Penasaran Dengan Buku 'Romantika di HMI'? Baca ini!

YakusaBlog- Menjadi kehormatan besar bagi saya ketika diminta untuk memberi sambutan terhadap terbitnya kumpulan cerpen yang ditulis oleh penulis muda ini. Sebagai orang yang kenal baik karena latar belakang aktivisnya penulis ini sudah beberapa kali mengejutkan saya berkenaan dengan apa yang dia buat dan capai.

Sebagai aktivis HMI, Ibnu Arsib saya kenal sebagai aktivis yang idealis, keras kepala dan memiliki kecenderungan untuk melawan arus mainstream. Sikap keras kepalanya ini memberinya semacam sikap penghormatan dari rekan sesama aktivis dan sekaligus “ketidak sukaan” dari senior-senior yang merasa anak ini tidak bisa diatur.

 Sikap itu pula mungkin yang membuat kehadiran Ibnu disukai sekaligus dibenci. Disukai karena kapasitasnya sebagai aktivis intelektual dan Instruktur Training yang mumpuni menjadi semacam jaminan bahwa dia masih bisa diharapkan tetap menjaga nilai-nilai idealisme  HMI. Tapi, juga mungkin dibenci karena dalam gerak aktivismenya, Ibnu sulit untuk diajak berkompromi, sehingga terkesan kaku, sehingga cenderung menyempitkan ruang gerak rekan-rekannya.

Saya pikir membahas sikap Ibnu Arsib sebagai aktivis HMI menjadi tidak lengkap kalau tidak membicarakan lompatan ruang geraknya ke ruang penulis. Tentu aktivis HMI sebagian besar sangat akrab dengan dunia penulisan, karena memang ruang gerak aktivitas organisasi dan kaderisasinya memaksa tiap Kader HMI untuk lebih banyak membaca dan menuangkan hasil bacaannya dalam tulisan. Menulis karya ilmiah sebagai prasyarat pra-entri-pasca training sudah menjadi semacam makanan wajib bagi aktivis HMI.

Namun, sepengamatan saya sangat sedikit dari aktivis HMI (di Medan khususnya) yang kemudian menjadikan dunia kepenulisan menjadi profesi yang serius ditekuni. Di sini lah saya menemukan sesuatu yang berbeda dari Ibnu Arsib.

Penulis muda ini benar-benar serius menumpahkan semua kegelisahannya lewat tulisan-tulisannya yang sangat produktif. Dia bahkan seperti berusaha menjelajah segala bentuk tulisan demi untuk menemukan ruang yang paling pas untuk menuangkan buah pikiran dan kegelisahannya. Dari mulai artikel, opini, cerpen, novel, puisi semua dicoba oleh penulis ini. Dan komitmennya untuk mengeksploitasi seluruh kemampuan dan energinya untuk tetap menulis secara intens dan konsisten menjadi sebuah keistimewaan dari penulis ini.

Di sini lah saya melihat semakin jauh lompatan dari Ibnu, yang tadinya saya kira akan hanya menjadi penulis artikel biasa-biasa saja, sekarang saya harus menyambut dia sebagai penulis fiksi yang banyak memberikan inovasi, inspirasi dan motivasi. Seperti buku yang kita pegang ini, dengan judul Romantika di HMI.
Sepanjang pengamatan dan ingatan saya, ada cukup banyak tulisan tentang HMI yang sudah diproduksi sejak organisasi ini berdiri, pada tahun 1947 lalu. Hampir semua sisi HMI sudah pernah dibahas dalam tulisan, manjadi bahan diskursus dan kajian. Dan aktivis-aktivis HMI sudah melahirkan begitu banyak buku yang membahas tentang ideologi, pemikiran dan pergulatan HMI.

Tapi, dari begitu banyak buku tersebut, saya baru sadar, sangat sedikit yang memotret HMI dari dunia fiksi, yang merekam kehidupan dan pergulatan Kader-kader HMI bukan hanya dari sisi aktivismenya tapi potret mereka sebagai manusia seutuhnya dengan segala romantikanya.

Dunia HMI bukan hanya berisi diskursus, kajian, demonstrasi dan aksi, tapi juga berisi manusia-manusia muda dengan segala problematikanya. Dari mulai pergulatan spiritual, ideologis, cinta dan relasi personal, kos-kosan dan segala masalahnya, itu semua menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dunia HMI. Dan selama ini sangat sedikit yang menuliskan tentang itu, entah kenapa sebabnya, apa karena dianggap kurang intelektual?

Oleh sebab itu, Ibnu Arsib secara cerdik melihat kekosongan itu, mungkin juga kegelisahannya sebagai aktivis HMI, anak kos, mahasiswa yang selalu dilingkupi oleh kegelisahan ide, kelok-kelokan perasaan bahkan kegelisahan soal uang kos dan hutang di warung dan juga kantin kampus. Potret kehidupan keseharian itu lah yang coba dipotret Ibnu Arsib dalam kumpulan cerpennya kali ini.

Sebagai orang yang awam dari dunia kepenulisan, saya tentu tidak akan memasuki area kritik kualitas sesuai dengan standard para penulis. Saya memposisikan diri sebagai penikmat yang menikmati karyanya dengan kening kadang berkerut atau senyum sendiri karena cerita dalam buku ini sedikit banyaknya saya alami selama ini.

Sungguh menyenangkan ada yang mengangkat keseharian pergulatan kami (Keluarga Besar HMI) di HMI dalam sebuah karya sastra. Semoga ini bisa menjadi tonggak titik tolak bagi tumbuh suburnya karya sastra dari kalangan penulis muda yang berani berbeda. Semoga kita semua tak bosan Merawat Kapal Tua ini (HMI) dengan segala potensi yang kita punya.[]



Penulis: Irawanto (Alumni Fakultas Sastra UISU)

Nb: Tulisan di atas adalah Kata Sambutan dalam buku Romantika di HMI.