YakusaBlog- Februari adalah bulan suka cita
bagi seluruh kader HMI di Nusantara. Betapa tidak, bulan ini dirayakan dengan
momen refleksi atas perjuangan Ayahanda Lafran Pane dan kawan-kawannya
mendirikan organisasi Hijau-Hitam pada 5 Februari 1947. Kini, 5 Februari pun diperingati
penuh gegap gempita setiap tahunnya.
Perayaan Milad yang ke-72 tahun ini
(5 Februari 2019) dan 9 Windu HMI berkiprah di perhelatan peradaban Indonesia,
sedikit menuai kontroversi ditubuh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB
HMI). Setelah perdebatan (retorika) panjang antar pengurus dan berujung pada
permasalahan amoral dan reshuffle
tanpa mekanisme organisasi (menurut pihak yang berada dibalik alasan ini).
HMI telah melewati beragam fase untuk
tumbuh dan berkembang menjadi avant garde perubahan, pertarungan ideologis,
kekuasaan dengan independensi telah begitu kental demi merebut asa perjuangan
mencapai masyarakat adil makmur yang diridhai Allah Subhanahu wata'ala
(sesuai AD Pasal 4).
Baca juga Cerpen: Maaf Kanda, Aku Tak Bisa Jadi Timses!
Semangat perkaderan begitu kental
(AD HMI Pasal 8) membuat organisasi lain cemburu pada kemolekan sistem
perkaderan di organisasi ini, sehingga tidak sedikit orang yang ingin mencuri
dan mendalami resep dapur eksistensi HMI hingga saat ini. Tak pelak, banyak
anak bangsa yang lahir dan besar dari rahim perkaderan dan itu merupakan
magnum opus peradaban yang diciptakan HMI.
Karena perkaderan inilah HMI mampu
bertahan melintas zaman. HMI bukan organisasi bersistem monarki, kapital dan
HMI ditinggal sesepuhnya tanpa secarik kertas wasiat, tanpa menentukan ahli
waris biologis melainkan ahli waris ideologis yang pantas untuk membawa kemana
arah HMI di masa yang akan datang, tanpa ada yang berani memvonis sebagai
pemilik sah (ahli waris).
In Memorian Kongres XVI di Kota
Padang
Pada tahun 1986 digelar Kongres HMI
ke XVI di Kota Padang. Merupakan kongres yang mengiris hati dan menyisakan luka
yang mendalam bagi perjuangan HMI. Perjuangan panjang yang melelahkan itu
berakhir dengan lahirnya istilah HMI Dipo dan HMI MPO. Seiring berjalannnya
waktu, kesempatan ishlah sudah di depan mata, toh sudah sama-sama berazaskan
Islam, namun apa hendak dikata semua kader di kedua belah pihak sama-sama
mempertahankan antara idealism atau egoisme masing-masing.
Fragmentasi pemikiran kader HMI
antara keseimbangan aspek keindonesian, keislaman dan kemahasiswaan memang
tidak dapat disamakan dalam menafsirkannya sebagai cara pandang menyelesaikan
persoalan.
Perjalanan ini menghantarkan pada
kedewasaan berorganisasi, dari Kongres ke Kongres hingga percaturan politik
ikut nimbrung dalam mekanisme pemilihan Ketua Umum PB HMI, beragam cara
kandidat untuk memperoleh kursi empuk tersebut (empuk; relasi dengan alumni
yang aktif di birokrasi).
Bagaimana Sekarang?
Telah disinggung di atas, mengenai
siapa Ketua Umum PB HMI sekarang? Apakah masih R. Saddam Al Jihad atau sudah
sesuainya PJ Ketum PB HMI Arya Kharisma Hardy? Pertanyaan ini mungkin terkesan
seperti lelucon bagi Kakanda dan Yunda yang sedang berjuang di kota
metropolitan Jakarta. Maklum, semua kubu memiliki beragam argumentasi untuk
meyakinkan junior yang bertanya seperti ini, patutkah Kakanda dan Yunda
meyakinkan dengan argumentasi? Perhatikanlah konstitusi!
Baca juga Cerpen: HMI-Wan Yang Tampan dan Menawan
Kami tidak mengetahui adanya Conflict of interrest antar sesama
pengurus di sana. Yang kami ketahui di pengunjung negeri ini adalah adanya
kisruh pada kasus asusila yang menimpa salah satu Ketua Umum dan adanya reshuffle kepengurusan yang tidak sesuai
dengan mekanisme organisasi, sehingga ia didepak dari jabatan tersebut
berdasarkan hasil rapat Majelis Pengawas dan Konsultasi (MPK) PB HMI pada 10 Januari
2019, kemudian untuk mengisi kepemimpinan berdasarkan musyawarah mufakat yang
diselenggarakan di sekretariat PB HMI, Jalan Sultan Agung Nomor 25 A, Jakarta
Selatan diangkatlah salah satu kader untuk mengemban amanah sebagai Penjabat (PJ)
Ketua Umum PB HMI.
Kami, khususnya penulis, selaku
kader yang masih berjibaku di komisariat selalu terngiang dalam benak
pemikiran, memang kami selalu ditawarkan dengan jawaban oleh senior yang tidak punya
kubu (kepentingan), "Berproseslah tanpa terlibat dalam pusaran konflik
senior." Kata mereka. Namun jawaban itu tidak puas sebagai jawaban kritis
dari sesama kader.
Mungkinkah kita tidak punya Imam
(dalam artian kata seorang pemimpin) yang jelas? Sedang pemimpin (imam) adalah
hal yang mutlak diperlukan dalam beragama, bernegara, dan berorganisasi. Semoga
ini bukan berita buruk bagi perkaderan HMI setelah Kongres XVI di Kota Padang
dan tidak terulang lagi menjadi fragmentasi baru yang berseteru, mungkin inilah
cikal bakal karakter kader HMI untuk bersatu dalam dinamika yang berkembang.
Baca juga: Merawat Kapal Tua
Malulah pada Ayahanda Lafran Pane
yang sudah mendapatkan kehormatan sebagai Pahlawan Nasional, dan jika memang
kalian tak mampu membawa Kapal ini untuk berlayar, segeralah berbalik arah
menjemput daratan, masih banyak yang pantas untuk menahkodai dan mencintai HMI
dengan cara yang lebih baik.[]
Penulis: Mahzal Abdullah
Kader HMI Cabang Sigli-Badko HMI
Aceh
Ket.gbr: Ilustration
No comments:
Post a Comment