Beberapa Segi Mengenai Masalah Perang - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Monday, 18 December 2017

Beberapa Segi Mengenai Masalah Perang

YakusaBlog- “Apakah perang itu?” Demikian permulaan pembahasan yang harus kita bahas sebagai langkah awal membahas beberapa segi dari masalah perang. Clausewitz (Direktur Akademi Perang pada tahun 1818-1830) dalam bukunya yang berjudul Vom Krege dengan mengatakan: “Der Krieg ist ein Akt der Gewalt, um den Gegner zur Erfullung unseres Willens zu zwingen,” (Perang adalah tindakan kekerasan untuk memaksa musuh memenuhi kemauan kit). Memang segi yang paling kentara dalam perang ialah segi pemakaian kekerasan.
Akan tetapi, tidak  setiap bentuk pemakaian kekerasan merupakan peperangan. Polisi umpamanya mempergunakan juga kekerasan terhadap penjahat-penjahat, tetapi itu tidak berarti bahwa dengan itu telah lahir peperangan. Peperangan adalah permusuhan, artinya dalam suatu peperangan perasaan kebencian terhadap pihak yang menjadi musuh dan keinginan untuk memusnahkan musuh selalu memuncak. Tetapi tidak setiap permusuhan merupakan peperangan.
Peperangan adalah konflik atau pertikaian di antara dua masyarakat atau lebih. Akan tetapi juga, tidak setiap pertikaian antara dua masyarakat atau lebih merupakan peperangan. Sebetulnya dalam pergaulan antar bangsa dan antar negara selalu terdapat pertikaian-pertikaian yang besar atau yang kecil, tetapi adanya pertikaian saja belum berarti bahwa ada peperangan. Selain daripada itu, maka peperangan adalah suatu keadaan hukum antara dua negara yang memberikan keleluasaan bagi pemakaian kekerasan antara negara-negara itu.
Apa bila semua unsur-unsur tadi terdapat, yakni apabila pertama, ada pertikaian antara dua masyarakat. Kedua, ada perasaan permusuhan antara kedua masyarakat. Ketiga, kedua masyarakat itu tersusun dalam dua negara yang berdaulat dan apabila kedua negara itu menyatakan perang menurut hukum atau kelaziman yang berlaku.  Keempat, kedua pihak mempergunakan kekerasan secara teratur untuk menyelesaikan pertikaian antara mereka itu, maka kita melihat peperangan dalam bentuknya yang lengkap.
Peperangan dalam bentuknya yang lengkap mengandung unsur sosiologis, yakni unsur perkikaian atau konflik antara dua masyarakat. Mengandung unsur psikologis, yakni unsur perasaan permusuhan antara dua golongan. Unsur hukum, maksudnya adanya pernyataan perang antara dua pihak yang berdauat. Unsur militer, yakni pertarungan dengan alat bersenjata secara teratur.
Tidak selalu semua unsur-unsur tadi terdapat, atau kadang-kadang justru sala satu di antara unsur-unsur itulah yang menjadi objek pertikaian. Dalam sejarah kita umpamanya, maka kita menganggap diri kita berdaulat setelah Proklamasi kemerdekaan kita, sedangkan Belanda pada waktu itu masih tetap menganggap dirinya berdaulat atas Indonesia. Tetkala lahir konflik bersenjata mengenai soal kedaulatan ini, maka Belanda berkata bahwa antara kita dan mereka tidak ada peperangan, oleh karena mereka menganggap bahwa pertikaian bersenjata itu hanya satu soal dalam negeri saja dari Kerajaan Belanda, sedangkan kita menganggap pertikaian itu suatu peperangan antara kedua pihak yang berdaulat.
Dalam hal itu jelas ada pertikaian, ada permusuhan dan ada pula pemakaian kekerasan secara teratur antara dua masyarakat, sedangkan unsur hukum justru menjadi soal pertikaian. Sebaliknya, sebelum perjanjian perdamaian antara kita dan Kerajaan Jepang ditanda-tangani, maka tidak ada pertikaian bersenjata antara kita dan bangsa Jepang, sedangkan menurut hukum pada waktu itu kita masih berada dalam keadaan perang dengan Jepang. Juga dalam persoalan dalam negeri seperti kita ketahui kadang-kadang terdapat pemakaian kekerasan, terdapat rasa permusuhan, terdapat pertikaian, akan tetapi tidak terdapat unsur hukum, yakni tidak ada pertikaian antara kedua belah pihak yang berdaulat.
Oleh sebab itulah diadakan perbedaan antara perang dalam arti materiil, maksudnya apabila ada pertikaian, permusuhan dan pemakaian kekerasan secara teratur dan perang dalam arti formil, dalam arti hukum, yakni apabila antara dua pihak yang berdaulat terdapat keadaan perang. Seperti setelah kita lihat  tidak selalu keadaan perang dalam arti materiil itu disertai oleh keadaan perang dalam arti formil. Sedangkan sebaliknya tidak selalu perang dalam arti formil disertai oleh perang dalam arti materiil.
Sesudah Perang Dunia yang Kedua, maka batas yang dahulu dengan jelas dan tajam memisahkan keadaan perang dan damai dalam hubungan antara negara-negara, telah mejadi kabur dan samar-samar. Pertikaian dan permusuhan terdapat terus menerus antara negara-negara besar. Dalam bidang diplomasi, propaganda dan dalam bidang ekonomi, bahkan dengan jalan-jalan rahasia atau dibawah tanah maka negara-negara yang besar itu terus menerus berusaha untuk merugikan lawannya. Beberapa kali telah timbul pemakaian kekerasan yang terbatas tempat dan tujuannya. Akan tetapi, dalam arti formil mereka hidup dalam keadaan damai. Keadaan inilah yang secara populer disebut perang dingin.
Mempelajari Peperangan
Peperangan dapat dipelajari dari segi pemakaian kekerasan, termasuk persiapan-persiapan untuk dapat mempergunakan kekerasaan, atau dengan singkat dari segi ilmu militer. Perang dapat dipelajari dari segi perasaan permusuhan dan dari segi kemauan untuk memusnahkan musuh atau dari segi psikologi. Perang dapat pula dipelajari dari segi pertikaian dalam kehidupan dan pergaulan antara dua masyarakat atau dari segi sosiologi. Selanjutnya, perang dapat pula dipelajari dari segi hukum.
Peperangan dapat dipelajari dengan berbagai tujuan. Perang dapat dipelajari dengan tujuan mencari jalan yang sebaik-baiknya untuk menghindarkan, atau apabila mungkin untuk menghapuskan peperangan. Dalam hal ini tentu kita pertama-tama teringat kepada segi psikologi, maksudnya bagaimana caranya untuk mendidik rakyat, khusus mendidik generasi yang akan datang, agar mereka jangan terlalu mudah dihinggapi dan diseret oleh perasaan permusuhan. Seperti dikatakan oleh Piagam UNESCO. Maka: It is in the minds of individuals that wars are made (Perang lahir dalam pikiran manusia).
Selain daripada itu, tentulah segi-segi kemasyarakatan dan segi-segi hukum perlu juga dipelajari untuk mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana caranya untuk menegakkan susunan politik, susunan ekonomi, susunan sosial, dan susunan hukum yang tidak memberikan kesempatan dan ruang bagi benih-benih kebencian dan pertentangan untuk berkembang menjadi peperangan. Akan tetapi juga, segi militer antara laian soal perlucutan persenjataan, penting juga untuk dipelajari dalam hubungan usaha untuk menghindarkan peperangan.
Peperangan juga dapat dipelajari dengan tujuan untuk mencarai cara-cara yang sebaik-baiknya guna mencapai kemenangan dalam peperangan. Dalam hal ini, kita pertama-tama teringat kepada ilmu militer. Tetapi oleh karena dalam mempersiapkan dan dalam menjalankan peperangan, semua kekuatan-kekauatan yang terdapat dalam negara dan masyarakat harus dipersiapkan dan dipergunakan sebaik-baiknya, maka psikologi, sosiologi, dan ilmu hukum tidak dapat diabaikan.
Selanjutnya, peperangan dapat dipelajari dengan tujuan untuk mengetahui dan untuk mengatasi akibat-akibat yang disebabkan oleh peperangan. Akibat-akibat ini terutama terletak dalam bidang psikologi dan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, baik segi-segi politik, sosial, ekonomi, moral, dan lain-lain.

Baca juga: Pemikiran Mengenai Perang Di Kalangan Pemikir-Pemikir Marxis
Pada tingkat yang lebih tinggi, bergeraklah pemikiran dari ahli-ahli falsafah mengenai pertanyaan apakah perang dapat dihindarkan atau tidak dan apakah perang merupakan hal yang baik atau tidak. Heraclitos, Hegel, Schopenheur dan Nietzsche beranggapan bahwa perang tidak dapat dihindarkan dan mereka milihat adanya segi-segi dan pengaruh-pengaruh yang baik dalam peperangan. Sebaliknya, Aquinas, Kant, Bentham, Spencer, dan Bertrand Russel berpendapat bahwa perang dapat dihindarkan dan mereka tidak melihat adanya segi-segi dan pengaruh-pengaruh yang baik dalam peperangan.[]


Sumber: Letnan Djenderal T.B. Simatupang, Pengantar Ilmu Perang di Indonesia, PT Kinta, Jakarta, 1968, hal: 70-72.

Sumber gbr: https://www.deviantart.com/

No comments:

Post a Comment