disemangati dengan perkembangan zaman, sehingga dapat mengikuti dan mengisi perkembangan zaman dari sisi-sisi positif.

Keenam, peningkatan kualitas keislaman. Komitmen HMI pada Islam sebagai ajaran dan ummat Islam sebagai entitas nyata musti benar-benar berupaya mewujudkannya. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa hal, seperti; melanjutkan upaya pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia. Ini dapat diimplementasikan apabila HMI membangkitkan kembali semangat wacana-wacana keislaman yang pernah digagas oleh pendahulu-pendahulu HMI, seperti Nurcholish Madjid (Cak Nur). Tidak hanya itu, HMI saat ini justru harus mampu mengkritisi berbagai ragam pemikiran keislaman yang berkembang era teknologi infomasi.

Kemudian, HMI memperkuat ruh spritualitas dalam dinamika organisasi untuk mengimbangi perkembangan rasionalitas yang kala jauah, dan tidak terlena dengan godaan-godaan perkembangan zaman yang serba cepat saat ini. Tentunya juga tidak meninggalkan praktek-praktek keberagamaan di kampus dan luar kampus. Hal ini menunjukkan keislaman secara nyata.

Terakhir, ketujuh, pengembangan visi kewirausahaan. Dulu, soal kewirasuhaan atau enterpreneurship termasuk hal yang baru. Tapi HMI saat ini, soal enterpreneur dan enterprenership sudah menjadi pembicaraan kader-kader HMI. Tidak hanya menjadi pembicaraan, tapi telah menjadi perhatian yang serius dalam kajian-kajian dan praktek kader-kader HMI. Kita (HMI) harus mendesak bahwa hal yang satu ini menjadi bagian penting juga di HMI untuk melahirkan generasi muda muslim yang bergerak menjadi pengusaha. Sebab ini bermanfaat bagi penguatan ekonomi ummat Islam di masa mendatang. Terkhususnya lagi di era disrupsi saat ini.

Orientasi pada kewirausahaan ini pada jangka menengah akan mengarah pada pembentukan klas ekonomi menengah (middle class economic) yang menjadi pilar bagi kekuatan ekonomi ummat. Hal ini juga sekaligus akan memperkuat posisi ekonomi bangsa dalam dinamika ekonomi nasional dan internasional yang semakain kompetitif. Visi ini dapat menggeser orientasi kader yang cenderung pada politik praktis mejadi orientasi wirausaha. Penguatan misi ini harus disambut dengan konkret, seperti membuka akses kepada pelaku-pelaku ekonomi yang sudah cukup mapan, akses modal, dan memahami start up finansial teknologi.

Baca juga: Eksistensialisme Kader-Kader HMI

Peningkatan visi ini tidak akan maksimal kalau hanya dilakukan secara individu-individu. Maka dibutuhkan upaya-upaya yang lebih sistematis serta institusional. Walau hari HMI sudah menggagasnya, perlu keseriusan untuk mewujudkannya, agar tidak hanya tinggal sebagai gagasan belaka. Program-program harus disusn dengan sebaik mungkin dan dapat diwujudkan dalam praktek berwirausaha walaupun belum mampu seperti pengusaha-pengusaha ternama, tapi setidaknya ini adalah proses latihan bagi kader-kader HMI yang berminat dalam dunia enterpreneur.


Penutup

Mengembalikan citra HMI, dengan upaya-upaya di atas tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Untuk mewujudkannya kita membutuhkan kerja-kerja bersama (kolektif) demi mengembalikan kejayaan HMI. Kejayaan yang tanpa mengesampingkan perkembangan zaman. Tentu membaca perkembangan zaman menjadi keharusan bagi kita saat ini. HMI akan tetap terus eksis, dengan segala makna dan kebermanfaatannya bagi bangsa dan negara, apabila dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan saat ini. Mempertahankan nilai-nilai kebaikan dari yang dahulu, dan mengembil kebaikan dari apa yang ada saat ini. Sehingga di masa depan kita mendapatkan nilai-nilai kebaikan dari agregat kebaikan terdahulu dan kebaikan saat ini. Cinta HMI kembali, dan cintai masyarakat. Mudah-mudahan![]


Penulis: Abdul Rahman (Ketua Umum Terpilih Badko HMI Sumut Periode 2021-2023).


Ket.gbr: Abdul Rahman




No comments:

Post a Comment