YakusaBlog- Akhir-akhir
ini warga HMI, secara internal disibukkan dengan Konflik Dualisme Kepengurusan
PB HMI antara Respiratori Saddam Al Jihad (Ketua Umum PB HMI Periode 2019-2020)
dengan Arya Kharisma Hardy (PJ. Ketua Umum PB HMI Periode 2019-2020). Secara eksternal
kita (warga HMI) disibukkan dengan kondisi perpolitikan atau kondisi demokrasi
Indonesia tahun 2019 ini. Dan tambah lagi kesibukan mudik dan mencari teha er
karena sudah dekat hari lebaran.
Terkait
mengenai permasalahan internal kita, banyak warga HMI yang bingung dengan
kondisi PB HMI saat ini sehingga memunculkan dualisme beberapa HMI tingkatan
Cabang. Banyak juga warga HMI yang kesel, aduh entah kayak mana lah
bilangkannya, pokoknya susah lah bilangkannya melihat kondisi HMI saat ini. Dan
hanya sedikit yang nyantai melihat kondisi saat ini, karena mungkin sudah
mengetahui sebab musabab ini terjadi. Bagaimana nanti ending dari konflik ini
sudah ada di kepala mereka.
Baca juga: Deklarasi Kesepakatan Bersama Penyelesaian Konflik HMI
Baca juga: Deklarasi Kesepakatan Bersama Penyelesaian Konflik HMI
Nah,
masalah yang pertama ini lah yang hendak saya diskusikan kepada kita semua. Kalau
urusan eksternal yang lagi hot itu ora urus, serahin aja sama pihak-pihak
yang berwenang. Kalau ada yang mengatakan urusan eksternal yang satu itu adalah
jihad, kenapa kita tidak berjihad demi memperbaiki HMI saat ini.
Dan
kalau urusan yang ketiga, kesibukan mudik dan sedang cari teha er, aku tidak
bisa obrolin saat ini, karena aku tak mudik walau pun memang lagi memang butuh
teha er. Hehehee…. Siapa juga yang tak butuh itu jika posisinya seperti aku
ini. Tapi tidak sampailah niat nelfon Alumni HMI terus bilang kode recehan begini,
“Kak, bentar lagi lebaran. Udah gelap
ini, Kak.”
Kemelut Dualisme PB HMI
Kalau
kita rajin membolak-balik literur ke-HMI-an, Kemelut Dualisme PB HMI saat ini
bukanlah kali pertama terjadi. Sejahrawan HMI, Agussalim Sitompul dalam bukunya
44 Indikator Kemunduran HMI, telah
menceritakannya bahwa PB HMI pernah dualisme dua kali secara berturut-turut.
Yang
pertama, dualisme PB HMI periode
2002-2004. Pada periode ini, Kholis Malik menjadi Ketua Umum PB HMI hasil
Kongres ke-23 HMI di Balikpapan-Kaltim tahun 2002. Beberapa saat setelah Kongres
ditutup, tersiar luas berita bahwa Kholis malik tidak lagi berstatus sebagai
mahasiswa, maka otomatis tidak lagi menjadi anggota HMI. Sehingga, tidak Kholis
Malik tidak memenuhi syarat dan secara otomatis batal menjadi Ketua Umum PB HMI
periode 2002-2004. Maka, perlu dilaksanakan Kongres Luar Biasa HMI saat itu
juga, karena peserta belum pulang ke Cabang masing-masing.
Akan
tetapi, berdasarkan cerita Agussalim Sitompul dalam bukunya, suara-suara
sumbang itu dapat diredam untuk supaya tidak melakukan Kongres Luar Biasa HMI. Struktur
dan susunan PB HMI periode 2002-2004 pun terbentuk dengan Ketua Umum PB HMI itu
Kholis Malik dan posisi Sekretaris Jenderal dipegang oleh Muchlis Tapitapi.
Pada
kejadian ini, pertengah bulan Mei tahun 2002 data secara bukti tertulis
menunjukkan bahwa Kholis malik dengan Keputusan Rektor Universitas Indonesia
Nomor: 4006/SK/R/UI/2001, Tentang Pemberhentian Sebagai Mahasiswa Program
Magister Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia atas nama
Kholis Malik, Nomor Mahasiswa 69610071, tanggal 28 Desember 2001, yang
ditandatangani Wakil Rektor I: dr. Usman Chatib Warsa, Ph.D, Sp.MK.
Artinya,
pada saat Kholis Malik mencalonkan diri pada Kongres HMI ke-23 awal Mei tahun
2002, ia sudah tidak lagi berstatus mahasiswa, akan tetapi mengaku sebagai
mahasiswa. Lebih lanjut Agussalim menceritakan, bahwa pengakuan itulah yang
oleh HMI dianggap sebagai pembohongan terbesar terhadap HMI. Sehingga banyak
pihak di PB HMI menyarankan supaya Kholis Malik mudur dari jabatannya demi
kebaikan HMI dan diri pribadinya sendiri.
Desakan
supaya Kholis Malik mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PB HMI periode
2002-2004 yang mengkristal ditolaknya. Kemelut di HMI pun muncul kembali,
tatkala lewa Sidang Pleno PB HMI di Ragunan Jakarta tanggal 5-9 Februari 2003
mem-PJ-kan Ketua Umum PB HMI kepada Muchlis Tapitapi yang semula sebagai
Sekrataris Jenderal PB HMI.
Nah,
walaupun Sidang Pleno PB HMI sudah memutuskan mem-PJ-kan jabatan Ketua Umum PB
HMI, Kholis Malik dan didukung sebagian teman-temannya, melalui surat Nomor:
264/A/12/1423, tanggal 8 Februari 2003, Tentang Instruksi Pengamanan Organisasi
yang prinsipnya tidak mengakui Hasil Sidang Pleno PB HMI tanggal 5-9 Februari
2003. Kholis Malik dan teman-temannya tetap bertahan dan bertindak sebagai PB
HMI. Fungsionaris-fungsionaris PB HMI pendukung Sidang Pleno PB HMI di Ragunan
dirshuffle dari PB HMI.
Maka
puncak dari kemelut di tubuh PB HMI muncul dua PB HMI. Pertama, PB HMI di bawah pimpinan Kholis Malik dan Nuzran Joker
masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PB HMI. Kedua, PB HMI di bawah pimpinan Muchlis
Tapitapi daru Heri Susanto sebagai Sekretaris Jenderal PB HMI. Sebagaimana
pendapat Agussalim Sitompul, sudah barang tentu, dampak dari perpecahan ini
membawa pengaruh luas dan dalam bagi kehidupan HMI secara nasional, maupun
tingkat Badko, Cabang, dan Komisariat. Persis seperti saat ini.
Keadaan
konflik ini terus berlanjut hingga sampai akhirnya berhasil didamaikan dengan
membuat kesepakatan bersama yaitu; menandatangani Deklarasi Kesepakatan Bersama Penyelesaian Konflik HMI, antara
Kholis Malik sebagai Ketua Umum dan Muchlis Tapitapi sebagai Pejabat Ketua Umum
PB HMI. Deklarasi ini ditandatangani di Sekretariat PB HMI Jl. Diponegoro 16
Jakarta Pusat, tanggal 31 Juli 2003.
Baca juga: Surat Yunda Untuk Kanda yang Mudik
Kedua
belah pihak bersepakat untuk menyelenggarakan Kongres bersama sebagai
penyelesaian akhir konflik yang terjadi dari tim negosiasi kedua belah pihak,
sehingga membuahkan terlaksananya Kongres HMI ke-24 yang dipercepat.
Selanjutnya
kemelut yang kedua, yaitu konflik dualisme
PB HMI periode 2003-2005, antara Hasanuddin sebagai Ketua Umum PB HMI hasil
Kongres ke-24 dan Syahmud Basri Ngabalin sebagai Pj. Ketua Umum PB HMI hasil
Sidang Pleno PB HMI tanggal 15 Desember 2004. Dan masing-masing mengakui
pimpinan PB HMI. Akhirnya ishlah (bersatu) pada tanggal 30 Mei 2005 dengan
menandatangani kesepakatan-kesapakatan antara Hasanuddin dan Syahmud Basri
Ngabalin. (Lebih lanjut baca di bukunya Agussalim Sitompul; 44 Indikator Kemunduran HMI).
Penutup
Terkait
permasalahan dualisme PB HMI saat ini, antara R. Saddam Al-Jihad dan Arya
Kharisma Hardy tidak jauh dengan dua konflik yang ceritakan oleh Agussalim
Sitompul dalam bukunya. Jika ditanya bagaimana solusi atas konflik antara
Saddam dan Arya, sebenarnya kita sudah tahu apa yang harus diperbuat untuk
menyelamatkan HMI ini supaya tidak tambah rapuh secara nasional dan sampai ke
Cabang-cabang, dan baik secara internal maupun eksternal HMI.
Yang
pada intinya kedua belah pihak harus bersatu kembali walau membuat
kesepakatan-kesepakatan yang harus ditandatangani kemudian baru melakukan
Kongres bersama. Jika tidak dapat yang pertama untuk islah, maka solusi
terkaiat konflik masa Kholis Malik dan Muchlis Tapitapi dapat dijadikan rujukan
untuk Saddam dan Arya. Mungkin ini sudah terpikirkan oleh sebagian orang yang
akan menyelesaikan masalah ini. Mudah-mudahan diberikan kemudahan dalam proses
berdamai. Mari belajar dari sejarah!
Baca juga: Mudik Dulu Ya Yunda...
Kita
tentunya tidak mau HMI ini hancur lebur berkeping-keping bagai gelas kaca yang
ketika pecah tidak bisa lagi untuk disatukan. Tentunya kita tidak mau HMI mati
karena faktor dari dirinya sendiri. Tentunya kita semua menginginkan supaya
RAHMI, Rukunnya Anggota HMI. Berdamailah. Tidak ada manfaat gaduh. Menang jadi
wabah. Kalah jadi sampah.[]
Penulis:
Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa).
No comments:
Post a Comment