Mengapa Islam Melarang Meminta Kekuasaan? - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Wednesday 6 December 2017

Mengapa Islam Melarang Meminta Kekuasaan?

YakusaBlog- Ajaran Islam lewat tuntunan hadist Muhammad Rasulullah Saw. mengingatkan kepada kita, ummatnya supaya tidak bernafsu meminta kekuasaan atau jabatan dalam suatu pekerjaan atau lembaga. Di awal ini perlu saya tegaskan bahwa bukan berarti Islam tidak membolehkan mengemban suatu kekuasaan atau jabatan. Kekuasaan atau jabatan itu sangat perlu karena itu adalah amanah sebagai khalifah fil ardh untuk dipergunakan bagi kemaslahatan ummat manusia.
“Setiap kalian adalah pemimpin, maka ia akan diminta pertanggungjawaban kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)
Pelarangan meminta kekuasaan atau jabatan dapat kita ketahui dalam hadits berikut:
Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Samurah ra, ia berkata, “Nabi Saw. bersabda, ‘Wahai Abddurruhman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan, karena sesungguhnya engkau jika diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut. Dan jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong dalam menjalankannya.” (HR. Bukhari)
Dalam kitab Al-Lu’lu wal Marjan Fima Ittafaqa ‘Alaihi Asy-Syakhani Al-Bukhari Wa Muslim (Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim-edisi Bahasa Indonesia) yang ditulis oleh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, ia menjelaskan terkait hadist tersebut mengatakan bahwa, jika diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut; karena kekuasaan atau jabatan itu adalah perkara yang berat, yang tidak dapat memikulnya kecuali hanya orang-orang tertentu saja. Oleh karena itu, janganlah engkau meminta kekuasaan hanya untuk menjadi orang terpandang. Karena jika engkau memintanya, engkau akan dibiarkan menjalankannya sendiri tanpa ditolong oleh Allah. Pada saat itu, seseorang tidak cukup layak untuk menjadi pemimpin atau mendapat kekuasaan, karena itu ia tidak bisa dipilih atau diangkat menjadi pemimpin.
Berdasarkan hadist di atas dan atas penjelasan Muhammad Fu’ad Abdul Baqi dapat kita tarik suatu pelajaran yang harus diamalkan mengapa kita tidak boleh bernafsu mengejar kekuasaan atau jabatan sehingga sampai meminta-minta supaya diberi jabatan, walau cara-caranya berbeda. Ada dengan cara melobi-lobi, menyogok atau menyuap dan dengan cara yang lain.
Fenomena saat ini, dalam dunia pekerjaan di negara kita, baik dalam instansi negara (pemerintahan) maupun instansi swasta (non-pemerintahan) budaya meminta-minta jabatan dengan berbagai cara sangat menggejala, sehingga mengakibatkan ketidak sesuai jabatan dengan apa yang dilakukan. Sehingga kita menemukan adanya seorang kepala atau yang mempunyai jabatan strategis dalam suatu pekerjaan tidak sesuai pekerjaannya dengan jabatannya. Banyaknya pejabat-pejabat di negara kita ini, mulai dari tingkat daerah sampai ke pusat terjerat kasus suap, korupsi, melakukan pungutan liar (pungli), sindikat perselingkuhan dan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan, serta hal-hal lain yang merugikan orang banyak.
Penempatan seseorang dalam suatu jabatan atau kekuasaan belum berasaskan profesionalisme. Sering kita temukan seseorang mendapatkan jabatan strategis di dalam suatu instansi (baik negeri maupun swasta) dan juga di suatu organisasi karena asas kelompok, saudara, keluarga, dan hal-hal nepotisme lainnya. Dan yang lebih parah lagi karena meminta jabatan dengan menyuap. Sungguh ini sangat diantisipasi oleh ajaran Islam, dengan secara tidak langsung hadits yang kita tuliskan di atas tadi demikian menerangkan.[]

Penulis: Noname

Uktuk apalah arti sebuah nama, jika tanpa karya.

Ket. gbr: Net/Ilustrasi
Sumber gbr: http://news.liputan6.com/

No comments:

Post a Comment