Indonesia Bukan Milik Pejabat - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Monday, 14 October 2019

Indonesia Bukan Milik Pejabat


YakusaBlog- Pertanyaan pertama yang perlu kita renungkan adalah; untuk siapakah Negara Indonesia ini? Dan pertanyaan kedua adalah; untuk siapakah Pemerintahan Negara dibentuk?
Dua pertanyaan di atas menjadi sesuatu bahan perenungan dalam pikiran saya melihat situasi dan kondisi negeri ini, terkhusunya baru-baru ini diberlakukan pelarangan menyampaikan aspirasi atau berdemonstrasi. Maksud saya melihat situasi dan kondisi negeri ini adalah melihat ulah kaum elit pejabat yang duduk di Pemerintahan, baik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Merenungkan apa jawaban pertama, menimbulkan banyak pertanyaan-pertanyaan lagi; tidakkah para elit pejabat negara hari ini memahami sejarah bagaimana perjuangan para pahlawan untuk merebut kemerdekaan rakyat Indonesia dari penindasan kolonial? Tidakkah para elit pejabat hari memahami bahwa rakyat adalah kehidupan negeri ini bersama dengan sumber kekayaan alam negeri ini? Mengapa mayoritas elit pejabat negeri hari ini memperkosa hak-hak rakyat? Pahamkah mereka (elit pejabat negara) apa tujuan negara ini?
Pertanyaan kedua di awal tadi pun tidaklah mandul. Ia melahirkan berbagai macam pertanyaan kritis jika dibiarkan terus bertanya, maka pertanyaan yang dihasilkan oleh pikiran ini tidak akan habis-habis. Tapi, ada baiknya saya harus menuliskan beberapa pertanyaan dalam tulisan ini agar tidak membuat kepala saya terlalu berat. Pertanyaan-pertanyaan yang lahir pun demikian; siapakah yang memilih pejabat negeri ini (Legislatif dan Eksekutif) saat ini? Bukankah mereka lahir dari pilihan rakyat? Bukankah mereka duduk di kursi yang empuk dengan fasilitas mewah serta gaji yang besar untuk membantu mengelola supaya rakyat menjadi sejahtera? Dan kepada siapakah sebenarnya elit pejabat itu mengabdi?
Pertanyaan demi pertanyaan di atas sebenarnya sangat mudah untuk dijawab, akan tetapi jawaban ideal kita akan berbenturan dengan kenyataan. Antara das sollen dan das sein bagai langit dan bumi. Jujur saja, sebenarnya saya malas menuliskan ini, akan tetapi gerakan syarat pikiran saya memaksa untuk menuliskannya walau terkesan emosional.
Ya, melihat tingkah laku pejabat negara kita sacara mayoritas saat ini membuat kita pesimis dalam bernegara beberapa tahun ke depan. Tidak perlulah kiranya kita rentetan peristiwa genting yang terjadi di negeri kita beberapa bulan belakangan ini. Prediksi saya hal itu belum seberapa disbanding tragedy yang akan terjadi kedepan. Mengapa demikian? Jawabannya adalah jika kita mau menjawab pertanyaan-pertanyaan saya di atas tadi.
Rasa pesimistis saat ini lebih besar dari optimisme melihat pejabat negara saat ini yang merasa bahwa merekalah pemilik negeri ini. Rakyat hanya dibutuhkan ketika dapat menguntungkan mereka, bukan karena semata untuk kepentingan rakyat. Contoh kecilnya saja, calon-calon pejabat bersandiwara mencium tangan rakyat karena ingin tangan itu mencoblos dirinya saat pencalonan menjadi Anggota Legislatif atau menjadi seorang Pimpinan Pusat dan atau Daerah. Tapi, setelah jadi pejabat, maka terjadi pergantian, tangannya harus dicium oleh rakyat. Bahkan yang lebih ekstrim lagi pejabat yang dipilih rakyat itu tidak mau lagi bersalaman dengan rakyat.
Bersuara lantang seoalah-olah peduli pada rakyat, nyatanya hanya janji-janji manis. Sungguh banyak sekali pejabat di negara kita termasuk dalam kaum munafik sebagaimana sabda Muhammad Rasulullah Saw. Sebelum menjadi pejabat tangannya begitu dermawan, telinganya begitu terbuka, dan raut wajahnya begitu ramah tamah. Tapi, setelah jadi pejabat semuanya berubah. Rakyat yang awalnya menjadi sumber kekuasaannya, setelah menjadi pejabat kuasa itu dipergunakan untuk menindas pemberi kuasa (amanah). Sungguh kita saat ini dalam lingkaran kedzaliman pejabat negara.
Indonesia bukan milik pejabat, hal ini perlu dicamkan. Kedaulatan ada ditangan rakyat, bukan di tangan pejabat. Rakyat akan bertindak jika terjadi penindasan terhadap mereka. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Kekuatan rakyat adalah kekuatan Tuhan. Kesolitan rakyat adalah kunci kekuatan negara. Pengauasa dan atau pejabat negara musnah jika rakyat mau bertindak.
Mungkin ada yang menganggap bahwa tulisan ini semacam provokator. Ya, ini tulisan provokator yang peduli pada nasib rakyat. Bukan provokator yang dibungkus sedemikian akademis, sedemikian sopan dan sedemikian bijak, padahal pro pada pejabat negara yang dzalim.
Kita tekankan lagi, Indonesia bukan milik pejabat. Pejabat negara adalah segelintir orang dipercayakan oleh rakyat untuk mengelola negara ini demi kesejahteraan rakyat, bukan kesejateraan pejabat dan kroni-kroninya. Sungguh kita sayangkan, budaya Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) kini tumbuh subur lagi, apalagi DPR RI 2014-2019 dan Presiden Jokowi mensahkan UU KPK yang baru, yang saya pikir sangat melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga menyuburkan benih-benih KKN yang muali tumbuh di periode 2019-2024.
Benar apa kata Bung Karno, bahwa musuh kita saat ini adalah bangsa sendiri. Jika Bung Karno hidup saat ini, nampaknya ia akan mencabut kata-kata itu karena melihat siapa yang menjadi bagian penguasa dzalim negara Indonesia saat ini. Kata-kata Bung Karno hanya mereka jadikan pemanis orasi atau pidato. Hmmmm, Bung Karno bangkitlah dari kuburmu agar kau tau betapa hancurnya negerimu ini!
Medan, 15 Oktober 2019.

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa)



No comments:

Post a Comment