Bogel Menerima Kehadiranmu - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Sunday, 31 March 2019

Bogel Menerima Kehadiranmu


YakusaBlog- Sebelum membaca cerita ini, terlebih dahulu membaca cerita yang ditulis oleh Kak Yael Stefani Sinaga yang berjudul; Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku Di Dekatnya. (Klik di sini).
***
Waktu itu, Bogel, si pemuda tampan versi dirinya sendiri, menghadiri pertunangan dua sahabatanya yang pernah menjadi teman kelasnya sewaktu sekolah, Aryo dan Laras Kesuma Wijaya. Kehadirannya menjadi pelengkap acara pertunangan itu. Mengapa demikian? Ya, karena Bogel adalah sahabat terbaik dan sahabat tertampan versi dirinya, bagi Aryo dan Laras. Mereka sudah lama menjalin persahabatan. Mulai dari zaman purba mereka sudah bersahabat. Maksudnya, Ibu Aryo adalah sahabatnya Ayah Bogel dan Ayah Laras.
Persahabatan orangtua mereka membuat mereka bersahabat pula. Katakanlah itu warisan orangtua mereka. Sejak kecil mereka sudah sering bertemu, karena orangtua mereka sering mengajak ketika ada acara temu kangen. Dari pertemuan-pertemuan itulah seluruh keluarga makin erat. Bogel, Aryo dan Laras satu sekolah karena hasil kesepakatan orangtua mereka. Orangtua mereka mulai jarang bertemu karena sudah sibuk mengurusi rumahtangga dan pekerjaan masing-masing. Tapi, syukurlah, mereka masih menyempatkan waktu untuk bertemu.
Awalnya Bogel tidak percaya dengan acara undangan itu. Ia awalnya tidak percaya bahwa dua sahabatnya itu akan bertunangan. Mengingat karena orangtua mereka yang bersahabat sejak lama tidak pernah menyetujui tradisi itu. Bukan karena menolak hokum agama, tapi ini demi menjaga persahabatan mereka – menurut mereka. Jika perempuan dua, bisa jadi kesepakatannya berbeda. Tidak mungkin kan, jika mereka menikah dengan dua laki-laki dan satu perempuan. Tapi jika, satu laki-laki dan dua perempuan, masih ada hukum yang membolehkannya asal tidak melanggar kaedah yang ajaran agama mereka.
Tapi apalah hendak mau dikata, itu kan zaman orangtua mereka. Lain orang lain pula masanya. Lain masa lain pula orangnya. Setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya. Setiap cerita ada tokohnya, dan setiap tokoh ada ceritanya.
Tiba-tiba saja, Bogel mendengar bentakan suara keras dari seseorang kepada seorang perempuan yang waktu itu hadir juga di acara pertunangan dua sahabatanya itu.
Terlihat seseorang menyeret seorang perempuan. Terlihat pula goresan koyak di sebagian bajunya perempuan itu. Posisi perempuan itu pun sekarang ada di tengah-tengah tamu yang datang. Sejuta bola mata yang berpasangan memancarkan sinar amarah. Makian dan air mulut pun membanjiri perempuan itu.
Sebelum Bogel mengetahui kajadian itu, tidak satu pun orang yang iba kemudian membela dan menolongnya. Tidak ada yang menolongnya dari badai makian dan ombak ludah yang menghantamnya. Laras sendiri, yang menjadi temannya di kampus tidak tahu hendak berbuat apa.
Bogel pun menghampiri kerumunan itu. Melihat seorang perempuan diperlakukan dengan tidak baik, langsung saja darah keberaniannya mamancar dan membludak bagaikan lahar panas yang muncrat dari perut gunung. Bogel tidak tega melihat perlakuan itu. Dengan menderong beberapa orang, Bogel pun sekarang mendekati perempuan itu. Melindungi tubuh perempuan itu dengan tubuhnya yang siap dilempari dengan ludah dan hujatan.
Baju kemeja yang ia kenakan, yang baru saja ia rapikan di kamar mandi, sekarang menjadi tisu atau kain lap pembersih ludah. Atau semacam alat pembersih nanah dan darah. Caci makian terhadap perempuan itu ikut bersarang ditelinganya. Perempuan itu hanya tertunduk, tak menatap karena berada dalam dekapan perlindungan Bogel.
Entah berapa ribu kata hujatan yang tak henti menimpa Bogel dan perempuan itu. Ditambah lagi sebelum Bogel berada di dekat perempuan itu. Sepertinya Malaikat pencatat pun membutuhkan waktu jeda karena terlalu banyak. Terlalu banyak kata makian, sehingga tak satu pun yang bisa dihafal oleh Bogel. Lagi pula ia tidak terbiasa menghujat. Bagi Bogel, kesalahan seseorang bukan untuk dihujat. Tapi, bagaimana seseorang yang salah itu, selalu terus diingatkan agar tidak berbuat salah. Dengan menghujat atau mencaci bukan menyelesaikan masalah, akan tetapi malah menimbulkan masalah baru.
Kau penyakit bagi kami. Kau tak layak hidup. Bahkan di neraka saja orang-orang akan enggan dekat denganmu. Terkutuk lah kau wanita laknat.” Kata seseorang sambil melempari perempuan itu dengan ludah dari mulutnya.
Perempuan itu membalas makian itu. Perempuan itu hanya terdiam sambil menatap kosong ke bawah. Membiarkan dirinya menjadi objek maki-makian. Bogel tetap melindungi tubuh perempuan itu dari ludah yang mulai membasahi baju kemejanya.
Lagi-lagi ribuan kata makian ditambah ludah yang membasahi mereka berdua, lebih tepat sebenarnya tertuju pada perempuan itu. Seluruh perhatian pun tertuju pada mereka berdua. Bogel, si pemuda tampan versi dirinya sendiri dan mungkin juga versi orangtuanya, tidak lagi dapat menahan kesabarannya akan perlakuan orang-orang yang memaki dan meludahi perempuan itu. Kepribadiannya yang penyabar, suka menghibur dengan leluconnya, sikapnya yang menyenangkan setiap orang yang bertemu dengannya, sirna begitu saja, pergi entah ke alam mana.
“Apa kau bilang?” Kata Bogel dengan suara keras ditambah dengan logatnya yang khas Medan. “Kau bilang perempuan ini tidak layak hidup. Kau siapa rupanya? Kau Tuhan rupanya?” Bogel menunjuk seorang laki-laki yang mencaci maki tadi.
Karena suara Bogel yang keras, ditambah dengan wajahnya yang tidak lagi terlohat goresan tawa, suara hujatan pun hening. Diam ditelan oleh suaranya Bogel yang keras dan pedas tadi.
“Kau nggak tau masalahnya, Gel.” Kata seseorang pada Bogel.
“Jadi, kalau aku tidak tahu permasalahannya, begini cara kalian memperlakukan orang?” Tanya Bogel. Tidak ada satu pun yang menjawab. “Layakkah manusia diperlakukan seperti binatang. Binatang saja tidak boleh diperlakukan kasar, apa lagi manusia.”Suara Bogel dengan keras.
“Dia ini penyakit. Dia ini wanita laknat. Wanita berdosa.” Kata sesorang lagi yang tidak mengenal Bogel. Dan Bogel pun tidak mengenali tamu tersebut.
“Apa kau bilang?” Mengulangi kata-kata pertamanya tadi. Ia berdiri menunjukkan seseorang tadi. “Sekarang aku Tanya pada kalian semua yang ada di sini.” Sambil menunjuki semua orang yang mengelilingi mereka berdua. “Siapa di antara kalian semua yang tidak pernah melakukan kesalahan. Atau siapa di sini yang bisa memastikan bahwa dirinya tidak berdosa. Ayo, angkat tangan! Kalau ada di antara kalian yang yakin dirinya tidak berdosa, kubiarkan perempuan ini kalian maki-maki, kalian ludahi. Bahkan, kubiarkan melemparinya dengan gelas, piring dan dengan apa pun benda lebih keras yang bisa kalian dapatkan di ruangan ini.” Wajah Bogel terlihat merah penuh amarah. Seluruh makhluk humoris dalam dirinya pun lari terbirit-birit.
Tidak ada satu pun tamu undangan itu yang mengangkat tangannya. Orangtua Bogel yang hadir di situ terdiam bungkam. Mulut serasa terjahit oleh keberanian Bogel.
“Atau jika kalian merasa badan perempuan ini terlalu lemah atau apalah itu. Kutambahi dengan tubuhku supaya kalian lebih puas. Ayo lempari kami berdua dengan sepuas hati kalian.” Kata Bogel sambil mendekatkan dirinya pada perempuan itu. Perempuan itu pun heran sera kagum dengan sosok pemuda yang didekatnya itu. “Tapi ingat, yang boleh melempari kami dengan apa pun itu dan memaki kami, dia terlebih dahulu bersumpah bahwa dia tidak pernah melakukan kesalahan atau bersih tanpa dosa.” Kata Bogel dengan menatap garang ke semua wajah-wajah yang ada di ruangan itu.
Hujatan dan ludah pun tidak lagi berjatuhan. Leher mereka pun menjadi gersang bagai musim kemarau. Seseorang yang mengenal dekat Bogel mencoba bertanya, “Kenapa kau membelanya? Padahal dia wanita yang…” Kata-katanya tidak berlanjut sampai selesai. Tanpa ia lanjutkan, orang pun sudah paham maksudnya.
“Aku membelanya karena perempuan ini manusia juga. Makhluk Tuhan seperti kita ini semua. Aku membelanya karena aku tahu ibuku adalah seorang perempuan.” Jawab Bogel. “Terkait mengenai kekurangan atau kesalahan pada dirinya, kita tidak berhak menghakiminya, apalagi melakukan perbuatan seperti yang kalian lakukan. Kalian pikir dia binatang? Tidak ada yang tahu pasti kapan seseorang berubah. Bisa jadi ini berbuat baik, besok berbuat jahat. Bisa jadi hari ini berbuat salah atau jahat, besok sesorang itu berbuat baik. Itu Tuhan yang mengatur dan yang tahu pasti.” Lanjut Bogel.
Suasan kembali lenyap. Perlahan-lahan jutaan mata itu mencari-cari objek pemandangan yang lain. Pengalihan pandangan itu hanya pura-pura karena telah malu pada Bogel. Lebih tepatnya malu pada perbuatan mereka sendiri.
Bogel pun bangkit berdiri. Ia tuntun perempuan itu untuk berdiri juga. Bogel memandangi Aryo dan Laras. Sebenarnya meminta mereka berdua supaya mendekat. Tapi, tidak juga mendekat. Mereka terpaku mati di posisi mereka menyaksikan kejadian itu. Dengan berat, perempuan itu pun mengangkat tubuhnya sendiri agar dapat beridiri. Mungkin menghargai Bogel yang membantunya berdiri. Perempuan itu agak segan menatap wajah Bogel, matanya pun tetap tertunduk ke bawah. Perempuan itu berniat ingin menatap wajah Bogel, pemuda tampan yang sudah membela dan menerima kehadirannya, tetap saja ia tidak berani, mungkin masih malu.
Tanpa melihat wajah Bogel, tanpa melihat wajah Aryo, Laras dan wajah-wajah yang menghuhat dan meludahinya, perempuan itu pun berjalan sambil tertunduk bersama Bogel. Lengannya dipegang oleh Bogel. Mungkin Bogel takut perempuan itu tidak kuat untuk berjalan. Bukan hanya sakit secara fisik yang dapat membuat seseorang tidak mampu berjalan. Tapi, sakit secara mental atau psikologis pun dapat membuat seseorang tidak sanggup berjalan.
Bogel membawa perempuan itu keluar dari ruangan penghakiman. Hampir saja kejadian itu seperti Hypatia dalam film Agora. Perempuan itu keluar bersama Bogel dalam keadaan hidup. Sedangkan, Hypatia keluar dari ruangan penghakiman, lebih tepatnya ruangan pembantain dengan tubuh yang sudah terpotong-potong.[]
Bersambung… (Klik Di Sini) untuk membaca lanjutannya.




Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa).


Ket.gbr: Ilustration
Sbr.gbr: https://pixabay.com/id/

Nb: Cerita ini hanya fiksi. Apabila ada kesamaan nama dan kejadian, kami mohon maaf. Tidak ada maksud sengaja untuk menuliskannya.

No comments:

Post a Comment