Keadilan Sebagai Sunnatullah - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Sunday, 17 December 2017

Keadilan Sebagai Sunnatullah


YakusaBlog-Pembicaraan tentang keadilan sebagai sunnatullah ini berkaitan dengan tulisan tentang keadilan sebagai hukum kosmos. Dengan menggunakan istilah sunnatullah (sunnat Allah) dari Kitab Suci (Al-Qur’an), tekanan pembicaraan kita ialah kaitan keadilan dengan hukum Allah untuk sejarah. Dan sejarah itu tidak lain ialah perjalanan hidup kelompok manusia dalam bermasyarakat dan bernegara.
Kitab Suci menyebutkan bahwa sejarah itu dikuasai oleh hukum Allah (sunnatullah) yang tetap dan pasti, kemudian kita diperintahkan untuk menarik pelajaran dari padanya dengan meneliti sejarah bangsa-bangsa masa lalu di muka bumi ini. (lihat QS. Fathir:43).
Dalam jargon modern, ilmu pengetahuan tentang manusia seperti antropologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu sejarah, humaniora dan lain-lain, sering disebut soft secience (ilmu yang tidak begitu pasti). Ini semua sebenarnya hanyalah kesan. Karena variabel tentang kehidupan menusia itu begitu banyaknya maka sulit sekali atau mustahil kita kuasai seluruhnya. Maka setiap usaha membuat kesimpulan selalu terancam tidak mencocoki kenyataan. Ini menimbulkan kesan keliru, seakan-akan hukum sejarah itu tidak atau kurang pasti. Sedangkan variabel tentang benda atau materi relatif terbatas, sehingga relatif lebih mudah dikuasai, dan lebih mudah pula membuat kesimpulan yang mencekoki kenyataan, sehingga mengesankan kepastian.
Mungkin disebabkan adanya kenyataan yang berbeda tentang alam kesejarahan dan alam kebendaan itu maka Kitab Suci juga menggunakan dua istilah yang berbeda untuk hukum yang menguasai masing-masing. Untuk hukum sejarah telah kita sebutkan digunakan istilah takdir (yang maknanya cukup berbeda dari perkataan “takdir” dalam ucapan sehari-hari kita).
Namun, sesungguhnya tidak berarti bahwa hukum yang menguasai sejarah itu tidak atau kurang pasti. Firman Allah menegaskan: “Begitula sunnatullah bagi mereka (umat manusia) yang telah lewat sebelumnya (dalam sejarah). Dan keputusan (hukum) Allah itu adalah suatu kepastian yang sepasti-pastinya.” (QS. Al-Ahzab: 38)
Terkait dengan kepastian sunnatullah itu ialah bahwa dia obyektif dan tidak berubah (immutable). Disebut obyektif karena, dia ada tanpa tergantung kepada pikiran atau kehendak manusia. Dan disebut tidak akan berubah karena dia berlaku selama-lamanya tanpa interupsi atau koneksi kepada seseorang. Maka siapapu yang memahami dan mengikutinya akan beruntung, dan siapapun yang melanggarnya, meski karena tidak tahu akan merugi. Analoginya ialah dengan hukum alam, seperti panasnya apa: dia berlaku tanpa peduli siapa yang mengikuti atau melanggar.
Maka demikian pula dengan keadilan. Suatu keadilan itu adalah sebagai sunnatullah yang pasti, obyektif, dan tidak akan berubah, siapa saja yang menegakkan keadilan akan jaya, dan siapa saja yang melanggarnya akan binasa. Inilah hakikat makna ungkapan bijaksana dari Ali Ibn Abi Thalib, yang banyak dikutip para ulama klasik: “Sesungguhnya Allah akan menegakkan negeri yang adil meskipun kafir, dan tidak akan menegakkan negeri yang zhalim meskipun Islam.” (Ibn Taymiyyah dalam risalahnya, al-‘Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar, hal: 40).[]


Sumber: Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Paramadian, Jakarta Selatan, 2002, hal: 42-43.

Ket.gbr: Net/Ilustrasi
Sumber gbr: https://www.tebyan.net/

No comments:

Post a Comment