YakusaBlog- Sebagai manusia, tidaklah layak bagi kita sesama manusia
meledeki/tertawa diatas penderitaan seseorang yang jatuh (musibah), tetapi
haruslah berusaha mencari sebab-sebab dan solusi jalan keluar dari kejatuhan
(musibah) tersebut sehingga terbentuk kesempurnaan antar sesama manusia,
individu dan individu. Kamal/Kamil artinya kesempurnaan, yang didapat di dalam
perjalanan hidup karena perjuangan yang hebat di dalam batin kita.
Dalam buku Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berjudul Zadul Ma’da
(Perbekalan Menuju Hari Yang Dijanjikan) menuliskan dua tingkat perjuangan. Pertama,
perjuangan keluar, yaitu menghadapi orang-orang kafir, munafik, atau
orang-orang yang berperang melawan agama Allah. Kedua, perjuangan dalam, yaitu
perjuangan menghadapi setan, iblis, dan hawa nafsu dalam diri sendiri yang
dapat mengakibatkan sifat dengki, iri, dan condong berbuat dosa. Imam Ibnu
Qiyyam mengatakan itulah yang menjadi perjuangan sulit atau induk perjuangan,
dan beliau mengatakan dari perjuangan dalam lah kita harus memulai, yaitu
melawan diri sendiri.
Dalam hidup menuju cita kemulian/masyarakat cita dan
kemurnian jiwa, senantiasa menjadi dasar dari kehidupan, tak heran kita akan
banyak berjumpa duri dan cahaya dalam perjalanan mengujutkan cita-cita
tersebut. Kita akan dihalangi oleh duri-duri yang menghambat langkah. Kehidupan
yang tidak berjumpa kesulitan bukanlah kehidupan sejati, bukanlah hidup. Bertambah
tinggi nilai cita, maka bertambah tinggi pula badai lintang menghadang. Seakan bertambah
kelihatan jauhnya jalan yang akan ditempuh. Terkadang jiwa terancam oleh
kelemahan dan timbul putus asa. Tak heran banyak manusia yang nekat bunuh diri
karena pahitnya menjalani hidup. Jepang menjadi salah satu negara tingkat bunuh
diri terbanyak, hampir 25 ribu jiwa mati bunuh diri setiap tahunnya (versi
republika.com). Lalu dimanakah sumber cahaya yang dicari itu, kalau bukan
agama. Dalam waktu kesulitan menjalani hidup, agama memberi jalan sehingga
iradah (kemauan) hidup kembali dan kita bangun kembali meneruskan perjalanan,
itulah tahap untuk mengapai cahaya kehidupan.
Untuk meneguhkan hubungan diantara iman dan amal saleh
dan untuk menjaga jiwa raga jangan sampai ditimpa penyakit, maka agama Ilam
memberi tuntunan yang terang, jitu, dan jelas. Manusia diperintahkan beribadah
kepada Allah tuhan semesta alam dan pokok pangkal segala ibadah itu adalah shalat.
Shalat baru dapat berdiri kalau jiwa dengan khusyuk dan ikhlas, wajah menghadap
ke kiblat, hati tertuju pada Allah. Lepas hubungan dengan dunia, sehingga
shalat itu disebut juga “mikraj orang yang beriman”.
Kehidupan kita pada jaman sekarang ini dipengaruhi oleh
kecepatan, kemajuan, terburu-buru. Berlalu sidikit saja kita ditingkal oleh
kemajuan jaman yang berputar dengan cepat. Tak heran para pekerja apalagi
pekerja di kota memerlukan waktu luang atau libur. Mendaki puncak untuk melepas
lelah, berjudi untuk kepuasan, minuman keras, ataupun bercanda dengan
perempuan. Banyak orang mengatakan bahwa hiburan tersebut bukanlah hiburan
lagi, tetapi penyakit. Bagi orang beriman, istirahat dan hiburan adalah shalat,
apabila masuk waktu shalat kerap kali Nabi Muhammad berkata pada bilal, “Hiburlah
kita dengan dia (azdzan), ya, Bilal”. Terpikir oleh kita dengan sederhana
bagaimana pengaruh shalat lima waktu bagi istirahat jiwa.
Baca juga: Hal-Hal Yang Diperlukan Untuk Memahami NDP
Dalam sehari Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW kepada
ummatnya untuk shalat lima waktu, subuh, zuhur, ashar, magrib, dan isya. Waktu subuh
sebagai pembuka hari untuk menjalani hari-hari aktivitas bekerja seperti
biasanya sampai kembali pada waktu zuhur, ashar, magrib, isya, dan kembali
waktu subuh. Ada ahli falsafah mengatakan “tak usah banyak memikirkan tentang
hari kemarin, tak usah banyak was-was menghadapi hari depan yang akan datang,
sempurnakan sajalah hari sehari ini. Kesempurnaan hari ini lah kelak yang akan
menentukan hari esok”
Penulis: Muhammad Muqaffa
No comments:
Post a Comment