“Perempuan
adalah tiang negara, bila kaum perempuannya baik maka baiklah negaranya, dan apabila perempuannya buruk (amoral) maka buruklah negaranya”.
YakusaBlog- Penuturan
kata-kata di atas adalah suatu syair yang kita ketahui dari arab. Penegasan kata-kata
tersebut lebih diabadikan di dalam paragraf Mukaddimah
Pedoman Dasar KOHATI (PDK). Syair tersebut adalah suatu harapan atau suatu gambaran
keadaan realitas dalam negara yang apabila perempuannya baik maka baiklah negaranya, atau sebaliknya. Perkataan syair
tersebut, penulis pernah mendengar dari suatu film kerajaan di indonesia, yaitu
film Angling Dharma. Perkataan yang
persis seperti di atas terucap dari ayahnya Dewi Sekarwangi saat awal
keberangkatan Angling Dharma dan Dewi Sekarwangi dari rumah ayahnya,
setelah diselesaikannya pernikahan mereka. Sungguh memang perempuan menjadi
sosok yang sangat luar biasa pengaruhnya.
Landasan yang
lebih kuat lagi tentang kedudukan perempuan bagi kita yang meyakini sumber Islam
(Al-qur’an dan Hadist), dalam hadist Rasulullah menyebutkan kedudukan seorang
ibu sampai tiga kali dan keempat kalinya barulah ayah. Kejadian hadist itu
ketika seorang sahabat bertanya tentang hal itu. Betapa Nabi Allah juga
berangkat dari perjuangan membela kaum perempuan pada masa itu.
Dalam sejarah
perempuan Islam, kiranya dapat kita berikan contoh tokoh-tokoh perempuan nan sangat
mulia hatinya dan kuat imannya, yaitu adanya ummul mukminin atau perempuan shaliha (muslimah yang taat) yaitu Siti Khadijah (isteri pertama Rasulullah
SAW), Siti aisyah (isteri Rasulullah
SAW. atas berkatnya hadist-hadist bisa dapat diketahui secara pasti) dan Siti Fatimah (putri Rasulullah dan isteri
imam Ali). kiranya tokoh-tokoh tersebut dapat menjadi inspirator
perempuan-perempuan yang ada di dunia ini, bukan berarti kita menyampingkan
tokoh-tokoh muslimah lainnya yang telah banyak berjuang untuk kebaikan selama
dalam sejarah keperempuanan.
Marilah kiranya
kita lihat keadaan mayoritas perempuan muslim Indonesia hari ini, kita melihat
adanya pergeseran nilai, kultural, pergeseran pemahaman atau belum sama sekali
paham dengan apa yang dialaminya saat ini. Perempuan muslim saat ini, khususnya
di Indonesia, dalam ukuran mayoritas tidak mencerminkan sebagai muslimah yang
baik. Saat ini, mengumbar-umbar aurat sudah hal yang biasa dalam
kesehari-hariannya. Perempuan yang menutup auratnya dikatakan tidak zamani dan
kolot, sedangkan yang mempertontonkan aurat kepada orang yang tidak berhak
dipandang suatu trand dan dikatakan
maju. Sungguh pola pemikiran yang salah pada pandangan tersebut. Singkatnya,
tidak terlihat adanya semangat Islam dalam dirinya.
Kalau kita tarik
ke belakang (sejarah penjajahan Belanda di Indonesia), perempuan-perempuan
Indonesia sangat membenci adanya budaya-budaya yang datang dari Barat apalagi
itu dari Belanda. Jangankan meniru bahasanya, memakai pakaian ala Belanda
mereka tidak mau bahkan lagu-lagu barat menjadi lagu-lagu ejekan. Alasannya,
karena menurut mereka hal itu dapat mengikis nasionalismenya, dengan sikap itu
perempuan ikut berjuang untuk negara dengan segala cara yang dilakukannya.
Sungguh mereka adalah perempuan-perempuan pejuang di Indonesia, suatu sosok
perempuan yang ideal.
Meneropong masa
sekarang, bagaimana perempuan-perempuan Indonesia, khususnya perempuan Islam di
Indonesia? Seperti apakah mereka saat ini? Apakah mereka berjuang dengan cara
apa yang bisa dibuatnya untuk mempertahankan Indonesia dan agamanya yang
diserang secara terus menerus secara halus. Diserang secara halus maksudnya
adalah perempuan dipengaruhi atau dirusak dengan menggunakan sarana-prasarana
yang diciptakan di Era Globalisasi
dan Modernisasi saat ini. Dahulunya
perempuan Indonesia sangat membenci cara-cara orang penjajah dalam pola
sikapnya dan tindakannya, seperti mempertontonkan auratnya, sekarang kita lihat
lewat begitu didepan mata kita setiap harinya. Hal itu menjadi suantu
kebanggaan bagi mereka, lebih miris lagi saat ini banyak kita lihat artis-artis
mempertontonkan auratnya dengan bebas lewat Televisi. Dari
pertunjukan-pertunjukan liar itu, banyak pulalah perempuan yang mengikuti gaya
berpakaian artis tersebut.
Berangkant dari
kondisi ini, jauh-jauh hari sudah lama realitas ini ditangkap oleh satu
kelompok intelektual muslimah, maka dari itu dibentuklah Korps HMI Wati
(KOHATI), suatu lembaga semi-otonom dibawah naungan Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI). Di dalam lembaga semi-otonom ini jelas diisi oleh mahasiswi-mahasiswi
Islam (Muslimah) atau sering kita sebut HMI-Wati yang telah dikader, dibina
secara mandiri, terdidik menjadi perempuan-perempuan yang berkualitas, sehingga
HMI-Wati megerti dan paham dalam peran perempuan dalam pembangunan negara.
Pada Mukaddimah
Pedoman Dasar KOHATI (PDK) menyebutkan bahwa dalam rangka memaknai peran
strategis tersebut, HMI-Wati dituntut untuk menguasai Ilmu Agama sebagai
landasan atas keiman, Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) untuk kemudahan
dalam aktivitas di dunia, serta keterampilan yang tinggi dengan senantiasa menyadari
fitrahnya. Labih lanjut, tujuan KOHATI yang diisi HMI-Wati adalah terbinanya muslimah yang berkualitas insan
cita. Dimana kita ketahui kualitas insan cita dalam tafsir tujuan HMI itu terdiri dari :
(a). Kualitas Insan Akademis, (b). Kualitas Insan Pencipta, (c). Kualitas Insan
Pengabdi, (d). Kualitas Insan yang bernafaskan Islam dan (e). Kualitas Insan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah
SWT.
Untuk melihat
usaha yang dilakukan dalam mewujudkan HMI-Wati yang berkualitas atau menjadi
sosok perempuan yang ideal, ada kualifikasi yang sudah dibuat telah menjadi
konsep pengembangan kualitas diri HMI-Wati. Dengan itu, HMI-Wati mempunyai
kelebihan, yaitu : (a), Kualifikasi Intelektual, (b). Kualifikasi Kepemimpinan,
(c). Kualifikasi Manajerial, dan (d). Kualifikasi Kemandirian. Disamping itu,
ada wacana HMI-Wati dan juga spesifikasi gerakan dengan kajian-kajian
keperempuanan dalam Islam, peningkatan keintelektualan dengan menggabungkan
kajian Tridharma Perguruan Tinggi, dan keperempuanan masa kini.
Dari hal-hal di
atas, akan lahirlah HMI-Wati yang menjadi sosok perempuan yang ideal, perempuan
yang penuh keimanan, perempuan yang akan berguna untuk negara dan bangsa dan
juga keluarganya. HMI-Wati tidak mudah terpengaruh dengan arus leberalisme,
globalisasi dan modernisasi yang menjerumuskan manusia. Kalaupun modernisasi
tidak terbendung lagi, maka HMI-Wati sudah siap menghadapinya dan tidak menjadi
korban. HMI-Wati tidak akan menjadi perempuan pengumbar aurat, perempuan pengrusak
tatanan masyarakat tidak menjadi perempuan amoral.
Dengan kualitas
insan citanya, dan proses yang dialaminya (proses psikologi dan intelektual),
jadi HMI-Wati dengan kemampuan atau kualitas iman yang kuat, intelektual yang
tinggi, perempuan yang mandiri dan perempuan yang bermoral. Jadilah ia menjadi
sosok perempuan ideal yang mengerjakan amal kebajikan untuk kehidupan yang
lebih baik.
"Barang siapa mengerjakan amal kebajikan,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan akan kami berikan balasan dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan". (QS.
An-Nahl; 16 : 97)
Penulis: Ibnu Arsib Ritonga
Kader HMI Cabang Medan
Catatan: Tulisan di atas, sebelumnya telah dimuat di http://www.pbhmi.or.id/opini/766/hmi-wati-sosok-perempuan-ideal.html
Sumber gambar ilustrasi: http://www.pbhmi.or.id/opini/766/hmi-wati-sosok-perempuan-ideal.html
No comments:
Post a Comment