Mari
Kita Mulai
Jikalau kita melihat
suatu perhimpunan atau suatu wadah, misalnya seperti perguruan pencak silat,
dipimpin oleh seorang pelatih yang tidak paham bagaimana silat, apa yang akan
terjadi pada wadah itu? Tentunya kita tahu, wadah tersebut akan kesusahan dalam
perjalanannya dan orang tidak akan yakin pada seseorang itu (yang tidak paham
silat), kemudian memutuskan akan pindah ke wadah lain, sedangkan wadahnya yang
pimpin yang tidak bisa silat tadi akan bubar. Jikalau kita menginginkan supaya
wadah pencak silat atau suatu wadahnya lain bisa berjalan baik dan mencapai
tujuannya, tentunya wadah itu dipimpin oleh orang-orang yang paham pada
kekhususan wadah yang ia pimpin.
Pengelolaan lembaga
pendidikan, sepertinya dapat juga dijadikan contoh permisalannya. Lembaga pendidikan
akan baik (secara sistem dan praktik) apabila dikelola dan dipimpin oleh orang
yang paham tentang bagaimana pendidikan itu, bagaimana metode menjalankannya
dan bagaimana visi-misi yang akan dibangun. Ketika lembaga pendidikan tidak
lagi dapat menjalankan tugasnya, ada kemungkin besar di dalamnya dipimpin atau
dikelola oleh orang-orang yang tidak betul-betul paham secara hakikat tentang
pendidikan itu.
Tentunya dalam bernegara
juga begitu, negara akan baik apabila dipimpin oleh seorang negarawan, dak
rakyatnya juga seorang yang mencintai negaranya. Saya sangat sependapat dengan
Cak Nun (bukan Cak Nur), yang mengatakan negara ini baik kalau sudah dipimpin
seorang negarawan, dan hal ini (seorang negarawan) sangat susah didapatkan.
Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) adalah suatu wadah sekelompok pemuda-pemuda Muslim yang mengemban
status sebagai status mahasiswa Muslim, yang bersifat independen, tidak terikat
pada pihak lain, kecuali pada kebenaran (lihat tafsir tujuan independensi HMI).
Peran HMI adalah sebagai organisasi perjuangan (memperjuangkan kebenaran dan
membela kaum lemah). Dan yang terpenting adalah fungsinya sebagai organisasi
kader (lihat pasal 8 AD HMI).
Dalam tulisan sederhana
ini, penulis tidak banyak membahas tentang apa itu kader, bagaimana itu
perkaderan di HMI dan metode-metodenya. Pembahasan tentang perkaderan lebih
efektif dibahas dalam tulisan-tulisan lain yang khusus membahas tentang
perkaderan HMI. Tulisan ini, lebih memfokuskan pada pembahasan sesuai dengan
judul tulisan.
Ranah
Perkaderan Adalah Lingkungan Suci
Kalau kita lihat
struktur organisai HMI, terdapat ada dua struktur organisasi di HMI. Struktur yang
pertama adalah Struktur Kekuasaan, yang dipegang oleh Kongres HMI, Konfrensi/ Musyawarah
Cabang dan Rapat Anggota Komisariat (lihat pasal 12 AD HMI). Sedangkan struktur
organisasi kedua adalah Struktur Kepemimpinan, yang dipegang oleh Pengurus
Besar HMI, Pengurus HMI Cabang dan Pengurus HMI Komisariat. Dan untuk membantu
tugas Pengurus Besar HMI maka dibentuklah Badan Koordinasi dan juga untuk
membantu tugas pengurus HMI Cabang maka dibentuklah Koordinator Komisariat
(lihat pasal 13 AD HMI).
Secara detail dalam
dalam satu pasal pada AD/ART HMI tidak ada pembagian ranah-ranah perkaderan,
hal ini mengingat bahwa perkaderan tugas disetiap struktur kepemimpinan. Dalam HMI,
memang dikenal dengan dua jenis perkaderan, pertama perkaderan formal, seperti
Latihan Kader I (ditingkat Cabang dengan panitianya bisa Pengurus Komisariat
bisa juga Pengurus Cabang, tapi yang tetap bertanggung jawab adalah Pengurus Cabang),
Latihan Kader II (biasanya dilaksanakan oleh Pengurus Cabang dan bisa juga
Pengurus Koordinator Komisariat), dan Latihan Kader III dilaksanakan oleh PB
HMI dan bisa juga oleh BADKO HMI.
Sedangkan perkaderan
yang jenis perkaderan yang kedua adalah perkaderan informal, seperti
dilakukannya upgrading, Latihan
Khusus Kelembagaan, Diskusi-diskusi dan aktivitas lainnya yang dilakukan secara
organisasional maupun kader itu sendiri demi untuk menunjang kualitas
kader-kader HMI.
Dalam diskusi-diskusi
di HMI, sering disebutkan bahwa ranah perkaderan adalah tugasnya Pengurus
Cabang Medan, tentunya itu dari dahulu telah disepakati, Pengurus Cabang
ranahnya adalah perkaderan (setiap kader telah diajarkan begitu, walaupun
memang sejatinya proses perkaderan bukan miliknya Cabang, tapi setiap
tingkatan). Sedangkan di Pengurus Komisariat mempunyai tugas rekrutmen
mahasiswa Muslim dan pembinaan kader dan ditingkat PB HMI bertugas dalam
menjaga stabilitas kebijakan politik tetapi tidak terlibat sebagai pelaku
politik (kita katakanlah pemangku jabatan pemerintahan).
Sebagai ranah
perkaderan dan dalam menjaga independensinya, ada dua lembaga yang sangat
diharapkan agar dapat menjaga independensinya, dan “kesuciannya”, yaitu di
tingkat HMI Cabang dan di tingkat HMI Komisariat. Nah, ditingkat HMI Cabang,
yang sangat diidentikkan dengan perkaderan (baik formal maupun informal) harus
melakukan kerja-kerja yang notabenenya meningkatkan kualitas kader-kader HMI,
maka dari itu aktivitasnya harus “suci” dan “bersih” tidak terikat pada sesuatu
yang “memanfaatkan” HMI secara kelembagaan dan secara individu seorang kader.
HMI Cabang harus terus konsisten pada pekerjaannya (sebagai perkaderan)
walaupun terkadang itu sangat menjenuhkan, karena sifatnya yang berulang-ulang.
Perlu kita pahami bahwa rusaknya perkaderan akan berdampak pada kualitas HMI
secara organisasional dan individual. Terkait masalah ini, lebih lanjut telah
dijelaskan oleh Sejarawan HMI, Agussalim Sitompul dalam bukunya yang berjudul 44 Indikator Kemunduran HMI.
Pemimpin
HMI Harus Paham Perkaderan
Kita (kader HMI) sering
terjebak dalam suatu konflik atau dinamika-dinamika yang melemahkan HMI secara
organisasional dan individual. Maksudnya, ketika melakukan suatu agenda
tahunan, seperti pemilihan Pimpinan (Ketua Umum) di HMI, terkhususnya di HMI
Cabang, sering terjadi dinamika yang tidak menuju pada perbaikan atau masih
banyak memilih Ketua Umum berdasarkan unsur politis, kedekatan dan karena satu
kelompok. Jarang sekali memilih pemimpin (Ketua Umum) berdasarkan
indikator-indikator yang menunjang perbaikan HMI.
Tentunya kita tahu,
sosok pemimpin sangat diperlukan dalam suatu wadah. Seperti yang sudah penulis
jelaskan di atas (pada pendahuluan), berjalannya suatu wadah dengan baik,
apabila yang memimpinnya paham tentang di mana, dan apa yang sedang dia pimpin.
Orang bijak pernah mengatakan, “untuk menyelesaikan suatu masalah, serahkanlah
pada orang yang ahli dan paham permasalahan tersebut”. Kita harus jujur, hari
ini, HMI mengalami suatu permasalahan dalam perkaderan. Hal ini ditandai dengan
banyak masalah yang terjadi disetiap tingkatan kepengurusan dan banyaknya
kritikan dari dalam dan dari luar terkait kualitas HMI sekarang, baik secara
organisasional maupun individual.
Memilih Pemimpin di HMI
(sebagai organisasi perkaderan), khususnya di tingkat HMI Cabang, memang sudah
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) HMI pasal 29 ayat (3). Akan tetapi,
menurut penulis, itu masih sangat normatif. Kiranya setiap kader dalam rapat
harus bisa membuat kriteria yang lebih baik (tanpa menyampingkan pasal tadi)
supaya Ketua Umum sekaligus Formateur yang terpilih adalah seseorang yang
menjiwai perkaderan dan paham perkaderan.
Indikator “paham
perkaderan” yang penulis maksud disini bukan hanya paham secara teoritis
seperti apa yang ada di dalam konstitusi, teori-teori yang terdapat di dalam
buku atau konsep yang masih dalam pemikiran. Selain itu, seorang calon pemimpin
HMI Cabang harus juga sudah pernah dan sedang dalam terjun ke medan training HMI. Lebih jelasnya, kita harus
berani katakan, dan harus memilih, Ketua Umum HMI Cabang harus seorang
Instruktur. Tapi, aturan HMI (pasal 29 ayat 3 ART HMI) tidak menghalangi
seseorang yang sudah lulus persyaratan untuk mencalonkan diri. Akan tetapi,
alangkah lebih baik dia adalah seorang Instruktur, karena secar otomatis
seorang istrutuk HMI telah lolos seperti yang disebutkan pasal tersebut.
Memilih karena kualitas
itu lebih baik, daripada karena unsur kedekatan, lobi-lobi jabatan, karena satu
gerbong dan unsur-unsur yang tidak memperbaiki HMI kedepannya. Dalam tulisan
ini, kiranya jangan dimaksudkan hanya dalam HMI Cabang saja, kiranya di Korkom
HMI, Badko HMI dan PB HMI harus juga dipimpin oleh seorang yang seperti kita
sebutkan di atas.
Mari
Kita Tutup
Tulisan sederhana ini,
mungkin tidak bisa menjawab segala pertanyaan dan permasalahan yang ada. Permasalahan
dapat kita selesaikan ketika yang menyelesaikannya adalah orang-orang yang
profesional, ahli di dalamnya dan paham apa masalahnya. HMI sebagai organisasi
perkadran harus dipimpin oleh seorang kader yang betul-betul paham (secara
teori dan praktik) tentang perkaderan. Tentunya, dia harus seorang instruktur
HMI.
Perlu kita ingat dan
jangan membiasakan memilih Ketua Umum HMI disetiap tingkatan karena indikator
kedekatan, satu gerbong, lobi-lobi kepentingan dan unsur-unsur yang tidak baik
lainnya. Akan tetapi, buatlah indikator yang dapat membangun HMI secara
organisasional dan individual. Karena di HMI ini kita sama-sama berproses, HMI
bukan menjadi tujuan dan jangan sekali-kali dijadikan batu loncatan menuju
kekuasaan dan pemenuhan nisbi lainnya.
Ber-HMI adalah suatu
proses penempahan jati diri (Chandradimuka)
seorang mahasiswa Muslim yang menjadi kader HMI agar dapat menjalankan
tugas-tugas manusia sebagai khalifah fil
ard. Dapat menjawab tantangan zaman, mampu memecahkan dan memberikan selosi
terkait masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dan dapat menjadi insan akademis
yang mencipta, mengabdi dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang dirindhoi oleh Allas SWT, dalam kesehariannya bernafaskan Islam.
Penulis: Ibnu Arsib Ritonga
Kader HMI Cabang Medan
Sumber gambar ilustrasi: http://ahlanelfaz.blogspot.co.id/
No comments:
Post a Comment