YakusaBlog- Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2014 yang
lewat, kita tentu masih ingat, para calon-calon anggota legislatif dari
berbagai partai politik, berlomba-lomba merayu dan mendekati hati rakyat. Mereka
berpura-pura mendekati rakyat dengan janji ini dan janji itu. Terkadang saya
tertawa melihat slogan-slogannya yang terpampang di mana-mana. Dalam kampanye-kampanye
mereka, rakyat begitu dirajakan, akan tetapi paska pemilihan dan dinyatakan
duduk (menang), apa yang terjadi?
Apa yang diprediksikan benar, bahwa mereka
yang menjadi anggota legislatif, yang lebih dikenal dengan sebutan DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat) lupa dengan janji-janji mereka kepada rakyat. Sangat kita
rasakan mulai dari awal hingga sekarang, mereka (anggota DPR) tidak menjadi
lembaga perwakilan rakyat yang sebenarnya. Mereka tidak berpihak kepada rakyat,
untuk kepentingan rakyat, malah mereka membagi-bagi (transaksional) kepentingan
yang menghasilkan keuntungan bagi mereka. Maka tidak jarang, kisruh sesama
mereka terjadi, sehingga mereka menjadi tontonan rakyatnya sendiri. Sungguh mereka
tak ada malu. Belum lagi Ketua DPR RI, sungguh sangat mencoreng marwah rakyat
sebagai pemberi amanah.
Baca juga: Politisi Tanpa Visi Ujung-Ujungnya KKN
Anggota DPR kita memang sedikit sekali
berjuang untuk kepentingan rakyat. Mereka dengan mudahnya melupakan janji-janji
sewaktu berkampanye kepada rakyat supaya memilihnya. Di Gedung Senayan, dengan
ruangan yang indah serta yang sejuk, kursi yang empuk, makanan yang enak, dan
fasilitas yang mewah, mereka lebih mementingkan kepentingan partainya dan
kepentingan kelompoknya (koalisi partai), daripada kepentingan rakyat. Mereka lebih
senang ribut seperti anak di persidangan, lebih suka nongkrong ditempat mewah,
liburan yang dibalut dengan bahasa studi banding. Mereka tidak memikirkan dan
tidak mau turun langsung mendatangi rakyat yang dagangannya digusur, tenaga
kerja yang dipecat, tenaga kerja suatu pabrik yang dikerjakan di rumah yang
belum ada jaminan kerjanya, tidak peduli dengan pendidikan yang sangat mahal
sekarang, pungutan liar ada di mana-mana, tarif listrik yang mahal, tarif air
yang mahal, dan banyak lainnya, yang membuat masyarakat kesulitan, tapi wakil
rakyat malah enak-enakan di gedung mewah.
Kondisi saat ini, di mana anggota DPR masih
memperkaya diri sendiri dan kelompok, maka dapat dijadikan pelajaran untuk
memilih wakil rakyat ke depannya yang memiliki kepedulian dan keberpihakan
terhadap rakyat, karena rakyatlah yang memberi amanah lewat suara dalam pemilu.
Dalam hal ini, untuk mencapai dan mendapatkan wakil rakyat yang ideal, bukan
wakil partai, menurut Saifullah AMM (2003), ada beberapa hal yang harus
dilakukan, yaitu:
Pertama, pendidikan
untuk pemilih (voters education)
harus dilakukan secara berkelanjutan. Pendidikan untuk pemilih adalah wahana
latihan bagi rakyat untuk secara konsisten melakukan pematangan nilai kritis,
rasional, dan bertanggungjawab. Rakyat akan kritisi bila haknya dilanggar oleh
orang lain, seperti anggota DPR saat ini yang tidak amanah. Rakyat akan selalu
menilai setiap perilaku anggota legislatif yang dipilihnya. Dari pendidikan
tersebut, diharapkan lahir para pemilih yang rasional dan kritis, tidak hanya
memilih calon anggota DPR seperti membeli kucing dalam karung. Tapai, pemilih
yang terdidik akan memilih calon anggota DPR yang memiliki integritas moral,
kepakaan sosial, memiliki kejujuran, penuh tanggungjawab dan dapat dipercaya.
Kedua, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) harus membuat aturan rekrutmen terhadap calon legislatif
yang dilakukan oleh partai politik, yakni aturan yang lebih mengikat calon
legislatif untuk lebih memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi kepada
keberpihakan rakyat kecil daripada partainya. Sehingga miskinnya dedikasi atau
keberpihakan kepada rakyat tidak terjadi lagi. Karena ada rule of game yang mengaturnya dalam rangka menghasilkan anggota
legislatif yang berkualitas secara moral dan cerdas-responsif.
Ketiga, rekrutmen
calon legislatif oleh partai politik. Partai politik dalam merekrut calon
legislatif seharusnya juga memakai scoring
yang tinggi bagi keberpihakan kepada rakyat dan kualitas moral yang tinggi. Untuk
mengukurnya secara empirik, dapat dilihat dari kehidupan dan kiprah sang calon
legislatif di masyarakat. Misalnya, dia sebelum-sebelumnya aktif dalam
memperjuangkan penguatan hak-hak rakyat.
Keempat, harus ada
kontrak sosial antara pemilih dan anggota legislatif yang jelas dan tegas dalam
rangka pemenuhan kepentingan rakyat. Kontrak sosial ini penting dilakukan
karena seringkali anggota legislatif ingkar janji terhadap pemilihnya (rakyat).
Untuk itulah, signifikansi harus dibentuk misalnya parliament watch yang mengawasi kinerja anggota-anggota legislatif
dalam menunaikan tugasnya demi kepentingan rakyat.
Baca juga: Macam-Macam Sistem Politik dan Ciri-Cirinya
Kiranya, para anggota DPR sekarang kembali
membuka matanya dan membuka telinganya untuk melihat dan mendengar apa yang
sedang dirasakan oleh rakyat. Seharusnya DPR mengutamakan kepentingan rakyat,
bukan kepentingan partai politik (parpol). Dan harapannya, kita sebagai rakyat,
jangan lagi memilih seperti mereka (anggota DPR saat ini) yang tidak peduli
kepada rakyat.[]
Penulis:
Ibnu Arsib
Mahasiswa
Fakultas Hukum UISU Medan
Ket.gbr: Animasi Gedung DPR RI
Sumber gbr: https://www.merdeka.com/
No comments:
Post a Comment