YakusaBlog- Perluasan pemikiran mengenai peperangan
datang juga dari pihak Karl Marx,
Friedrich Engels, dan pengikut-pengikut Marx. Mereka mempunyai perhatian
yang sangat besar pada soal-soal peperangan dan Engels banyak menulis tentang
soal-soal militer. Marx dan Engels mempelajari dengan teliti
pemberontakan-pemberontakan yang gagal pada tahun 1848 di Eropa, terutama di
Prancis dan mereka mencoba menarik pelajaran dan pengalaman dari
pemberontakan-pemberontakan yang gagal itu untuk merumuskan bagaimana
seharusnya disusun strategi dan taktik pemberontakan yang lebih tepat di masa
depan.
Dekan kata lain, mereka meletakkan
dasar-dasar untuk usaha-usaha mempelajari pemberontakan secara ilmiah, seperti
yang kemudian dikatakan oleh Lenin: “Insurrection
is an art much as war.” (Pemberontakan adalah suatu seni sama seperti
peperangan).
Baca juga: Beberapa Segi Mengenai Masalah Perang
Marx dan Engels mempelajari soal peperangan
sebagai bagian dari usaha mereka yang sangat luas untuk menyusun teori-teori
yang akan menjadi pedoman untuk bertindak bagi apa yang mereka sebut klas
proletar dengan tujuan untuk melahirkan masyarakat baru di seluruh dunia.
Dengan kata lain, mereka mempelajari peperangan sebagai bagian integral dari
ajaran mereka yang bersifat dinamis dan militan.
Selain daripada itu, maka Marx dan Engels
menekankan bahwa kekuatan militer dan cara-cara berperang itu terjalin dengan
keadaan dan tingkat dari suatu masyarakat umumnya, dengan keadaan politik,
dengan kemajuan teknik serta kemampuan produksinya. Engels menuliskan: “Sukses dalam bidang militer tergantung dari
produksi senjata-senjata, hal mana pada gilirannya tergantung dari produksi
pada umumnya. Pengaruh dari Panglima-Panglima yang besar terbatas pada
penyesuaian cara-cara berperang yang konvensionil kepada senjata-senjata baru
dan kepada situasi dari orang-orang yang bertempur.”
J.F.C. Fuller dalam bukunya A Military History of the Western World
jilid III (New York 1956) menulis bahwa, ada tiga orang yang bernama Karel
mempunyai pengaruh yang sangat besar atas pemikiran dalam abad ke-19 di Eropa
Barat, yakni Carl von Clausewitz dengan bukunya Vom Kriege (1832), Karl Marx dengan bukunya Manifesto Communis (1848), dan Charles Darwin dengan bukunya The Origin of Species (1859). Fuller pun
menuliskan: “All three were profets of
the mas-struggle in war, in social life and in biology.” (Ketiganya adalah
nabi-nabi perjuangan massa perang, dalam masyarakat, dan dalam bidang biologi).
Dalam bidang peperangan, pengikut-pengikut
Marx mula-mula memusatkan perhatian mereka pada cara-cara mempersiapkan dan
menjalankan pemberontakan. Dalam hubungan ini mereka memberikan perhatian yang
besar kepada cara-cara untuk menginfiltrasi, mendemoralisasi, mendesorganisasi
tentera dari pemerintah-pemerintah yang hendak mereka tumbangkan. (Baca: Stefan Possony: A Century of Conflict,
Communist Techniques or World Revolution. Chicago 1953).
Baik dalam bidang teori dan dalam organisasi,
maka Lenin pun menyempurnakan usaha-usaha dari pengikut-pengikut Marx dalam
soal pemberontakan dan revolusi. Demikianlah Lenin berhasil untuk merebut
kekuasaan di Rusia sesudah Perang Dunia Pertama berakhir. Sejak itu,
berkembanglah di Rusia pemikiran mengenai peperangan, dimana unsur-unsur
pikiran Clausewitz dipadukan dengan unsur-unsur pikiran Marx, Engels, dan
Lenin.
Engels telah menekankan bahwa pada tingkat
terakhir kemampuan berperang tidak ditentukan oleh keulungan dari
panglima-panglima saja, melainkan dari produksi senjata dan bahwa produksi
senjata itu tidaklah terlepas dari produksi umumnya. Oleh sebab itu, di samping
memperkembangkan “doktrin militer” yang bercorak khusus, maka Rusia membangun
industri-industri dasar dalam rencana-rencana lima tahunnya. Dalam
memperkembangkan kecakapan militernya, mereka tidak segan-segan untuk mengirim
perwira-perwira mereka belajar pada sekolah-sekolah militer di Jerman.
Di antara Perang Dunia Pertama dan Kedua,
umumnya orang di luar Rusia tidak banyak mengetahui dan tidak mempunyai
anggapan yang tinggi mengenai kekuatan militer dari Rusia. Perang Dunia
Kedualah yang membuka mata dunia terhadap perkembangan-perkembangan yang telah
terjdi di Rusia antara berakhirna Perang Dunia Pertama dan pecahnya Perang
Dunia Kedua.
Di Tiongkok (Cina), Mao Tse Tung
mengembangkan toeri-teori mengenai perang rakyat, dimana unsur-unsur pemikiran
Marx disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan perang revolusioner di Tiongkok
pada masa itu. Akan tetapi juga, pekikiran-pemikiran ini baru dikenal oleh
dunia secara luas sesudah Perang Dunia yang kedua. (Baca: Mao Tse Tung, Selected Works. Dalam buku ini banyak
membicarakan mengenai strategi perang dan strategi politik).[]
Sumber:
Letnan Djenderal T.B. Simatupang, Pengantar
Ilmu Perang di Indonesia, PT Kinta, Jakarta, 1968, hal: 60-61 dan hal:
63-64.
Sumber gbr: http://www.catatankaki.id/
No comments:
Post a Comment