M.S. Mintaredja; Kiprah Juang dan Politisi Moderat - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Monday 13 November 2017

M.S. Mintaredja; Kiprah Juang dan Politisi Moderat

YakusaBlog- Haji Muhammad Syafaat Mintaredja (M.S. Mintaredja), tak hanya dikenal sebagai sosok penting dalam masa formatif HMI, tetapi dalam perkembangannya ia lebih dikenal sebagai seorang menteri dan sekaligus politisi. Pria kelahiran Bogor, 17 Februari 1921- meninggal di Jakarta, 20 Oktober 1984, berkiprah penting pada awal masa Orde Baru. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Negara Penyelenggaraan Hubungan antara Lembaga Tinggi Negara dan Menteri Sosial pada Kabinet Pembangunan I dan II, serta Duta Besar Indonesia di Turki. Ia juga memimpin Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dan menjadi deklarator Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia juga tergabung di Muhammadiyah.
Mintaredja merupakan salah satu dari sedikit mahasiswa yang hadir dan berkiprah pada masa revolusi kemerdekaan. Mintaredja yang kuliah di Fakultas Hukum BPT Gajah Mada (sekarang Universitas Gajah Mada) menunjukkan dirinya sebagai golongan terpelajar yang aktif berorganisasi dan berjuang mempertahankan kemerdekaan. Mintaredja tercatat sebagai Ketua Umum PB HMI sejak 22 Agustus 1947 atau enam bulan setelah HMI berdiri 5 Februari 1947. Saat itu, Lafran Pane melakukan penyegaran kepengurusan. Ia memilih Mintaredja menggantikannya.
Dengan terpilihnya seorang mahasiswa dari perguruan tinggi umum dan bukan perguruan tinggi Islam, HMI pun memperluas aksesnya. HMI juga terhindar dari kesan bahwa organisasi ini hanya milik mahasiswa Sekolah Tinggi Islam sebagai tempat kuliah ketua sebelumnya. Pada Kongres II HMI, Mintaredja kembali dikukuhkan menjadi Ketua Umum PB HMI utuk periode 1947-1951. Namun, pada Desember 1948, terjadi Agresi Militer Belanda II. Yogyakarta di duduki Belanda, sehingga para pengurus HMI terpencar. Mintaredja sebagai Staf Departemen Keunagan pun harus pindah ke Jakarta. Pimpinan HMI diserahkan kembali kepada Lafran Pane.
Mintaredja pernah diangkat menjadi Menteri Negara Bidang Penyelenggaraan Hubungan antara Pemerintah dengan MPR/DPRGR da DPA pada Kabinet Pembangunan I yang terbentuk 6 Juni 1968 dan dilantika pada 10 Juni 1968. Pada 9 September 1971 atau 66 hari setelah Pemilu tahun 1971, diadakan perombakan kabinet. Mintaredja juga termasuk orang yang dipindahtugaskan, karena bidang garapan yang lama dihapus setelah perombakan. Ia menempati posisi baru sebagai Menteri Sosial menggantikan pejabat sebelumnya yaitu Dr. A.M. Tambunan, S.H.
Memimpin Parmusi
Di bidang politik, Mintaredja tampil sebagai Ketua Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) ketika partai tersebut terlanda konflik internal yang tajam. Saat itu terjadi pertentangan antara kelompok Djarnawi Hadikusumo dengan kelompok Djaelani Naro.
Dalam situasi demikian, kedua belah pihak yang bertikai menyerahkan masalah kepemimpinan partai sepenuhnya kepada Presiden Soeharto. Presiden turun tangan dengan memberi kesempatan Mintaredja memimpin Parmusi. Kendati pemerintahan memandang bahwa kedua belah pihak menyetujui kebijaksanaan yang diambil oleh Presiden, namun tetap ada yang menganggap bahwa peristiwa tersebut merupakan bentuk intervensi Orde Baru. Pengangkatan Mintaredja juga dianggap membuat Parmusi sekedar pengakomodasi kebijakan pemerintah, kendati dia banyak memerankan diri sebagai jembatan.
Mintaredja memimpin Parmusi hingga partai ini berfusi politik pada 1973. Pada masa kepemimpinannya, Parmusi mengikuti Pemilu 1971. Saat itu Parmusi mendapat 2.930.746 suara (5,36%) atau identik dengan 24 kursi di DPR, berada diurutan ketiga terbesar setelah Golkar dan Partai Nahdlatul Ulama. Periode pertama jabatan sebagai Menteri Sosial disandangnya mulai 9 September 1971 sampai 28 Maret 1973 di Kabinet Pembangunan I pasca perombakan, ketika ia msih menjabat sebagai Ketua Parmusi.
Jabatan Menteri Sosial kembali disandangnya pada Kabinet Pembangunan II, mulai 28 Maret 1973 sampai 29 Maret 1978. Salah satu gagasan kontroversial Departemen Sosial pada periode itu, tepatnya pada 1974, ada dimunculkannya “sistem perjudian” yang disebut forecast, yang diadaptasi dari Inggris. Setelah dua tahun ditelaah, Departemen Sosial berpendapat forecast mempunyai sistem yang sangat sederhana, serta tidak menimbulkan kesan judi semata. Walaupun demikian, penerapan gagasan tersebut yang berupa Kupon Berhadiah Porkas Sepak Bola baru diresmikan, diedarkan, dan dijual sebelas tahun kemudian, tepatnya pada 28 Desember 1985 saat Menteri Sosial dijabat oleh Ny. Nani Soedarsono, S.H.
Deklarator PPP
Mintaredja sebagai Ketua Parmusi menjadi salah satu dari lima orang Deklarator Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973.
Keempat deklarator lainnya: K.H. Idham Chalid, Ketua Umum PB Nadhlatul Ulama (NU); Haji Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII; Haji Rusli Halil, Ketua Umum Partai Islam (Perti); dan Haji Mayskur, Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di Fraksi DPR. Selanjutnya, Idham Chalid diangkat menjadi presiden partai. Presiden Soeharto turut merestui kepemimpinan PPP yang beru terbentuk tersebut.
Dalam perjalanannya, PPP beberapa kali berbenturan dengan kebijakan pemerintah dalam sidang-sidangnya di DPR. Salah seorang tokoh yang vokal dan menentukan adalah KH. Bisri Syansuri, presiden Majelis Syuro PPP yang berasal dari unsur NU. Pertentangan terjadi saat RUU Perkawinan dibawa ke sidang DPR pada 1973. PPP menolak RUU tersebut karena dipandang bertentangan dengan hukum Islam. walaupun demikian, Mintaredja menyetujui RUU tersebut. Mintaredja menyatakan RUU tersebut produk pemikiran terbaik dan tak bertentangan dengan Islam. Itu pendapatnya pribadi. Di PPP, Mintaredja bukan lagi sosok penentu kebijakan.
Moderat
Setelah tak menjabat sebagai menteri, dia ditugaskan sebagai duta besar untuk Republik Turki hingga 19883. Sebagai penghargaan, Pemerintah Kota Cimahi mulai 10 November 2006 menamai salah satu jalan wilayahnya Jalan H. M. S. Mintaredja, S.H.
Sisi intelektualitasnya dia tunjukkan dalam karya berupa buku-buku. Selama hidupnya, Mintaredja telah menulis beberapa buku, antara lain: Pemerintah dan Pembentukan Partai Muslimin Indonesia (1968); Perjuangan Ummat Islam Mengalami Setback 25 Tahun (1968); Renungan Pembaharuan Pemikiran: Masyarakat Islam dan Politik di Indonesia (1971); A Reflection and Revision of Ideas: Islam and Politic Islam and State in Indonesia (1974); Rasionalisme Versus Iman: Iman, Ilmu, Amal (1975); Islam dan Politik, Islam dan Negara di Indonesia: Sebuah Renungan dan Pembaharuan Pemikiran (1976); Generasi Muda dari Zaman ke Zaman (1977); Kehidupan Berumah Tangga (1977); dan Naik Haji (1977).
Dalam buku-buku yang ditulisnya itu, pandangan Mintaredja moderat. Ia termasuk pengkritik awal “negara Islam”. Bukan hanya karena bangsa Indonesia bersifat majemuk, tapi juga karena menurutnya  tidak ada dasar yang  kuat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Mintaredja juga memberikan otokritik terhadap Masyumi yang terlalu menekankan masalah ideologi dan mengabaikan masalah ekonomi dan kesejahteraan yang sebetulnya sama pentingnya. Betapa pun demikian, dia termasuk sosok yang tidak menafikan perjuangan politik Islam semasa Orde Baru.[]
Sumber bacaan: M. Alfan Alfian, dkk (peny), Mereka Yang Mencipta Dan Mengabdi, PT. Penjuru Ilmu Sejati, Bekasi, 2016, hal: 25-30.
Ket. gbr: M.S. Mintaredja
Sumber: https://id.wikipedia.org/

No comments:

Post a Comment