Organisasi Perkaderan Harus Dipimpin yang Paham Perkaderan - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Wednesday, 5 April 2017

Organisasi Perkaderan Harus Dipimpin yang Paham Perkaderan


Mari Kita Mulai
Jikalau kita melihat suatu perhimpunan atau suatu wadah, misalnya seperti perguruan pencak silat, dipimpin oleh seorang pelatih yang tidak paham bagaimana silat, apa yang akan terjadi pada wadah itu? Tentunya kita tahu, wadah tersebut akan kesusahan dalam perjalanannya dan orang tidak akan yakin pada seseorang itu (yang tidak paham silat), kemudian memutuskan akan pindah ke wadah lain, sedangkan wadahnya yang pimpin yang tidak bisa silat tadi akan bubar. Jikalau kita menginginkan supaya wadah pencak silat atau suatu wadahnya lain bisa berjalan baik dan mencapai tujuannya, tentunya wadah itu dipimpin oleh orang-orang yang paham pada kekhususan wadah yang ia pimpin.

Pengelolaan lembaga pendidikan, sepertinya dapat juga dijadikan contoh permisalannya. Lembaga pendidikan akan baik (secara sistem dan praktik) apabila dikelola dan dipimpin oleh orang yang paham tentang bagaimana pendidikan itu, bagaimana metode menjalankannya dan bagaimana visi-misi yang akan dibangun. Ketika lembaga pendidikan tidak lagi dapat menjalankan tugasnya, ada kemungkin besar di dalamnya dipimpin atau dikelola oleh orang-orang yang tidak betul-betul paham secara hakikat tentang pendidikan itu.

Tentunya dalam bernegara juga begitu, negara akan baik apabila dipimpin oleh seorang negarawan, dak rakyatnya juga seorang yang mencintai negaranya. Saya sangat sependapat dengan Cak Nun (bukan Cak Nur), yang mengatakan negara ini baik kalau sudah dipimpin seorang negarawan, dan hal ini (seorang negarawan) sangat susah didapatkan.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah suatu wadah sekelompok pemuda-pemuda Muslim yang mengemban status sebagai status mahasiswa Muslim, yang bersifat independen, tidak terikat pada pihak lain, kecuali pada kebenaran (lihat tafsir tujuan independensi HMI). Peran HMI adalah sebagai organisasi perjuangan (memperjuangkan kebenaran dan membela kaum lemah). Dan yang terpenting adalah fungsinya sebagai organisasi kader (lihat pasal 8 AD HMI).

Dalam tulisan sederhana ini, penulis tidak banyak membahas tentang apa itu kader, bagaimana itu perkaderan di HMI dan metode-metodenya. Pembahasan tentang perkaderan lebih efektif dibahas dalam tulisan-tulisan lain yang khusus membahas tentang perkaderan HMI. Tulisan ini, lebih memfokuskan pada pembahasan sesuai dengan judul tulisan.

Ranah Perkaderan Adalah Lingkungan Suci
Kalau kita lihat struktur organisai HMI, terdapat ada dua struktur organisasi di HMI. Struktur yang pertama adalah Struktur Kekuasaan, yang dipegang oleh Kongres HMI, Konfrensi/ Musyawarah Cabang dan Rapat Anggota Komisariat (lihat pasal 12 AD HMI). Sedangkan struktur organisasi kedua adalah Struktur Kepemimpinan, yang dipegang oleh Pengurus Besar HMI, Pengurus HMI Cabang dan Pengurus HMI Komisariat. Dan untuk membantu tugas Pengurus Besar HMI maka dibentuklah Badan Koordinasi dan juga untuk membantu tugas pengurus HMI Cabang maka dibentuklah Koordinator Komisariat (lihat pasal 13 AD HMI).

Secara detail dalam dalam satu pasal pada AD/ART HMI tidak ada pembagian ranah-ranah perkaderan, hal ini mengingat bahwa perkaderan tugas disetiap struktur kepemimpinan. Dalam HMI, memang dikenal dengan dua jenis perkaderan, pertama perkaderan formal, seperti Latihan Kader I (ditingkat Cabang dengan panitianya bisa Pengurus Komisariat bisa juga Pengurus Cabang, tapi yang tetap bertanggung jawab adalah Pengurus Cabang), Latihan Kader II (biasanya dilaksanakan oleh Pengurus Cabang dan bisa juga Pengurus Koordinator Komisariat), dan Latihan Kader III dilaksanakan oleh PB HMI dan bisa juga oleh BADKO HMI.

Sedangkan perkaderan yang jenis perkaderan yang kedua adalah perkaderan informal, seperti dilakukannya upgrading, Latihan Khusus Kelembagaan, Diskusi-diskusi dan aktivitas lainnya yang dilakukan secara organisasional maupun kader itu sendiri demi untuk menunjang kualitas kader-kader HMI.

Dalam diskusi-diskusi di HMI, sering disebutkan bahwa ranah perkaderan adalah tugasnya Pengurus Cabang Medan, tentunya itu dari dahulu telah disepakati, Pengurus Cabang ranahnya adalah perkaderan (setiap kader telah diajarkan begitu, walaupun memang sejatinya proses perkaderan bukan miliknya Cabang, tapi setiap tingkatan). Sedangkan di Pengurus Komisariat mempunyai tugas rekrutmen mahasiswa Muslim dan pembinaan kader dan ditingkat PB HMI bertugas dalam menjaga stabilitas kebijakan politik tetapi tidak terlibat sebagai pelaku politik (kita katakanlah pemangku jabatan pemerintahan).

Sebagai ranah perkaderan dan dalam menjaga independensinya, ada dua lembaga yang sangat diharapkan agar dapat menjaga independensinya, dan “kesuciannya”, yaitu di tingkat HMI Cabang dan di tingkat HMI Komisariat. Nah, ditingkat HMI Cabang, yang sangat diidentikkan dengan perkaderan (baik formal maupun informal) harus melakukan kerja-kerja yang notabenenya meningkatkan kualitas kader-kader HMI, maka dari itu aktivitasnya harus “suci” dan “bersih” tidak terikat pada sesuatu yang “memanfaatkan” HMI secara kelembagaan dan secara individu seorang kader. HMI Cabang harus terus konsisten pada pekerjaannya (sebagai perkaderan) walaupun terkadang itu sangat menjenuhkan, karena sifatnya yang berulang-ulang. Perlu kita pahami bahwa rusaknya perkaderan akan berdampak pada kualitas HMI secara organisasional dan individual. Terkait masalah ini, lebih lanjut telah dijelaskan oleh Sejarawan HMI, Agussalim Sitompul dalam bukunya yang berjudul 44 Indikator Kemunduran HMI.

Pemimpin HMI Harus Paham Perkaderan
Kita (kader HMI) sering terjebak dalam suatu konflik atau dinamika-dinamika yang melemahkan HMI secara organisasional dan individual. Maksudnya, ketika melakukan suatu agenda tahunan, seperti pemilihan Pimpinan (Ketua Umum) di HMI, terkhususnya di HMI Cabang, sering terjadi dinamika yang tidak menuju pada perbaikan atau masih banyak memilih Ketua Umum berdasarkan unsur politis, kedekatan dan karena satu kelompok. Jarang sekali memilih pemimpin (Ketua Umum) berdasarkan indikator-indikator yang menunjang perbaikan HMI.

Tentunya kita tahu, sosok pemimpin sangat diperlukan dalam suatu wadah. Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas (pada pendahuluan), berjalannya suatu wadah dengan baik, apabila yang memimpinnya paham tentang di mana, dan apa yang sedang dia pimpin. Orang bijak pernah mengatakan, “untuk menyelesaikan suatu masalah, serahkanlah pada orang yang ahli dan paham permasalahan tersebut”. Kita harus jujur, hari ini, HMI mengalami suatu permasalahan dalam perkaderan. Hal ini ditandai dengan banyak masalah yang terjadi disetiap tingkatan kepengurusan dan banyaknya kritikan dari dalam dan dari luar terkait kualitas HMI sekarang, baik secara organisasional maupun individual.

Memilih Pemimpin di HMI (sebagai organisasi perkaderan), khususnya di tingkat HMI Cabang, memang sudah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) HMI pasal 29 ayat (3). Akan tetapi, menurut penulis, itu masih sangat normatif. Kiranya setiap kader dalam rapat harus bisa membuat kriteria yang lebih baik (tanpa menyampingkan pasal tadi) supaya Ketua Umum sekaligus Formateur yang terpilih adalah seseorang yang menjiwai perkaderan dan paham perkaderan.

Indikator “paham perkaderan” yang penulis maksud disini bukan hanya paham secara teoritis seperti apa yang ada di dalam konstitusi, teori-teori yang terdapat di dalam buku atau konsep yang masih dalam pemikiran. Selain itu, seorang calon pemimpin HMI Cabang harus juga sudah pernah dan sedang dalam terjun ke medan training HMI. Lebih jelasnya, kita harus berani katakan, dan harus memilih, Ketua Umum HMI Cabang harus seorang Instruktur. Tapi, aturan HMI (pasal 29 ayat 3 ART HMI) tidak menghalangi seseorang yang sudah lulus persyaratan untuk mencalonkan diri. Akan tetapi, alangkah lebih baik dia adalah seorang Instruktur, karena secar otomatis seorang istrutuk HMI telah lolos seperti yang disebutkan pasal tersebut.

Memilih karena kualitas itu lebih baik, daripada karena unsur kedekatan, lobi-lobi jabatan, karena satu gerbong dan unsur-unsur yang tidak memperbaiki HMI kedepannya. Dalam tulisan ini, kiranya jangan dimaksudkan hanya dalam HMI Cabang saja, kiranya di Korkom HMI, Badko HMI dan PB HMI harus juga dipimpin oleh seorang yang seperti kita sebutkan di atas.

Mari Kita Tutup
Tulisan sederhana ini, mungkin tidak bisa menjawab segala pertanyaan dan permasalahan yang ada. Permasalahan dapat kita selesaikan ketika yang menyelesaikannya adalah orang-orang yang profesional, ahli di dalamnya dan paham apa masalahnya. HMI sebagai organisasi perkadran harus dipimpin oleh seorang kader yang betul-betul paham (secara teori dan praktik) tentang perkaderan. Tentunya, dia harus seorang instruktur HMI.

Perlu kita ingat dan jangan membiasakan memilih Ketua Umum HMI disetiap tingkatan karena indikator kedekatan, satu gerbong, lobi-lobi kepentingan dan unsur-unsur yang tidak baik lainnya. Akan tetapi, buatlah indikator yang dapat membangun HMI secara organisasional dan individual. Karena di HMI ini kita sama-sama berproses, HMI bukan menjadi tujuan dan jangan sekali-kali dijadikan batu loncatan menuju kekuasaan dan pemenuhan nisbi lainnya.


Ber-HMI adalah suatu proses penempahan jati diri (Chandradimuka) seorang mahasiswa Muslim yang menjadi kader HMI agar dapat menjalankan tugas-tugas manusia sebagai khalifah fil ard. Dapat menjawab tantangan zaman, mampu memecahkan dan memberikan selosi terkait masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Dan dapat menjadi insan akademis yang mencipta, mengabdi dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang dirindhoi oleh Allas SWT, dalam kesehariannya bernafaskan Islam.



Penulis: Ibnu Arsib Ritonga
Kader HMI Cabang Medan

Sumber gambar ilustrasi: http://ahlanelfaz.blogspot.co.id/

No comments:

Post a Comment