NDP HMI: Menangkal Bahaya Islam Apologetik - Yakusa Blog

YakusaBlog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Thursday, 27 April 2017

demo-image

NDP HMI: Menangkal Bahaya Islam Apologetik


ndp

YakusaBlog- Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (NDP HMI) sebagai tafsir asas Islam, tidaklah lahir begitu saja dalam ruang yang hampa kultural. Ia lahir didasarkan pada satu realitas historis berkenaan dengan kondisi komunitas HMI sendiri yang sampai tahun 1970 belum memiliki sebuah buku tentang Islam yang dijadikan pegangan dan landasan perjuangan bagi kader-kadernya, sebagaimana layaknya sebuah organisasi perjuangan. Berangkan dari keprihatinan inilah Nurcholish Madjid, yang akrab dipanggil Cak Nur, merasa perlu untuk merumuskan apa yang pada akhirnya disebut dengan Nilai Dasar Perjuangan yang disingkat dengan NDP.

Sewaktu menjabat sebagai Ketua IV Badko HMI Jawa Barat, Cak Nur merasa ada sesuatu yang kurang dalam perkaderan  HMI. Seperti yang dituturkannya, “Pada waktu itu, soal keorganisasian dan politik, banyak diberikan, tetapi persoalan keislaman agaknya kurang mendapat tempat yang memadai”. Memang ada satu materi yang sering diberikan oleh Mar’ie Muhammad dalam training-training HMI yang didasarkan pada buku Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme yang terbit tahun 1930, namun setelah buku tersebut didalami, isinya sangat apologetik dan tidak mampu memberi pemecahan masalah umat yang konkrit. Model pemahaman Islam yang apologetik ini sangat tidak disukai oleh Cak Nur. Atas dasar itulah, ia menghindarkan NDP dari muatan-muatan Islam yang apologetik tersebut.

Cak Nur mengisahkan, sewaktu mengadakan kunjungan ke Timur Tengah, ia bertemu dengan seorang tokoh Ikhwan al-Muslimin yang memberinya sebuah buku yang berjudul Majmu’ Rasa’il Hasan Al-Banna (Risalah Pergerakan Hasal Al-Banna –peny). Setelah selesai membaca buku itu selama dua minggu, Cak Nur kecewa karena ia tidak menemukan apa-apa kecuali ungkapan-ungkapan yang apologetik dan bukan pemecahan masalah terhadap persoalan yang melanda umat Islam saat itu. Bisa saja orang terpanggil emosi keagamaannya untuk bangkit melakukan perubahan-perubahan, tetapi ia tidak tahu harus melakukan apa, mulai dari mana dalam menganalisis pemecahan masalah.
Ada contoh yang menarik, banyak orang yang berteriak bahwa kemunduran umat Islam disebabkan karena umat Islam tidak lagi mengamalkan ajaran Islam disebabkan karena umat Islam tidak lagi mengamalkan agamanya secara baik dan kaffah. Mengatasi hal ini, maka umat Islam harus kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist serta mengamalkan ajarannya secara kaffah. Semuanya telah ada dijelaskan dalam Al-Qur’an. Hanya dengan cara inilah umat Islam bisa bangkit dan mengejar ketertinggalannya. Kesannya sederhana, mudah dipahami dan mudah melaksanakannya. Tetapi ketika ingin kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis, mulailah kita dihadapkan banyak persoalan seperti masalah penafsiran, bahasa, konteks ayat dan seterusnya. Demikian juga ketika ingin melaksanakannya, apa yang dilakukan, bagaimana caranya? Akhirnya tidak ada yang dilakukan, karena memang tidak tahu harus melakukan apa? Jelaslah “Islam Apologetik” itu sebenarnya cukup berbahaya bagi kemajuan Islam.

Dengan demikian, yang membuat Cak Nur termotivasi untuk menyusun NDP HMI yang memuat nilai-nilai ajaran Al-Qur’an yang bersifat universal, adalah untuk memberi panduan bagi kader HMI agar memahami Islam dengan baik dan bisa menerjemahkannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang dan waktu itu digambarkan Cak Nur dalam bentuk piramida yang menggambarkan tiga sisi, keislaman, keindonesiaan dan kemodernan. Tegasnya bagaimana melaksanakan Islam secara baik tanpa harus menjadi orang Arab (Arabisasi), tetap menjadi Indonesia dan relevan dalam semangat modernitas.

Bagi Cak Nur, pentingnya mengkodifikasi nilai-nilai tersebut karena nilai-nilai (values) itu tidak berubah-ubah, seperti nilai tauhid, nilai keadilan dan nilai persamaan. Yang berubah mungkin penerjemahan atau kontekstualisasi nilai-nilai (abstrak) tersebut ke dalam bentuk yang lebih konkrit, karena sanat terkait dengan dimensi ruang dan waktu.

Beranjak dari latar belakang perumusan NDP, jelaslah NDP yang merupakan sekumpulan nilai diharapkan dapat dipedomani kader-kader HMI menjadi sebuah acuan untuk memahami Islam secara lebih komprehensif dan rasional. Untuk itulah di dalam NDP tidak ditemukan ajaran-ajaran yang bersifat teknis fiqqiyah seperti pelaksanaan sholat, puasa, haji dan sebagainya.

Bukan berarti amalan-amalan keagamaan itu tidak penting, hanya saja karena sifatnya yang praktis (amali) maka tatacara pelaksanaannya diserahkan kepada diri kader. Apakah ia pengikut mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi, Syi’ah, terserah kepada pribadi-pribadi kader. Di samping itu, tentu saja seperti yang bersifat apologetik, karena cukup membahayakan bagi kader-kader HMI.

Islam apologetik hanya membuat kader-kader HMI menjadi malas berpikir strategis dalam dimensi ruang dan waktu, karena sejak awal merasa yakin bahwa Islam adalah agama yang tinggi (al-Islam ya’lu wa la yu’la ‘alaih) dan mampu menyelesaikan seluruh persoalan yang ada (inna al-dina ‘inda Allah al-Islam). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Masalah yang dihadapi di dunia ini sangat kompleks dan bertolak belakang dengan apa yang dibayangkan. Akhirnya ia menjadi frustasi dan lebih parah dari itu ia pun akan mengalami split personality, sesuatu yang sangat dihindarkan oleh NDP.

Sebagai kumpulan nilai, NDP diharapkan dapat dipahami dengan baik oleh kader-kader HMI. Selanjutnya, pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut akan membentuk dan mempengaruhi cara pikir dan pandangan hidup kader itu sendiri. Pada gilirannya sikap dan perilaku yang muncul kepermukaan adalah hasil dari penerjemahan cara berpikir itu sendiri.

Cara berpikir yang dituju NDP HMI adalah pola berpikir kritis dan tidak terjebak pada pola pikir hitam-putih. Pola pikir hitam-putih membuat orang tidak mampu melihat pemikiran alternatif lainnya. Kesannya menjadi dogmatis, kalau tidka hitam, putih. Kalau tidak benar, salah. Padahal kebenaran-kebenaran yang dimaksud itu sering kali merupakan hasil kontruksi pemikirannya sendiri yang sanat relatif kendati dikatakan bersumber dari teks suci. Jadi, sering sekali orang yang berpikirnya hitam-putih cenderung membenarkan bahkan memutlakkan kebenaran yang dicapainya sendiri dan juga sering sekali mengklaim orang lain salah dan menyesatkan.

Selanjutnya, berpikiran yang dogmatis menjadikan seseorang tidak mau menerima kebenaran yang datangnya dari orang lain. Lagi-lagi ini terjadi karena ia telah menganggap pemikirannyalah yang paling benar, ia menjadi eksklusif. Lama kelamaan orang yang seperti ini cenderung untuk “mempertuhankan hawa nafsunya sendiri” atau “menjadikan dirinya sebagai thaghut”. Hal ini sangat mungkin terjadi karena potensi yang dimiliki manusia untuk menjadi thaghut tersebut sangat besar.

Dalam rangka mengantisipasi kecenderungan seperti ini, pada bab satu NDP berbicara tentang dasar-dasar kepercayaan, kemungkinan-kemungkinan yang buruk ini telah diantisipasi dengan baik. Pemaknaan la ilaha illah Allah sebagai negasi (al-nafyu) dan afirmasi (al-isbat) menggiring kita untuk melihat bahwa yang mutlak benar itu hanyalah Allah SWT, sedangkan yang lainnya adalah relatif. Siapa saja yang memutlakkan selain Allah SWT samalah artinya ia menjadikan Allah itu bersyarikat (syirik) atau bahkan berbilang (andad). Dengan demikian ia telah memiliki kepercayaan yang salah dan akhirnya ia akan dibelenggu oleh kepercayaan yang salah tersebut.

Implikasi cara pandang bahwa Tuhan sebagai kebenaran mutlak, akan menjadikan kader-kader HMI memiliki watak yang dinamis dan progresif untuk selalu mencari dan menemukan kebenaran tersebut. Bagaimanapun juga kebenaran yang absolut tidak akan terpenuhi tanpa melakukan eksperimentasi terhadap kebenaran-kebenaran relatif. Ketika melakukan eksperimentasi kebenaran-kebenaran relatif tersebut, maka pemikiran akan dicurahkan sepenuhnya berikut dengan perangkat-perangkat ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki.[peny-IAR]


Sumber bacaan: Azhari Akmal Tarigan, Islam Mazhab HMI: Tafsir Tema Besar Nilai Dasar Perjuangan, Kultura, Jakarta: 2007, hal: 1-5.
Catatan: Tulisan tersebut disadur dari sumber bacaan yang dituliskan dengan membuat judul baru, “NDP HMI: Menangkal Bahaya Islam Apologetik” oleh penyunting.
Sumber gamber: https://pchmicabangkolaka.wordpress.com/


Baca juga artikel terkait:



Comment Using!!

No comments:

Post a Comment