YakusaBlog- Islam artinya pasrah sepenuhnya (kepada
Allah), sikap yang menjadi inti ajaran agama yang benar di sisi Allah. Karena itu,
semua agama yang benar disebut Islam.
Begitulah, Kitab Suci (Al-Qur’an) mengatakan bahwa Nabi Nuh mengajarkan Islam
(QS. Yunus: 72). Nabi Ibrahim pun membawa ajaran Islam, dan mewasiatkan ajaran
itu kepada anak keturuannya, termasuk kepada anak turunan Ya’qub atau Isra’il
(QS. Al-Baqarah: 130-132). Di antara anak Ya’qub itu ialah Yusuf, yang berdo’a
kepada Allah agar kelak mati sebagai seorang Muslim (seorang “yang ber-Islam”) (QS. Yusuf: 101).
Kitab Suci juga menuturkan bahwa para ahli
sihir Mesir yang semula mendukung Fir’aun tapi akhirnya ikut dengan Nabi Musa
juga berdo’a kepada Allah agar kelak mati sebagai orang-orang yang Muslim (QS.
Al-A’raf: 126). Lalu Ratu Balqis dari Yaman, Arabia Selatan, yang ditaklukkan
Nabi Sulaiman juga akhirnya tunduk dan patuh kepada Nabi Sulaiman itu dan
menyatakan bahwa dia bersama Sulaiman pasrah sempurna atau Islam kepada Tuhan
Seru sekalian alam (QS. An-Naml: 44).
Dan semua para Nabi dari Bani Isra’il (anak
turunan Nabi Ya’qub) ditegaskan dalam Kitab Suci sebagai orang-orang yang
menjalankan Islam kepada Allah (QS.
Al-Ma’idah: 44). Lalu Isa al-Masih juga mendidik para pengikutnya (al-Hawariyyun) sehingga mereka menjadi
orang-orang Muslim, pasrah kepada Allah (QS. Ali-Imran:52-53 dan Al-Ma’idah:
111).
Karena itu para ulama klasik, seperti Ibn
Taymiyah, misalnya menegaskan bahwa, agama semua Nabi adalah sam dan satu,
yaitu Islam, meskipun syari’atnya berbeda-beda sesuai dengan zaman dan tempat
khusus masing-masing Nabi itu.
Baca juga: Cara-Cara Mengenal Allah
Kata Ibn Taymiyyah, “Oleh karena asal-usul
agama tidak lain ialah Islam, yaitu agama pasrah (kepada Tuhan) itu satu,
meskipun syari’atnya bermacam-macam, maka Nabi Saw bersabda dalam sebuah hadits shahih: ‘Sesungguhnya kami
golongan para Nabi, agama kami adalah satu (sama).’” Para Nabi itu bersaudara
satu ayah lain ibu, jadi agama mereka adalah satu. Yaitu ajaran beribadah hanya
kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang tiada padanan bagi-Nya.” (Ibn Taymiyyah,
Iqtidla al-Shirath al-Mustaqim, Hal:
455-456).
Jadi suatu agama, seperti agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad (yang memang secara sadar dari semula disebut agama sikap
pasrah sempurna kepada Allah atau al-Islam),
adalah tidak unik (dalam arti, tidak berdiri sendiri dan terpisah). Dia berada
dalam garis kelanjutan dengan agama-agama lain. Hanya saja, seperti halnya
dengan semua yang hidup dan tumbuh, agama itu pun, dalam perjalanan sejarahnya,
juga berkembang dan tumbuh, sehingga akhirnya mencapai kesempurnaan dalam agama
Nabi Muhammad, Rasul Allah yang penghabisan, yang tiada lagi Rasul sesudah
beliau.
Maka, seperti kata Ibn Rusyd dalam bagian
terakhir kitabnya, Tahafut al-Tahafut,
meskipun pada esensinya agama itu semua sama, namun manusia pada zaman tertentu
mempunyai kewajiban moral untuk memilih tingkat perkembangannya yang paling
akhir saat itu. Dan perkembangannya yang terakhir agama-agama itu ialah agama
Nabi Muhammad. Namun tetap, dalam kesadaran akan kesatuan asal agama-agama,
kita diwajibkan beriman kepada semua Nabi, tanpa membeda-bedakan antara mereka,
dan pasrah hanya kepada Allah Swt. (QS. Al-Baqarah: 136).[]
Sumber:
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju
Tuhan, Paramadian, Jakarta Selatan, 2002, hal: 2-3.
Ket.gbr: Net/Ilustrasi
Sumber gbr: https://www.deviantart.com/
No comments:
Post a Comment