Membasmi Bibit Unggul Koruptor - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Wednesday 16 February 2022

Membasmi Bibit Unggul Koruptor


YakusaBlog- Lagi dan lagi. Kita tak henti-hentinya mendengar kabar korupsi yang menyelimuti negara ini, dan kali ini sangat menghebohkan publik, baik di dunia nyata maupun di dunia maya (media sosial online). Pasalnya adalah pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan seorang Kepala Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU)-Kalimantan Timur, Abdul Gafur Masud sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek dan perizinan Pemkab PPU, setelah kasus itu ditelusuri lebih dalam, seorang politisi wanita muda cantik yang selalu berhijab pun ikut terseret ke dalamnya.

Wanita cantik itu bernama Nur Afifah Balqis, berusia 24 tahun, seorang politisi perempuan muda menjabat sebagai Bendahara DPC Partai Demokrat Balikpapan. Politisi perempuan muda itu menjadi tersangka dan sah memakai kostum orange karena terlibat menampung suap Bupati Penajam Paser Utara (PPU). Balqis diketahui berperan dalam kasus korupsi tersebut dengan menerima, mengelola, dan menyimpan uang suap yang diterima sang Bupati. Dalam rekening banknya terdapat jumlah uang sebesar Rp. 447 juta yang diperoleh dari penggelapan dana proyek di Kabupaten Penajam Paser Utara-Kalimantan Timur.

Pihak KPK memberi keterangan, ini lah kali pertama dan menjadi sebuah rekor baru menangkap koruptor perempuan termuda di Indonesia. Balqis pun mendapat gelar baru sebagi koruptor termuda dan koruptor perempuan di Indonesia, mengalahkan usia koruptor-koruptor muda lainnya yang sudah diadili pendadilan pidana korupsi. Tagline atau hastag “Umur 24 Tahun” menjadi trending topik di Twitter pada Selasa, 18 Januari 2022 kemarin. Hal itu ditujukan oleh para penghuni dunia maya (media sosial online) kepada Balqis. Ia menjadi bullyan di media sosial online, dan kini menjadi bahan pembicaraan publik nyata terkait sosoknya, baik secara profil maupun kebiasaan dia memamerkan barang-barang mewahnya di Instagram dan foto jalan-jalan ke sejumlah tempat termasuk ke luar negeri. Dan dia pun mencetak rekor buruk.


Politisi Muda Sumber Petaka

Melihat fenomena keterlibatan politisi muda atau kaum muda secara umum terkait tindak pidana korupsi seperti Balqis, tidak memungkin bahwa masih banyak lagi politisi muda dan atau kaum muda yang terlibat dalam pidana korupsi tapi belum diketahui, saya teringat dengan sebuah pernyataan Marzuki Ali, sebagaimana dikutip dalam bukunya Faisal Riza yang berjudul Partai Islam No, Politik Islam Yes. Marzuki Ali mengungkapkan bahwa politisi muda yang duduk sebagai anggota DPR menjadi sumber petaka bagi Indonesia. Lebih dari 50% dari anggota parlemen berusi muda yang diharapkan membawa perubahan dan perbaikan bagi negeri justru menjadi masalah baru. Ali mencontohkan seperti Nazaruddin, Anah Urbaningrum, Angelina Sondakh yang terjerat kasus korupsi.

Sederet kasus korupsi ternyata tidak hanya politisi muda di parlemen (legislatif), bahkan politisi muda di lembaga eksekutif juga terjadi. Di Provinsi Sumatera Utara (Sumut), tepatnya di Kota Tanjungbalai, Wali Kota Tanjungbalai M Syharial yang pernah meraih rekor MURI sebagai wali kota termuda se-Indonesia dan telah menerima penghargaan itu di Jakarta tahun 2017. Kemudian pada tahun 2021, KPK menetapkan wali kota termuda itu sebagai tersangka kasus korupsi lelang jabatan di Pemerintahan Kota (Pemkot) Tanjungbalai pada 2019. Syahrial memberikan uang suap kepada Robin sebesar Rp 1,6 M. Ia terbukti bersalah dan telah divonis dua tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp 100 Juta. Atas kasusnya itu, ia resmi menjadi koruptor termuda di Indonesia pada usianya 33 tahun. Sebuah rekor baru yang kedua kali ia (Syahraial) ciptakan waktu itu. Tapi rekor itu telah dipatahkan oleh Nur Afifah Balqis, walaupun Balqis bukan kepala daerah akan tetapi ikut membantu kepala daerah yang korup.

Dari seorang kepala daerah lain, Zumi Zola yang menjabat sebagai Bupati Kabupaten Tanjung Jabung Timur periode 2011-2016, setelah mundur dari jabatannya karena ingin maju dalam Pilkada Provinsi Jambi 2015, ia pun menjadi Gubernur Jambi ke-8. Tapi, saat Zola menjabat sebagai Gubernur Jambi, pada tahun 2018 ia ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jambi tahun anggaran 2018. Selain terlibat suap RAPBD, ia juga diduga menerima gratifikasi. Pada akhirnya ia mendapat hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Karena kasus tersebut, Zumi Zola menjadi koruptor termuda di Indonesia pada usinya ke 38 tahun, sebelum rekor buruk itu dipatahkan oleh M Syahrial Wali Kota Tanjungbalai.

Dari sederet nama-nama koruptor muda yang kita sebutkan di atas, tidaklah pula kita membenarkan perilaku korupsi yang dilakukan oleh politisi kaum tua yang ada selama ini. akan tetapi, hal ini menjadi sorotan utama mengingat selama ini kita memberi harapan indah terhadap kaum muda yang terlibat di politik. Harapan pada kaum muda politisi itu adalah untuk dapat merubah pola-pola dan perilaku buruk dari kaum politisi tua. Akan tetapi, nampaknya itu semua masih dalam imajinasi. Bahkan, konon katanya kaum muda akan membawa perubahan bangsa dan negara ke arah lebih baik sebagai agen perubahan dan agen kontrol masyarakat rasanya seperti mitos belaka.

Politisi muda benar-benar dapat menjadi sebuah petaka bagi bangsa dan negara pabila ia belum mampu menghindari godaan korupsi dan hawa nafsu. Perlu harus kita camkan bahwa menjadi politisi bukan untuk memperbaiki nasib secara pribadi atau kroni-kroni, akan tetapi bagaimana mempebaiki nasib masyarakat luas dan mengelola negara sesuai tujuan bernegara.

Kembali kepada fenomena terbaru di atas, Nur Afifah Balqis adalah menjadi contoh buruk bagi kaum muda hari ini. Peran pemuda yang seharusnya terlibat dalam memerangi korupsi dan “membunuh” koruptor, kini menjadi bibit koruptor. Andai saja Balqis tidak terdeteksi sebagai ikut terlibat dalam kasus tersebut, ia akan menjadi bibit unggul koruptor. Saya yakin ia hanyalah salah satu bibit unggul koruptor di Indonesia, masih banyak bibit unggul koruptor lainnya yang belum diketahui.


Membasmi Bibit Unggul Koruptor

Apa yang seharusnya dilakukan dalam rangka membasmi bibit-bibit unggul koruptor?  Tidak ada jalan lain kecuali KPK dan pihak yang berwenang menangani korupsi harus bertindak lebih cepat lagi. Bibit-bibit unggul koruptor ini jangan sampai menjadi besar (menjadi politisi di Legislatif dan Eksekutif) bahkan di lembaga lainnya.

Kemudian secara sadar, sedari dini kita semua mesti mendidik anak-nanak bangsa agar tidak terpengaruh oleh perbuatan korupsi. Tidak salah mejadi politisi, asal bukan menjadi politisi yang korup. Tak salah memegang jabatan tinggi (pejabat), akan tetapi kita mensti membentengi diri dari perilaku korupsi. Tentu godaan korupsi akan selalu datang, untuk itu kita perlu sedari dini dan dalam diri melawan racun korupsi itu. Terkhusus untuk kaum muda, baik yang politisi atau berminat dari politisi atau pun ingin menjadi pejabat publik, jangan sampai kita menjadi bibit unggul koruptor.

Politisi muda harus benar-benar berjuang dan memperjuangkan nasib rakyat yang susah. Kepentingan rakyat harus berada di atas kepentingan partai politik pengusung atau pun kepentingan pribadi dan kelompok. Sebab karena rakyatlah yang memilih kita dan parpol. Politisi muda harus memiliki kualitas moral bukan kualitas bibit unggul koruptor. Dengan kualitas moral tersebut maka kita tidak dapat terjebak dalam jurang-jurang korupsi, godaan hawa nafsu, dan godaan materil yang merugikan orang banyak.

Sebagai politisi muda, diharuskan memiliki visi dan misi strategis untuk kebaikan masa depan rakyat dan negara. Politisi muda bekerja demi rakyat tanpa pamrih, karena menjadi politisi bukanlah semacam bentuk pekerjaan yang mendapatkan keuntungan materi untuk pribadi dan golongan, akan tetapi lembaga pemerintahan yang dihuni para politisi muda adalah lembaga untuk pengabdian pada rakyat. Untuk itu maka politisi muda jangan sampai menjadi bibit unggul koruptor.***




Penulis: Brimob Ritonga (Mahasiswa Fakultas Hukum UISU dan Anggota PUSDIPSI)


Ket. Tulisan: Artikel ini telah dimuat di Koran Harian Analisa, Kolom Opini. Edisi: Kamis, 27 Januari 2022.

Ket. Gbr: Nur Afifah Balqis

No comments:

Post a Comment