YakusaBlog- Jika digali dari berbagai sumber konstitusi
yang ada di dunia, secara teoritis cara penjatuhan Presiden dan atau Wakil
Presiden (Wapres) menggunakan dua sistem, yaitu sistem impeachment dan sistem previlegiatum.
Tentunya pemberhentian Presiden dan atau Wapres dikarenakan pelanggaran hukum
berat yang disebutkan dalam konstitusi suatu negara.
Pemberhentian Presiden dan atau Wakil
Presiden dengan sistem impeachment
dimaksudkan bahwa Presiden dan atau Wapres diberhentikan oleh lembaga politik
yang mencerminkan wakil rakyat. Sistem ini dilakukan melalui penilaian dan
keputusan politik dengan syarat-syarat dan mekanisme yang ketat. (Moh. Mahfud
MD, 2011:143)
Jika kita melihat negara-negara yang menganut
impeachment dapat kita temukan di
Amerika Serikat, India, Italia, dan Jerman. Di Amerika Serikat, impeachment dilakukan oleh Congress. Di mana, House of Representative bertindak sebagai penuntut dan Senat sebagai pemutus. di India,
tuntutan impeachment terhadap
Presiden dapat diajukan oleh salah satu kamar Parliament (Raja Sabha atau Lok Sabha). Keputusan diambil oleh
salah satu kamar yang tidak mengajukan tuntutan. Selanjutnya, di Italia,
keputusan tuntutan impeachment
ditetapkan dalam sidang gabungan parlemen (Chamber
of Deputies dan Senat). (Bagir
Manan, 1999: 108)
Sedangakan yang dimaksud dengan sistem previlegiatum adalah pemberhentian atau
penjatuhan Presiden dan atau Wakil Presiden melalui suatu forum pengadilan khusus
ketatanegaraan atas dasar pelanggaran hukum berat yang ditentukan di dalam
suatu konstitusi yang dianut oleh suatu negara. (Moh. Mahfud MD, 2011:143)
Sistem
Pemberhentian Presiden dan atau Wapres di Indonesia
Pemberhentian atau penjatuhan Presiden dan
atau Wapres menurut Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen menganut sistem
campuran. Artinya, sistem pemberhentian Presiden dan atau Wapres menganut
sistem impeachment dan previligiatum.
Jika kita lihat pasal 7A dan 7B UUD 1945
hasil amandemen, pemberhentian atau penjatuhan Presiden dan/atau Wakil Presiden
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) harus dimulai dari penilaian, usul
dan keputusan politik dari Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini disebutkan sebagai
sistem impeachment.
Kemudian, hasil putusan politik dari DPR (impeachment) dilanjutkan ke Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia untuk memerikasa, mengadili dan memutuskan
pendapat DPR apakah Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran
hukum berat sesuai yang disebutkan dalam UUD 1945 hasil amandemen pada pasal
7A. Nah, inilah yang disebut dengan sistem forum previlegiatum.
Selanjutnya, apabila Mahkamah Konstitusi
telah memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah sesuai dengan
konstitusi (UUD 1945 hasil amandemen) maka DPR kemudian menyelenggarakan sidang
paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden
kepada MPR. Artinya, dari forum previlegiatum
kembali lagi ke impeachment.
Jika kita bandingkan dengan Jerman, memang
negara ini juga menganut sistem campuran. Akan tetapi, putusan terakhir itu ada
di Mahkamah Konstiusi. Bagir Manan menjelaskan bahwa, Di Jerman, cara
memberhentikan Presiden itu dimulai dari tuntutan oleh Bundesrat atau Bundestag.
Nah cara pertama ini disebut dengan sistem impeachment.
Kemudian dilanjutkan ke forum pengadilan Mahkamah Konstitusi Jerman (previlegiatum).
Secara singkatnya, jika kita bandingkan
sistem campuran yang dianut oleh Indonesia dan Jerman dapat kita lihat
perbedaannya. Di Indonesia, diawali dari sistem impeachment, dalam sidang paripurna DPR, kemudian diajukan ke
Mahkamah Konstitusi (previlegiatum),
selanjutnya dikembalikan ke DPR dan pada akhirnya diusulkan ke MPR (impeachment). Sedangkan di Jerman, dari impeachment (tuntutan dari Bundesrat dan Bundestag) kemudian selanjutnya diputuskan di Mahkamah Konstitusi
Jerman (previlegiatum).[]
Penulis: Ibnu Arsib
Mahasiswa Fakultas Hukum UISU Medan.
Ket.gbr: Istana Kepresidenan RI
No comments:
Post a Comment