YakusaBlog- Tidak
dapat dipungkiri bahwa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) saat ini tengah
gencar-gencarnya mendapatkan kritik. Kritik itu pun datang dari internal dan
eksternal HMI. Sebab-musab kritikan-kritikan terhadap HMI tentu memiliki landasan argumentasinya masing-masing. Seperti melihat bagaimana HMI saat ini
menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi mahasiswa tertua di Indonesia.
Secara subjeknya, tentu melihat pergerakan dan tingkah laku kader-kader
(Anggota dan Alumni) HMI saat ini. Dan kita (di HMI), terutama yang sedang
berada di dalam struktural, tidak perlu “kepanasan” dengan kritik yang sampai
ke telinga kita. Kritik adalah hal yang biasa di dapatkan oleh HMI dari sejak
lama.
Di
awal era reformasi, sebelum dan saat jatuhnya rezim Orde Baru (Orba) Seoharto,
HMI terus mendapat kritikan. Anas Urbaningrum pada saat itu, saat dilantik
menjadi Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI Periode 1997-1999 berpendapat bahwa
secara politik dan sosiologis posisi HMI saat itu sedang tinggi. Hal itu
lantaran ditopang pilar-pilar yang kokoh, salah satunya karena kiprah dan peran
para alumni HMI. Namun ironisnya, prestasi-prestasi itu justru diikuti dengan
menurunnya gradasi HMI pada berbagai dimensinya. Saat itu, HMI gencar mendapat
kritikan (Agussalim Sitompul, 2005:144).
Pendapat
Ketua Umum PB HMI era reformasi tidak jauh berbeda dengan kondisi HMI saat ini,
sebutlah HMI di era disrupsi. Dari tingkat daerah sampai ke pusat, kita ketahui
betapa banyaknya alumni HMI yang menempati jabatan strategis, baik jabatan
politik maupun jabatan administratif. Di ranah akademis, sederat nama bergelar
dan berjabatan tinggi di Perguruan Tinggi (PT), baik negeri maupun swasta. Di
lingkup organisasi-organisasi kemasyarakatan dan atau keummatan, kita ketahui
alumni HMI banyak andil di dalamnya. Di lembaga-lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan regulasi, tidak sedikiti ditempati oleh alumni-alumni HMI. Jika di
masa Orba dan awal reformasi banyak alumni HMI yang menjadi Menteri dan anggota
legislatif, kini tentu tidak berbeda, bahkan lebih banyak. Nah, di
tengah-tengah kiprah alumni yang berhasil itu, HMI tetap mendapatkan kritik.
Tentu sasaran kritik itu pada kondisi HMI saat ini yang diisi oleh kita yang
sedang aktif berproses. Sehingga citra HMI terkesan memudar. Ini sepertinya
menjadi refleksi kita bersama-sama.
Kembali
pada pendapat Anas Urbaningrum waktu itu, berbagai ragam kritik itu mengkerucut
pada tiga hal. Pertama, macetnya
proses reproduksi intelektual; kedua,
menipisnya kritisisme; dan ketiga,
munculnya krisis nilai-nilai Islam dalam dinamika organisasi. Dengan gencarnya
kritik tersebut, HMI masih disibukkan oleh persoalan klasik seputar pelaksanaan
perkaderan, konflik internal organisasi. Selain itu juga tuntutan lingkungan
strategis menjawab tantangan zaman yang terus berkembang cepat.
Baca juga: Paradigma Perkaderan HMI
Kondisi
di atas tidak berbeda dengan apa yang kita alami saat ini. Tradisi intelektual
kita masih termasuk lambat karena disibukkan dengan konflik internal HMI. Jika
dipersentasikan dengan begitu banyak kader HMI, kemudian diakumulasikan dengan
fasilitas yang ada saat ini untuk memenuhi keintelektualan kader HMI, tentu
masih jauh berbeda dengan kader-kader intelektual HMI dahulu. Kemudian soal
kritisisme, kita masih jauh dari keberanian menyampaikan kebenaran, dan kadang
terlalu anti pada pemerintah padahal berangkat dari ketidak-sukaan. Dalam
sebuah kebijakan pemerintah kita kadang terlalu cepat pro atau kontra, padahal
belum mengkajinya secara sadar. Sehingga kadang kita tidak kritis pada diri dan
sesuatu paham yang mempengaruhi kita. Soal mengenai penegakan nilai-nilai
Islam, kita kadang tergerus dengan perdebatan-perdebatan konvensional dan
tradisional. Jelas bahwa kajian-kajian keislaman kita mengarah pada nilai-nilai
yang bermanfaat secara universal. Kita kadang tergerus perdebatan
praktek-praktek agama apakah yang ini dan itu sah, padahal ada nilai-nilai
keislaman yang kita tinggalkan.
Soal
perkembangan zaman di era disrupsi ini, yang ditandai dengan perkembangan cepat
teknologi informasi, yang mempengaruhi segala aspek kehidupan saat ini, kita
dituntut untuk memiliki kemampuan dan sikap yang kritis. Perkembangan zaman
saat ini dapat kita jawab sebagai peluang pabila kita benar-benar memahaminya.
Jika tidak, kita akan tergerus dan terpengaruh pada hal-hal yang negatifnya.
Sebab dalam sebuah perubahan sosial akan selalu memakan korban, jangan sampai
kita dan masyarakat kita menjadi korban era disrupsi, sebagaimana yang
digambarkan oleh futuris dari Amerika Serikat Francis Fukuyama dalam bukunya Guncangan Besar (The Great Disruption). Lebih lanjut silahkan membaca buku tersebut.
Mengembalikan Citra HMI
Menurut
Anas Urbaningrum, dibutuhkan terapi yang tepat untuk memulihkan kredibilitas
dan atau citra HMI dalam peran-peran kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan,
dan ke-HMI-an yang selaras dengan semangat zaman. Berikut ini dipaparkan visi
HMI yang masih relevan untuk kita saat ini. Visi ini perlu disahuti agar
organisasi kita ini senantiasa dapat menghadapi tantangan zaman yang terus
bergejolak.
Pertama,
politik etis HMI. Para kader HMI
tidak boleh terjebak secara psikologis atas sejarah kesuksesan HMI. Kesuksesan
HMI tidak boleh ditanggapi dengan kepuasan yang berlebihan. Kesuksesan yang
pernah diraih oleh HMI harus terus dijadikan sebagai pemacu semangat, motivasi
dan etos kritik untuk supaya terus berproses dan menjalankan dinamika
organisasi sesuai dengan semangat zaman.
Sebagai
organisasi mahasiswa yang tertua di Indonesia saat ini, HMI akan tetap dihitung
sebagai kekuatan politik (political force).
Oleh sebab itu, kita (HMI) harus memahami dinamika politik. Hal ini penting
untuk menunjukkan posisi HMI sebagai subjek politik, bukan objek politik. Akan
tetapi, perlu dicatat dan ditegaskan bahwa, politik HMI adalah politik etis,
politik kemahasiswaan. Politik HMI adalah politik kaum intelektual yang
merupakan implementasi dari sifat kritisisme, etos tranformatif. Politik HMI
dibingkai oleh etika dan moralitas. Isinya bukanlah politik kekuasaan,
melainkan politik kemanusiaan yang sarat dengan nilai (value).
Baca juga: HMI Ukir Rekor Dunia
Kekuatan
politik etis HMI ini menjadi motor penggerak fungsi HMI sebagai gerakan moral (moral movement). Gerakan moral HMI ini
akan lebih tajam bila mampu mensinergikan denngan potensi HMI sebagai kekuatan
moral (moral force) dan kekuatan
politik (political force). Maka
dengan itu, HMI harus merawat independensi politiknya di hadapan kekuatan
apapun. HMI tidak boleh menjadi partisipan atau underbow partai politik manapun dan kepentingan politik siapapun,
juga tidak akan berkonfrontasi dengan siapapun juga. HMI hanya akan
berkonfrontasi dengan problem yang mengganggu nilai-nilai kemanusiaan dan
keadilan sosial. HMI siap menghadapi kekuatan-kekuatan yang anti kemanusiaan,
anti keadilan, dan anti kebenaran. Inilah politik etis HMI.
Kedua,
peningkatan visi intelektual. Upaya membangkitkan kembali kekuatan intelektual
(intelectual force) kader-kader HMI
menjadi sebuah keharusan. Kita mesti menyadari bahwa dinamika intelektual
kelompok dan organisasi mahasiswa yang lain semaki berkembang, sementara kita
semakin meredup, padahal dalam catatan sejarah, HMI senantiasa berada di garis
depan dalam tradisi-tradisi intelektual, terkhusus dalam wacana-wacana
pemikiran di Indonesia ini.
Untuk
itu, menurut Anas, kita harus menciptakan lingkungan yang kondusif berupa kebijakan
organisasi dan komitmen bersama, terkhusus pengurus (pemimpin) HMI di setiap
tingkatan untuk meningkatkan tradisi intelektual HMI. Selain itu, kita harus
menyediakan sarana untuk berdebat pemikiran, misalnya penerbitan karya-karya
tulis. Seperti buletin dan jurnal. Untuk saat ini, karena kita telah hidup di
era digital, dapat diwujudkan dengan membuat website untuk menampung tulisan-tulisan pemikiran kader-kader.
Intelektualitas
HMI diharapkan bukan sekedar intelektualitas buku dan teori, akan tetapi juga
dapat diaplikasikan dalam bentuk konkret di masyarakat. Dengan demikian
perkembangan wacana pemikiran kader-kader menjadi intensif dan akseleratif,
serta harus terus diikuti oleh kita. HMI harus dapat menjadi lokomotif
perkembangan wacana-wacana baru. Dengan gerakan ini, upaya untuk menyuarakan idea of progress akan dapat
diejawantahkan. Ketajaman pemikiran-pemikiran HMI dapat diterjemahkan mejadi
kritisisme yang korektif, konstruktif, dan futuristik.
Ketiga,
penguatan basis. HMI harus berupaya memperkuat kembali basisnya, yaitu di
kampus. HMI harus mengakomodasi asipirasi, kepentingan dan kebutuhan mahasiswa.
Semangat HMI sebagai kampus kedua (second
campus) akan terwujud jika secara nyata aktivitas HMI benar-benar bersifat
alternatif dan komplementer dengan dunia kampus. Dalam hal ini kita harus
membangun dinamika kampus yang sehat dan berkualitas bersama-sama dengan
kekuatan mahasiswa.
HMI
harus mampu mendorong mahasiswa mengaktifkan organisasi-organisasi ekstra
universiter di kampus, dengan tujuan-tujuan melahirkan tokoh-tokoh mahasiswa.
Tokoh-tokoh mahasiswa setidaknya harus dibekali dengan lima hal. Yakni memiliki
wawasan dan kedalaman ideologis, ketreampilan politis etis, kapasitas
intelektual, kemampuan mengembangkan komunikasi sosial, dan kekuatan untuk
membangun solidaritas sosial dari berbagai potensi kemahasiswaan.
Keempat,
modernisasi organisasi. Upaya modernisasi organisasi harus menjadi perhatian
yang serius. Dimensinya bukan hanya pada mengupayakan hard ware, tetapi juga soft
ware dan brain ware. Tidak hanya semata fokus pada
struktural, tetapi juga kultural. Kita harus memperhatikan dan mendorong
keluarga besar Hmi untuk membangun sekretariat yang permanen, terkhusunya di
HMI Cabang. Menurut saya, masih banyak hari ini cabang yang tidak tidak
memiliki sekretariat cabang yang permanen. Selanjutnya, harus menumbukan
kultural kajian, riset dan datatif dalam organisasi. Pada saat ini akan lebih
mudah untuk mengumpulkan data karena dapat menggunakan perangkat digital. Jadi
semua akna lebih mudah dan praktis.
Kemudian,
kita harus menguatkan kultur taat pada asas organisasi, meningkatkan pemahaman
dan loyalitas pada aturan main atau mekanisme organisasi. Kita harus
memaksimalkan media-media komunikasi di HMI, saat ini kita dapat membuat aplikasi
atau membangun website sebagai
perangkat publikasi kegiatan-kegiatan HMI, dan dapat menjadi sarana menerbitkan
tulisan-tulisan pemikiran dan berita kegiatan, serta menjadi tempat sosialisasi
kebijakan-kebijakan organisasi dan juga pengumuman rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan. Dalam hal ini kemajuan teknologi dapat kita manfaatkan untuk
memodernisasi organisasi.
Baca juga: Perlunya Perubahan Tujuan HMI
Kelima,
peningkatan kualitas perkaderan. Perkaderan HMI harus benar-benar berkualitas.
Kualitas perkaderan tersebut sangat dibutuhkan oleh kemampuan HMI untuk
menjauhkan dari formalisme perkaderan. Formalisme perkaderan maksudnya adalah
hanya sekedar training HMI
diselenggarakan begitu saja, hal ini merupakan reduksi yang sangat berbahaya
bagi totalitas perkaderan HMI sesungguhnya.
Perkaderan
harus dimaksimalkan dengan dilaksanakannya perkaderan secara formal, nonformal,
dan informal. Perkaderan formal penting untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
administratif-struktural yang bersifat formal serta jenjang struktural lebih
lanjut. Perkaderan nonformal dan informal juga perlu karena perkaderan tersebut
lebih luas untuk proses penempahan kualitas kader HMI. Intelektualitas,
profesionalitas, loyalitas, religiutas dan integritas para kader Hmi dapat
lebih tajam dalam perkaderan yang nonformal dan informal, seperti up gradding, diskusi-diskusi, seminar,
riset dan training yang minat serta bakat-bakat kader yang ingin ditingkatkan.
Hal ini disemangati dengan perkembangan zaman, sehingga dapat mengikuti dan
mengisi perkembangan zaman dari sisi-sisi positif.
Keenam,
peningkatan kualitas keislaman. Komitmen HMI pada Islam sebagai ajaran dan
ummat Islam sebagai entitas nyata musti benar-benar berupaya mewujudkannya. Hal
ini bisa dilakukan dengan beberapa hal, seperti; melanjutkan upaya pembaharuan
pemikiran Islam di Indonesia. Ini dapat diimplementasikan apabila HMI
membangkitkan kembali semangat wacana-wacana keislaman yang pernah digagas oleh
pendahulu-pendahulu HMI, seperti Nurcholish Madjid (Cak Nur). Tidak hanya itu,
HMI saat ini justru harus mampu mengkritisi berbagai ragam pemikiran keislaman
yang berkembang era teknologi infomasi.
Kemudian,
HMI memperkuat ruh spritualitas dalam dinamika organisasi untuk mengimbangi
perkembangan rasionalitas yang kala jauah, dan tidak terlena dengan
godaan-godaan perkembangan zaman yang serba cepat saat ini. Tentunya juga tidak
meninggalkan praktek-praktek keberagamaan di kampus dan luar kampus. Hal ini
menunjukkan keislaman secara nyata.
Terakhir,
ketujuh, pengembangan visi
kewirausahaan. Dulu, soal kewirasuhaan atau enterpreneurship
termasuk hal yang baru. Tapi HMI saat ini, soal enterpreneur dan enterprenership
sudah menjadi pembicaraan kader-kader HMI. Tidak hanya menjadi pembicaraan,
tapi telah menjadi perhatian yang serius dalam kajian-kajian dan praktek
kader-kader HMI. Kita (HMI) harus mendesak bahwa hal yang satu ini menjadi
bagian penting juga di HMI untuk melahirkan generasi muda muslim yang bergerak
menjadi pengusaha. Sebab ini bermanfaat bagi penguatan ekonomi ummat Islam di
masa mendatang. Terkhususnya lagi di era disrupsi saat ini.
Orientasi
pada kewirausahaan ini pada jangka menengah akan mengarah pada pembentukan klas
ekonomi menengah (middle class economic)
yang menjadi pilar bagi kekuatan ekonomi ummat. Hal ini juga sekaligus akan
memperkuat posisi ekonomi bangsa dalam dinamika ekonomi nasional dan
internasional yang semakain kompetitif. Visi ini dapat menggeser orientasi
kader yang cenderung pada politik praktis mejadi orientasi wirausaha. Penguatan
misi ini harus disambut dengan konkret, seperti membuka akses kepada
pelaku-pelaku ekonomi yang sudah cukup mapan, akses modal, dan memahami start up finansial teknologi.
Baca juga: Eksistensialisme Kader-Kader HMI
Peningkatan
visi ini tidak akan maksimal kalau hanya dilakukan secara individu-individu.
Maka dibutuhkan upaya-upaya yang lebih sistematis serta institusional. Walau
hari HMI sudah menggagasnya, perlu keseriusan untuk mewujudkannya, agar tidak
hanya tinggal sebagai gagasan belaka. Program-program harus disusn dengan
sebaik mungkin dan dapat diwujudkan dalam praktek berwirausaha walaupun belum
mampu seperti pengusaha-pengusaha ternama, tapi setidaknya ini adalah proses
latihan bagi kader-kader HMI yang berminat dalam dunia enterpreneur.
Penutup
Mengembalikan
citra HMI, dengan upaya-upaya di atas tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan. Untuk mewujudkannya kita membutuhkan kerja-kerja bersama (kolektif)
demi mengembalikan kejayaan HMI. Kejayaan yang tanpa mengesampingkan
perkembangan zaman. Tentu membaca perkembangan zaman menjadi keharusan bagi
kita saat ini. HMI akan tetap terus eksis, dengan segala makna dan
kebermanfaatannya bagi bangsa dan negara, apabila dapat menyesuaikan diri
dengan kemajuan saat ini. Mempertahankan nilai-nilai kebaikan dari yang dahulu,
dan mengembil kebaikan dari apa yang ada saat ini. Sehingga di masa depan kita
mendapatkan nilai-nilai kebaikan dari agregat kebaikan terdahulu dan kebaikan
saat ini. Cinta HMI kembali, dan cintai masyarakat. Mudah-mudahan![]
Penulis: Abdul Rahman (Ketua Umum Terpilih Badko HMI Sumut Periode 2021-2023).
Ket.gbr: Abdul Rahman
No comments:
Post a Comment