Empat Upaya Terpadu Perbaikan Permasalahan Besar HMI - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Wednesday 29 May 2019

Empat Upaya Terpadu Perbaikan Permasalahan Besar HMI


YakusaBlog- Untuk memberi jawaban terhadap permasalahan besar yang dihadapi HMI saat ini, Muhammad Yahya Zaini, mantan Ketua Umum PB HMI periode 1992-1995, mengemukakan 4 upaya terpadu untuk mempertajam visi dan misi HMI. Tawaran tersebut dikemukakannya menjelang Kongres ke-20 HMI di Surabaya tahun 1995. Tawaran tersebut adalah:
Revitalisasi
Dalam revitalisasi tidaklah berarti bahwa HMI telah kehilangan inti daya energi, vitalitas eksistensi, visi dan misinya, melainkan justru merupakan perwujudan dari tekad secara sadar dan bertanggungjawab, disertai oleh keyakinan yang mendasar untuk terus melanjutkan pilihan sejarahnya sesuai dengan cita dan tujuan organisasi.
Melakukan upaya revitalisasi berarti meyakini dan menyadari sedalam-dalamnya bahwa keluarga besar HMI secara bersama-sama mengemban tugas luhur dan mulia untuk mengaktualisasikan eksistensi, visi dan misi HMI. Tugas mulia dan luhur ini dibentuk oleh inti daya hidup yang membentuk jati diri HMI sebagai kader dari organisasi, dengan ciri keislaman, keindonesiaan, dan kemahasiswaan.
Hal ini hanya bisa dilakukan dengan upaya terus memperkukuh kualitas komitmen kreatif HMI kepada nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Ini merupakan kunci jawaban yang sangat mendasar, tentunya karena HMI sebagai organisasi telah merasakan, mengalami, dan bahkan telah diuji oleh sejarah, sehingga HMI menjadi semakin yakin bahwa dalam suatu masyarakat Indonesia yang pluralistik, maka harmonisasi komitmen keislaman dan keindonesiaan adalah merupakan pilihan terbaik organisasi.
Tanpa proses revitalisasi terhadap eksistensi, visi, doktrin, dan misi HMI secara sadar dan bertanggungjawab, perjalanan HMI di masa mendatang akan menjadi surut dan bahkan lumpuh, karena ketiadaan energi vitalisasi yang membentuk serta menopang gerak hidup dan kehidupan HMI. Tanpa komitmen yang utuh dan padu, terhadap nilai keislaman dan keindonesiaan, maka punahlah keberadaan HMI.


Kesadaran bahwa upaya revitalisasi terhadap eksistensi, visi, doktrin dan misi HMI tersebut, akan membawa HMI ke arah proses refleksi yang kritis dan kreatif. Proses ini kemudian sangat diperlukan guna memberikan kualitas basis pemecahan persoalan secara lebih kuat dan akomodatif dalam lingkup pemikiran dan wawasan yang utuh, padu dan komprehensif.
Reaktualisasi
Sebagaimana halnya dengan revitalisasi, maka upaya reaktualisasi tidak berarti bahwa HMI telah tidak mampu lagi mengaktualisasikan eksistensi, visi, doktrin dan misi HMI dalam rangka pencapaian cita-cita dan tujuan organisasi.
Reaktualisasi dalam hal ini dipahami sebagai upaya melanjutkan, mendinamisasikan dan menumbuhkembangkan penghayatan dan pengalaman HMI terhadap nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, secara utuh, padu, harmonis, dan menyeluruh. Reaktualisasi menuntut dimilikinya suatu kemampuan yang mumpuni dalam melakukan interpretasi dinamis dan kreatif secara terus menerus atas jati diri HMI, sebagai bagian dari upaya melanjutkan kelangsungan hidup organisasi.
Melalui reaktulisasi inilah HMI berupaya menjaga kelangsungan eksistensi, visi, idealisme dan misi organisasi, dan sekaligus berupaya meningkatkan peran, kualitas, harkat, martabat, dan citra HMI dalam arus perubahan zaman. Karena itulah, interaksi yang positif, kreatif, dinamis, dan inovatif harus pula dilaksanakan secara sistematik dan konsisten, di dalam semangat kebersamaan yang utuh terpadu dan menyeluruh.
Tanpa adanya proses aktualisasi dan reaktualisasi di dalam kehidupan organisasi, maka niscaya akan terjadi kelambanan dan bahkan mungkin kemandekan eksistensi. Akibatnya HMI tidak akan mampu melahirkan kreasi baru serta memberikan respon baru kepada kebutuhan dan tantangan perjuangan yang terus menerus berubah.
Ini artinya daya energi vitalisasi HMI akan kehilangan makna dan kekuatannya. Dan adalah suatu imperatif yang logis dan konsekuen, bahwa aktualisasi dan reaktualisasi ini harus bermuara kepada upaya untuk menciptakan tata kehidupan organisasi yang Islamis, emansipatif, egaliter, dan demokratis. Dalam perspektif ini maka adanya tuntutan untuk mengkaji kembali NDP, dan sistem perkaderan HMI, seyogyanya disambut baik oleh segenap warga HMI dengan upaya-upaya intelektual dan konsepsional yang bisa dipertanggungjawabkan.
Refungsionalisasi
Refungsionalisasi tidak berarti bahwa saat ini telah terjadi kerusakan terhadap sistem ataupun mandeknya gerakan HMI yang disebabkan oleh struktur organisasi telah mengalami disfungsional secara total. Upaya refungsionalisasi dalam hal ini dimaksudkan sebagai keharusan kreatif dan terus menerus guna mengembangkan struktur dan fungsi-fungsi organisasi, untuk mendukung dan menopang proses aktualisasi dan reaktualisasi sistem kehidupan organisasi di semua aspeknya dalam rangka pengembangan peran dan fungsi organisasi itu sendiri.
Berbicara tentang fungsionalisasi dan refungsionalisasi struktur ini, sebenarnya kita sedang memperbincangkan sistem organisasi secara keseluruhan. Dalam hal ini yang berkenan dengan pola dasar, di mana pasal-pasal yang terdapat di dalam AD/ART serta pedoman himpunan lainnya, telah cukup memberikan acuan mengenai bangunan struktur serta fungsi-fungsi dalam organisasi HMI.
Dengan demikian, untuk memberikan nafas baru atau daya gerak baru agar daya gerak organisasi ini bisa luwes, adaptif, dan antisipatif terhadap perubahan yang sedang berkembang maka upaya refungsionalisasi merupakan suatu langkah strategis. Karena upaya ini pada intinya ingin mengembalikan dan mengembangkan lebih lanjut fungsi-fungsi organisasi, yang karena pengaruh ruang dan waktu mengalami bias atau distorsi dalam implementasinya.
Adanya gugatan terhadap kurang berfungsinya lembaga-lembaga kekaryaan, terjadinya penyimpangan fungsi-fungsi organisasi dari level teratas sampai ke bawah, sehingga tidak memunculkan gerak organisasi yang sinergik dan sistematik. Benturan visi dan kepentingan antar level organisasi, misalnya terjadinya konflik Komisariat dengan Cabang, Cabang dengan Badko, atau Badko dengan PB HMI, karena kaburnya fungsi antar tingkatan tersebut, merupakan isyarat bahwa upaya refungsionalisasi organisasi dalam berbagai tingkatan merupakan suatu keniscayaan.
Karena tanpa upaya refungsionalisasi ini, berarti kita tetap membiarkan terjadinya praktek-praktek disfungsional para aparat HMI pada berbagai level, yang akan berakibat terjadinya disorientasi dan penyimpangan terhadap eksistensi visi dan misi organisasi HMI secara keseluruhan.
Restrukturisasi
Eksistensi manusia di dalam perjalanan sejarah selalu diwarnai pergumulan dan perjuangannya menghadapi perubahan alam dan zaman. Dalam perspektif ini, manusia senantiasa secara kreatif menciptakan struktur dan fungsi-fungsi tertentu, sehingga dengan demikian eksistensinya dapat tumbuh dan berkembang dalam suatu sistem yang organik.
Di sini struktur dan fungsi tersebut harus menjadi pendukung gerak dan proses dengan aktualisasi yang selalu berkembang dan berubah. Kadang-kadang sistem tetap dipertahankan, namun adakalanya harus disempurnakan dan diperbaharui. Kalau dibutuhkan, struktur dan fungsi dapat dirombak, agar ia lebih adaptif, antisipatif, dan dinamis dalam menjawab tantangan zaman.
Kondisi ini pun berlaku bagi HMI. Struktur organisasi yang digunakan selama ini, tidak ubahnya seperti organisasi politik. Fenomena yang terjadi seperti konflik dan friksi di kalangan pengurus, dominannya orientasi politik dan orientasi ke atas, adanya tuntutan terhadap pemekaran Badko-Badko HMI dengan otonomi yang lebih besar serta kurangnya popularitas dan wibawa struktur-struktur fungsional, semisal lembaga kekaryaan, sehingga pernah memunculkan gagasan untuk membentuk konsorsium, merupakan akibat konsekuensi dan masih berlakunya struktur organisasi yang sangat vertikal.
Fenomena ini identik dengan apa yang terjadi di organisasi politik. Boleh jadi, situasi inilah yang membuat HMI selalu berjalan di tempat tanpa bisa melakukan perubahan yang signifikan. Pada titik ini harus muncul keberanian melakukan langkah restrukturisasi terhadap seluruh komponen sistem organisasi HMI. Karena bercermin dari kondisi di atas, secara jujur harus diakui bahwa struktur organisasi HMI belumlah mencerminkan struktur organisasi kader yang ideal.
Upaya pencarian model dan sistem organisasi yang lebih relevan dengan fungsi organisasi HMI sebagai organisasi kader kini terasa semakin mendesak dan membutuhkan semangat dan tekad yang sungguh-sungguh. Munculnya konsep model organisasi matriks, umpamanya, bisa kita jadikan alat banding terhadap model dan struktur organisasi yang kita kenal selama ini, seperti struktur organisasi garis, fungsional, garis dan fungsional ataupun garis dan staf.
Pilihan terhadap struktur organisasi yang paling relevan dengan fungsi organisasi HMI, orientasi dan pola interaksi kader HMI di masa yang akan datang. Gagasan restrukturisasi organisasi ini tidak dimaksudkan untuk merombak secara total sehingga sama sekali baru, akan tetapi lebih dimaksudkan untuk melakukan penyesuaian struktural tanpa menghilangkan identitas, jati diri dan citra HMI.
Demikianlah gambaran singkat tentang empat budaya terpadu yang mesti dilakukan HMI dalam rangka menumbuhkembangkan eksistensi, visi, dan misi HMI di tengah-tengah dinamika kehidupan mahasiswa, pemuda, masyarakat dan bangsanya. Paparan di atas jelas terlihat eratnya hubungan antara pengembangan eksistensi, visi dan misi HMI dengan upaya revitalisasi, raktualisasi, refungsionalisasi, dan restrukturisasi organisasi yang harus dilakukan secara terus menerus tanpa henti. (Buletin Oponi, Kongres News, Edisi Minggu Pertama November 1994, diterbitkan PB HMI).[]

Catatan: Tulisan di atas disadur dari Buku 44 Indikator Kemunduran HMI, karya Agussalim Sitompul, Hal: 138-144, dengan sub judul tulisan Ketiga, Empat Upaya Terpadu dari Muhammad Yahya Zaini.
Ket.gbr: Ilustration
Sbr.gbr: https://mediaindonesia.com/

No comments:

Post a Comment