Dua Sistem Pemberhentian Presiden dan atau Wapres - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Tuesday 12 December 2017

Dua Sistem Pemberhentian Presiden dan atau Wapres


YakusaBlog- Jika digali dari berbagai sumber konstitusi yang ada di dunia, secara teoritis cara penjatuhan Presiden dan atau Wakil Presiden (Wapres) menggunakan dua sistem, yaitu sistem impeachment dan sistem previlegiatum. Tentunya pemberhentian Presiden dan atau Wapres dikarenakan pelanggaran hukum berat yang disebutkan dalam konstitusi suatu negara.
Pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden dengan sistem impeachment dimaksudkan bahwa Presiden dan atau Wapres diberhentikan oleh lembaga politik yang mencerminkan wakil rakyat. Sistem ini dilakukan melalui penilaian dan keputusan politik dengan syarat-syarat dan mekanisme yang ketat. (Moh. Mahfud MD, 2011:143)
Jika kita melihat negara-negara yang menganut impeachment dapat kita temukan di Amerika Serikat, India, Italia, dan Jerman. Di Amerika Serikat, impeachment dilakukan oleh Congress. Di mana, House of Representative bertindak sebagai penuntut dan Senat sebagai pemutus. di India, tuntutan impeachment terhadap Presiden dapat diajukan oleh salah satu kamar Parliament (Raja Sabha atau Lok Sabha). Keputusan diambil oleh salah satu kamar yang tidak mengajukan tuntutan. Selanjutnya, di Italia, keputusan tuntutan impeachment ditetapkan dalam sidang gabungan parlemen (Chamber of Deputies dan Senat). (Bagir Manan, 1999: 108)
Sedangakan yang dimaksud dengan sistem previlegiatum adalah pemberhentian atau penjatuhan Presiden dan atau Wakil Presiden melalui suatu forum pengadilan khusus ketatanegaraan atas dasar pelanggaran hukum berat yang ditentukan di dalam suatu konstitusi yang dianut oleh suatu negara. (Moh. Mahfud MD, 2011:143)
Sistem Pemberhentian Presiden dan atau Wapres di Indonesia
Pemberhentian atau penjatuhan Presiden dan atau Wapres menurut Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen menganut sistem campuran. Artinya, sistem pemberhentian Presiden dan atau Wapres menganut sistem impeachment dan previligiatum.
Jika kita lihat pasal 7A dan 7B UUD 1945 hasil amandemen, pemberhentian atau penjatuhan Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) harus dimulai dari penilaian, usul dan keputusan politik dari Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini disebutkan sebagai sistem impeachment.
Kemudian, hasil putusan politik dari DPR (impeachment) dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk memerikasa, mengadili dan memutuskan pendapat DPR apakah Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berat sesuai yang disebutkan dalam UUD 1945 hasil amandemen pada pasal 7A. Nah, inilah yang disebut dengan sistem forum previlegiatum.
Selanjutnya, apabila Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah sesuai dengan konstitusi (UUD 1945 hasil amandemen) maka DPR kemudian menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden kepada MPR. Artinya, dari forum previlegiatum kembali lagi ke impeachment.
Jika kita bandingkan dengan Jerman, memang negara ini juga menganut sistem campuran. Akan tetapi, putusan terakhir itu ada di Mahkamah Konstiusi. Bagir Manan menjelaskan bahwa, Di Jerman, cara memberhentikan Presiden itu dimulai dari tuntutan oleh Bundesrat atau Bundestag. Nah cara pertama ini disebut dengan sistem impeachment. Kemudian dilanjutkan ke forum pengadilan Mahkamah Konstitusi Jerman (previlegiatum).
Secara singkatnya, jika kita bandingkan sistem campuran yang dianut oleh Indonesia dan Jerman dapat kita lihat perbedaannya. Di Indonesia, diawali dari sistem impeachment, dalam sidang paripurna DPR, kemudian diajukan ke Mahkamah Konstitusi (previlegiatum), selanjutnya dikembalikan ke DPR dan pada akhirnya diusulkan ke MPR (impeachment). Sedangkan di Jerman, dari impeachment (tuntutan dari Bundesrat dan Bundestag) kemudian selanjutnya diputuskan di Mahkamah Konstitusi Jerman (previlegiatum).[]

Penulis: Ibnu Arsib
Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan.

Ket.gbr: Istana Kepresidenan RI

No comments:

Post a Comment