YakusaBlog- Ajaran Islam lewat tuntunan hadist Muhammad Rasulullah Saw. mengingatkan
kepada kita, ummatnya supaya tidak bernafsu meminta kekuasaan atau jabatan
dalam suatu pekerjaan atau lembaga. Di awal ini perlu saya tegaskan bahwa bukan
berarti Islam tidak membolehkan mengemban suatu kekuasaan atau jabatan. Kekuasaan
atau jabatan itu sangat perlu karena itu adalah amanah sebagai khalifah fil ardh untuk dipergunakan
bagi kemaslahatan ummat manusia.
“Setiap
kalian adalah pemimpin, maka ia akan diminta pertanggungjawaban
kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)
Baca juga: Mengapa Perlu Membatasi Kekuasaan Negara?
Pelarangan meminta kekuasaan atau jabatan dapat kita ketahui dalam hadits
berikut:
Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Samurah ra, ia berkata, “Nabi Saw. bersabda, ‘Wahai Abddurruhman bin
Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan, karena sesungguhnya engkau jika
diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan
kekuasaan tersebut. Dan jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau
akan ditolong dalam menjalankannya.” (HR. Bukhari)
Dalam kitab Al-Lu’lu wal Marjan Fima
Ittafaqa ‘Alaihi Asy-Syakhani Al-Bukhari Wa Muslim (Kumpulan Hadits Shahih
Bukhari Muslim-edisi Bahasa Indonesia)
yang ditulis oleh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, ia menjelaskan terkait hadist
tersebut mengatakan bahwa, jika diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan
dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut; karena kekuasaan atau jabatan
itu adalah perkara yang berat, yang tidak dapat memikulnya kecuali hanya
orang-orang tertentu saja. Oleh karena itu, janganlah engkau meminta kekuasaan
hanya untuk menjadi orang terpandang. Karena jika engkau memintanya, engkau
akan dibiarkan menjalankannya sendiri tanpa ditolong oleh Allah. Pada saat itu,
seseorang tidak cukup layak untuk menjadi pemimpin atau mendapat kekuasaan, karena
itu ia tidak bisa dipilih atau diangkat menjadi pemimpin.
Berdasarkan hadist di atas dan atas penjelasan Muhammad Fu’ad Abdul Baqi
dapat kita tarik suatu pelajaran yang harus diamalkan mengapa kita tidak boleh
bernafsu mengejar kekuasaan atau jabatan sehingga sampai meminta-minta supaya diberi
jabatan, walau cara-caranya berbeda. Ada dengan cara melobi-lobi, menyogok atau
menyuap dan dengan cara yang lain.
Fenomena saat ini, dalam dunia pekerjaan di negara kita, baik dalam
instansi negara (pemerintahan) maupun instansi swasta (non-pemerintahan) budaya
meminta-minta jabatan dengan berbagai cara sangat menggejala, sehingga
mengakibatkan ketidak sesuai jabatan dengan apa yang dilakukan. Sehingga kita
menemukan adanya seorang kepala atau yang mempunyai jabatan strategis dalam
suatu pekerjaan tidak sesuai pekerjaannya dengan jabatannya. Banyaknya pejabat-pejabat
di negara kita ini, mulai dari tingkat daerah sampai ke pusat terjerat kasus
suap, korupsi, melakukan pungutan liar (pungli), sindikat perselingkuhan dan
penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan, serta hal-hal lain yang merugikan orang
banyak.
Penempatan seseorang dalam suatu jabatan atau kekuasaan belum berasaskan
profesionalisme. Sering kita temukan seseorang mendapatkan jabatan strategis di
dalam suatu instansi (baik negeri maupun swasta) dan juga di suatu organisasi
karena asas kelompok, saudara, keluarga, dan hal-hal nepotisme lainnya. Dan yang
lebih parah lagi karena meminta jabatan dengan menyuap. Sungguh ini sangat
diantisipasi oleh ajaran Islam, dengan secara tidak langsung hadits yang kita
tuliskan di atas tadi demikian menerangkan.[]
Penulis: Noname
Uktuk apalah arti sebuah nama, jika tanpa
karya.
Ket. gbr: Net/Ilustrasi
Sumber gbr: http://news.liputan6.com/
No comments:
Post a Comment