YakusaBlog- Nilai
Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam (NDP HMI) sebagai tafsir asas Islam,
tidaklah lahir begitu saja dalam ruang yang hampa kultural. Ia lahir didasarkan
pada satu realitas historis berkenaan dengan kondisi komunitas HMI sendiri yang
sampai tahun 1970 belum memiliki sebuah buku tentang Islam yang dijadikan
pegangan dan landasan perjuangan bagi kader-kadernya, sebagaimana layaknya
sebuah organisasi perjuangan. Berangkan dari keprihatinan inilah Nurcholish
Madjid, yang akrab dipanggil Cak Nur, merasa perlu untuk merumuskan apa yang
pada akhirnya disebut dengan Nilai Dasar Perjuangan yang disingkat dengan NDP.
Sewaktu
menjabat sebagai Ketua IV Badko HMI Jawa Barat, Cak Nur merasa ada sesuatu yang
kurang dalam perkaderan HMI. Seperti yang
dituturkannya, “Pada waktu itu, soal keorganisasian dan politik, banyak
diberikan, tetapi persoalan keislaman agaknya kurang mendapat tempat yang
memadai”. Memang ada satu materi yang sering diberikan oleh Mar’ie Muhammad
dalam training-training HMI yang
didasarkan pada buku Tjokroaminoto, Islam
dan Sosialisme yang terbit tahun 1930, namun setelah buku tersebut
didalami, isinya sangat apologetik dan tidak mampu memberi pemecahan masalah
umat yang konkrit. Model pemahaman Islam yang apologetik ini sangat tidak
disukai oleh Cak Nur. Atas dasar itulah, ia menghindarkan NDP dari
muatan-muatan Islam yang apologetik tersebut.
Cak
Nur mengisahkan, sewaktu mengadakan kunjungan ke Timur Tengah, ia bertemu
dengan seorang tokoh Ikhwan al-Muslimin yang memberinya sebuah buku yang
berjudul Majmu’ Rasa’il Hasan Al-Banna
(Risalah Pergerakan Hasal Al-Banna –peny).
Setelah selesai membaca buku itu selama dua minggu, Cak Nur kecewa karena ia
tidak menemukan apa-apa kecuali ungkapan-ungkapan yang apologetik dan bukan pemecahan
masalah terhadap persoalan yang melanda umat Islam saat itu. Bisa saja orang
terpanggil emosi keagamaannya untuk bangkit melakukan perubahan-perubahan,
tetapi ia tidak tahu harus melakukan apa, mulai dari mana dalam menganalisis
pemecahan masalah.
Ada
contoh yang menarik, banyak orang yang berteriak bahwa kemunduran umat Islam
disebabkan karena umat Islam tidak lagi mengamalkan ajaran Islam disebabkan
karena umat Islam tidak lagi mengamalkan agamanya secara baik dan kaffah. Mengatasi hal ini, maka umat
Islam harus kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist serta mengamalkan ajarannya
secara kaffah. Semuanya telah ada
dijelaskan dalam Al-Qur’an. Hanya dengan cara inilah umat Islam bisa bangkit
dan mengejar ketertinggalannya. Kesannya sederhana, mudah dipahami dan mudah
melaksanakannya. Tetapi ketika ingin kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis,
mulailah kita dihadapkan banyak persoalan seperti masalah penafsiran, bahasa,
konteks ayat dan seterusnya. Demikian juga ketika ingin melaksanakannya, apa
yang dilakukan, bagaimana caranya? Akhirnya tidak ada yang dilakukan, karena
memang tidak tahu harus melakukan apa? Jelaslah “Islam Apologetik” itu sebenarnya cukup berbahaya bagi kemajuan
Islam.
Dengan
demikian, yang membuat Cak Nur termotivasi untuk menyusun NDP HMI yang memuat
nilai-nilai ajaran Al-Qur’an yang bersifat universal, adalah untuk memberi
panduan bagi kader HMI agar memahami Islam dengan baik dan bisa
menerjemahkannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang dan waktu itu
digambarkan Cak Nur dalam bentuk piramida yang menggambarkan tiga sisi,
keislaman, keindonesiaan dan kemodernan. Tegasnya bagaimana melaksanakan Islam
secara baik tanpa harus menjadi orang Arab (Arabisasi), tetap menjadi Indonesia
dan relevan dalam semangat modernitas.
Bagi
Cak Nur, pentingnya mengkodifikasi nilai-nilai tersebut karena nilai-nilai (values) itu tidak berubah-ubah, seperti
nilai tauhid, nilai keadilan dan nilai persamaan. Yang berubah mungkin
penerjemahan atau kontekstualisasi nilai-nilai (abstrak) tersebut ke dalam
bentuk yang lebih konkrit, karena sanat terkait dengan dimensi ruang dan waktu.
Beranjak
dari latar belakang perumusan NDP, jelaslah NDP yang merupakan sekumpulan nilai
diharapkan dapat dipedomani kader-kader HMI menjadi sebuah acuan untuk memahami
Islam secara lebih komprehensif dan rasional. Untuk itulah di dalam NDP tidak
ditemukan ajaran-ajaran yang bersifat teknis fiqqiyah seperti pelaksanaan sholat, puasa, haji dan sebagainya.
Bukan
berarti amalan-amalan keagamaan itu tidak penting, hanya saja karena sifatnya
yang praktis (amali) maka tatacara
pelaksanaannya diserahkan kepada diri kader. Apakah ia pengikut mazhab Syafi’i,
mazhab Hanafi, Syi’ah, terserah kepada pribadi-pribadi kader. Di samping itu,
tentu saja seperti yang bersifat apologetik, karena cukup membahayakan bagi
kader-kader HMI.
Islam
apologetik hanya membuat kader-kader HMI menjadi malas berpikir strategis dalam
dimensi ruang dan waktu, karena sejak awal merasa yakin bahwa Islam adalah
agama yang tinggi (al-Islam ya’lu wa la
yu’la ‘alaih) dan mampu menyelesaikan seluruh persoalan yang ada (inna al-dina ‘inda Allah al-Islam). Akan
tetapi kenyataannya tidak demikian. Masalah yang dihadapi di dunia ini sangat
kompleks dan bertolak belakang dengan apa yang dibayangkan. Akhirnya ia menjadi
frustasi dan lebih parah dari itu ia pun akan mengalami split personality, sesuatu yang sangat dihindarkan oleh NDP.
Sebagai
kumpulan nilai, NDP diharapkan dapat dipahami dengan baik oleh kader-kader HMI.
Selanjutnya, pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut akan membentuk dan
mempengaruhi cara pikir dan pandangan hidup kader itu sendiri. Pada gilirannya sikap
dan perilaku yang muncul kepermukaan adalah hasil dari penerjemahan cara
berpikir itu sendiri.
Cara
berpikir yang dituju NDP HMI adalah pola berpikir kritis dan tidak terjebak
pada pola pikir hitam-putih. Pola pikir hitam-putih membuat orang tidak mampu
melihat pemikiran alternatif lainnya. Kesannya menjadi dogmatis, kalau tidka
hitam, putih. Kalau tidak benar, salah. Padahal kebenaran-kebenaran yang
dimaksud itu sering kali merupakan hasil kontruksi pemikirannya sendiri yang
sanat relatif kendati dikatakan bersumber dari teks suci. Jadi, sering sekali
orang yang berpikirnya hitam-putih cenderung membenarkan bahkan memutlakkan
kebenaran yang dicapainya sendiri dan juga sering sekali mengklaim orang lain
salah dan menyesatkan.
Selanjutnya,
berpikiran yang dogmatis menjadikan seseorang tidak mau menerima kebenaran yang
datangnya dari orang lain. Lagi-lagi ini terjadi karena ia telah menganggap
pemikirannyalah yang paling benar, ia menjadi eksklusif. Lama kelamaan orang
yang seperti ini cenderung untuk “mempertuhankan hawa nafsunya sendiri” atau “menjadikan
dirinya sebagai thaghut”. Hal ini
sangat mungkin terjadi karena potensi yang dimiliki manusia untuk menjadi thaghut tersebut sangat besar.
Dalam
rangka mengantisipasi kecenderungan seperti ini, pada bab satu NDP berbicara
tentang dasar-dasar kepercayaan, kemungkinan-kemungkinan yang buruk ini telah
diantisipasi dengan baik. Pemaknaan la
ilaha illah Allah sebagai negasi
(al-nafyu) dan afirmasi (al-isbat)
menggiring kita untuk melihat bahwa yang mutlak benar itu hanyalah Allah SWT,
sedangkan yang lainnya adalah relatif. Siapa saja yang memutlakkan selain Allah
SWT samalah artinya ia menjadikan Allah itu bersyarikat (syirik) atau bahkan berbilang (andad).
Dengan demikian ia telah memiliki kepercayaan yang salah dan akhirnya ia akan
dibelenggu oleh kepercayaan yang salah tersebut.
Implikasi
cara pandang bahwa Tuhan sebagai kebenaran mutlak, akan menjadikan kader-kader
HMI memiliki watak yang dinamis dan progresif untuk selalu mencari dan
menemukan kebenaran tersebut. Bagaimanapun juga kebenaran yang absolut tidak
akan terpenuhi tanpa melakukan eksperimentasi terhadap kebenaran-kebenaran
relatif. Ketika melakukan eksperimentasi kebenaran-kebenaran relatif tersebut,
maka pemikiran akan dicurahkan sepenuhnya berikut dengan perangkat-perangkat
ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki.[peny-IAR]
Sumber bacaan: Azhari
Akmal Tarigan, Islam Mazhab HMI: Tafsir
Tema Besar Nilai Dasar Perjuangan, Kultura, Jakarta: 2007, hal: 1-5.
Catatan: Tulisan
tersebut disadur dari sumber bacaan yang dituliskan dengan membuat judul baru, “NDP HMI: Menangkal Bahaya Islam Apologetik”
oleh penyunting.
Sumber gamber: https://pchmicabangkolaka.wordpress.com/
Baca juga artikel terkait:
No comments:
Post a Comment