YakusaBlog- Haji Muhammad Syafaat Mintaredja (M.S. Mintaredja), tak hanya dikenal sebagai
sosok penting dalam masa formatif HMI, tetapi dalam perkembangannya ia lebih
dikenal sebagai seorang menteri dan sekaligus politisi. Pria kelahiran Bogor,
17 Februari 1921- meninggal di Jakarta, 20 Oktober 1984, berkiprah penting pada
awal masa Orde Baru. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Negara Penyelenggaraan
Hubungan antara Lembaga Tinggi Negara dan Menteri Sosial pada Kabinet
Pembangunan I dan II, serta Duta Besar Indonesia di Turki. Ia juga memimpin
Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dan menjadi deklarator Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Ia juga tergabung di Muhammadiyah.
Mintaredja merupakan salah satu dari sedikit mahasiswa yang hadir dan
berkiprah pada masa revolusi kemerdekaan. Mintaredja yang kuliah di Fakultas
Hukum BPT Gajah Mada (sekarang Universitas Gajah Mada) menunjukkan dirinya
sebagai golongan terpelajar yang aktif berorganisasi dan berjuang mempertahankan
kemerdekaan. Mintaredja tercatat sebagai Ketua Umum PB HMI sejak 22 Agustus
1947 atau enam bulan setelah HMI berdiri 5 Februari 1947. Saat itu, Lafran Pane
melakukan penyegaran kepengurusan. Ia memilih Mintaredja menggantikannya.
Baca Juga: Pendiri HMI Jadi Pahlawan Nasional
Dengan terpilihnya seorang mahasiswa dari perguruan tinggi umum dan bukan
perguruan tinggi Islam, HMI pun memperluas aksesnya. HMI juga terhindar dari
kesan bahwa organisasi ini hanya milik mahasiswa Sekolah Tinggi Islam sebagai
tempat kuliah ketua sebelumnya. Pada Kongres II HMI, Mintaredja kembali
dikukuhkan menjadi Ketua Umum PB HMI utuk periode 1947-1951. Namun, pada
Desember 1948, terjadi Agresi Militer Belanda II. Yogyakarta di duduki Belanda,
sehingga para pengurus HMI terpencar. Mintaredja sebagai Staf Departemen
Keunagan pun harus pindah ke Jakarta. Pimpinan HMI diserahkan kembali kepada
Lafran Pane.
Mintaredja pernah diangkat menjadi Menteri Negara Bidang Penyelenggaraan
Hubungan antara Pemerintah dengan MPR/DPRGR da DPA pada Kabinet Pembangunan I
yang terbentuk 6 Juni 1968 dan dilantika pada 10 Juni 1968. Pada 9 September
1971 atau 66 hari setelah Pemilu tahun 1971, diadakan perombakan kabinet.
Mintaredja juga termasuk orang yang dipindahtugaskan, karena bidang garapan
yang lama dihapus setelah perombakan. Ia menempati posisi baru sebagai Menteri
Sosial menggantikan pejabat sebelumnya yaitu Dr. A.M. Tambunan, S.H.
Memimpin
Parmusi
Di bidang politik, Mintaredja tampil sebagai Ketua Partai Muslimin
Indonesia (Parmusi) ketika partai tersebut terlanda konflik internal yang tajam.
Saat itu terjadi pertentangan antara kelompok Djarnawi Hadikusumo dengan
kelompok Djaelani Naro.
Dalam situasi demikian, kedua belah pihak yang bertikai menyerahkan masalah
kepemimpinan partai sepenuhnya kepada Presiden Soeharto. Presiden turun tangan dengan
memberi kesempatan Mintaredja memimpin Parmusi. Kendati pemerintahan memandang
bahwa kedua belah pihak menyetujui kebijaksanaan yang diambil oleh Presiden,
namun tetap ada yang menganggap bahwa peristiwa tersebut merupakan bentuk
intervensi Orde Baru. Pengangkatan Mintaredja juga dianggap membuat Parmusi
sekedar pengakomodasi kebijakan pemerintah, kendati dia banyak memerankan diri
sebagai jembatan.
Mintaredja memimpin Parmusi hingga partai ini berfusi politik pada 1973.
Pada masa kepemimpinannya, Parmusi mengikuti Pemilu 1971. Saat itu Parmusi
mendapat 2.930.746 suara (5,36%) atau identik dengan 24 kursi di DPR, berada
diurutan ketiga terbesar setelah Golkar dan Partai Nahdlatul Ulama. Periode pertama jabatan sebagai Menteri Sosial
disandangnya mulai 9 September 1971 sampai 28 Maret 1973 di Kabinet Pembangunan
I pasca perombakan, ketika ia msih menjabat sebagai Ketua Parmusi.
Jabatan Menteri Sosial kembali disandangnya pada Kabinet Pembangunan II,
mulai 28 Maret 1973 sampai 29 Maret 1978. Salah satu gagasan kontroversial
Departemen Sosial pada periode itu, tepatnya pada 1974, ada dimunculkannya
“sistem perjudian” yang disebut forecast,
yang diadaptasi dari Inggris. Setelah dua tahun ditelaah, Departemen Sosial
berpendapat forecast mempunyai sistem
yang sangat sederhana, serta tidak menimbulkan kesan judi semata. Walaupun
demikian, penerapan gagasan tersebut yang berupa Kupon Berhadiah Porkas Sepak
Bola baru diresmikan, diedarkan, dan dijual sebelas tahun kemudian, tepatnya
pada 28 Desember 1985 saat Menteri Sosial dijabat oleh Ny. Nani Soedarsono,
S.H.
Deklarator
PPP
Mintaredja sebagai Ketua Parmusi menjadi salah satu dari lima orang
Deklarator Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973.
Keempat deklarator lainnya: K.H. Idham Chalid, Ketua Umum PB Nadhlatul
Ulama (NU); Haji Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII; Haji Rusli Halil, Ketua
Umum Partai Islam (Perti); dan Haji Mayskur, Ketua Kelompok Persatuan
Pembangunan di Fraksi DPR. Selanjutnya, Idham Chalid diangkat menjadi presiden
partai. Presiden Soeharto turut merestui kepemimpinan PPP yang beru terbentuk
tersebut.
Dalam perjalanannya, PPP beberapa kali berbenturan dengan kebijakan
pemerintah dalam sidang-sidangnya di DPR. Salah seorang tokoh yang vokal dan
menentukan adalah KH. Bisri Syansuri, presiden Majelis Syuro PPP yang berasal
dari unsur NU. Pertentangan terjadi saat RUU Perkawinan dibawa ke sidang DPR
pada 1973. PPP menolak RUU tersebut karena dipandang bertentangan dengan hukum
Islam. walaupun demikian, Mintaredja menyetujui RUU tersebut. Mintaredja
menyatakan RUU tersebut produk pemikiran terbaik dan tak bertentangan dengan
Islam. Itu pendapatnya pribadi. Di PPP, Mintaredja bukan lagi sosok penentu
kebijakan.
Moderat
Setelah tak menjabat sebagai menteri, dia ditugaskan sebagai duta besar
untuk Republik Turki hingga 19883. Sebagai penghargaan, Pemerintah Kota Cimahi
mulai 10 November 2006 menamai salah satu jalan wilayahnya Jalan H. M. S.
Mintaredja, S.H.
Sisi intelektualitasnya dia tunjukkan dalam karya berupa buku-buku. Selama
hidupnya, Mintaredja telah menulis beberapa buku, antara lain: Pemerintah dan Pembentukan Partai Muslimin
Indonesia (1968); Perjuangan Ummat
Islam Mengalami Setback 25 Tahun (1968); Renungan Pembaharuan Pemikiran: Masyarakat Islam dan Politik di Indonesia
(1971); A Reflection and Revision of
Ideas: Islam and Politic Islam and State in Indonesia (1974); Rasionalisme Versus Iman: Iman, Ilmu, Amal
(1975); Islam dan Politik, Islam dan
Negara di Indonesia: Sebuah Renungan dan Pembaharuan Pemikiran (1976); Generasi Muda dari Zaman ke Zaman
(1977); Kehidupan Berumah Tangga (1977);
dan Naik Haji (1977).
Dalam buku-buku yang ditulisnya itu, pandangan Mintaredja moderat. Ia
termasuk pengkritik awal “negara Islam”. Bukan hanya karena bangsa Indonesia
bersifat majemuk, tapi juga karena menurutnya
tidak ada dasar yang kuat dalam
Al-Qur’an dan Hadits. Mintaredja juga memberikan otokritik terhadap Masyumi
yang terlalu menekankan masalah ideologi dan mengabaikan masalah ekonomi dan
kesejahteraan yang sebetulnya sama pentingnya. Betapa pun demikian, dia
termasuk sosok yang tidak menafikan perjuangan politik Islam semasa Orde
Baru.[]
Sumber bacaan: M. Alfan Alfian, dkk (peny), Mereka Yang Mencipta Dan Mengabdi, PT. Penjuru Ilmu Sejati, Bekasi,
2016, hal: 25-30.
Ket. gbr: M.S. Mintaredja
Sumber: https://id.wikipedia.org/
No comments:
Post a Comment