HMI dan Secangkir Kopi - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Saturday, 26 October 2019

HMI dan Secangkir Kopi


YakusaBlog- Hari ini, adalah hari di mana banyak warga Insan Cita, mengucapkan selamat kepada beberapa Alumni HMI yang dilantik oleh Presiden Indonesia Joko Widodo menjadi Menteri dan atau Pejabat Setingkat Menteri. Ucapan itu memenuhi jagat raya Facebook, Instagram, WhatsApp, dan media-media online.

Pengangkatan pejabat negara itu juga menjadi pembicaraan hangat di mana-mana. Dari Sabang hingga Merauke, sari tempat training HMI hingga tempat ngopinya para kader-kader HMI, dan dari saat ini hingga nanti.

Gejolak rasa kebanggaan pun ada di mana-mana. Ucapan selamat yang mencantumkan logo HMI pun menjadi sorotan. Terkhususnya bagiku, mengundang pertanyaan. Pertanyaan apa itu? Hanya aku dan Tuhanku lah yang tahu. Kamu cukup menebak-nebak saja. Kalau tebakanmu salah, tak apa. Jika tebakanmu benar, mohon maaf aku tak dapat memberi hadiah.
Mari kita doakan agar kiranya Alumni HMI yang diangkat menjadi Menteri dapat amanah dan membantu rakyat sebagaimana amanah HMI.

Lanjut saja keinti coletahanku malam ini, goresan pena dari secarik kertas yang kupindahkan ke mesin huruf sehingga tersaji dan siap untuk kamu santap. Tak enak, tak apa. Kalau enak, jangan lupa bagikan ke teman-teman yang lain.

Celotehan ini kutuliskan saat ucapan selamat itu bergelora dalam dunia maya. Sambil menikmati secangkir kopi dan setelah membaca beberapa judul tulisan si Ibnu Arsib dalam buku yang ia beri judul; Secangkir Kopi Untuk Semangat Ber-HMI. Mohon maaf, saat ini aku tak sempat untuk menceritakan apa isi buku tersebut padamu. Karena saat ini, aku ingin sedang membicarakan HMI saat ini dalam kaca mataku sendiri sambil ditemani secangkir kopi.

Pertanyaan dasar sebagai bahan pembicaraanku adalah; mengapa kita ber-HMI? Apa hakekat kita ber-HMI?
Pertanyaan tersebut kiranya menjadi bahan renungan bagi kita yang saat ini sedang berproses di HMI.

Setiap kita pastinya mempunyai tujuan yang berbeda-beda saat ingin ber-HMI. Akan tetapi, setelah masuk di dalam HMI, tujuan kita secara individual harus disingkirkan dan mengutamakan tujuan komunal. Tujuan yang parsial harus disingkirkan menjadi tujuan universal.

Mengapa demikian? Jawaban simpel. HMI didirikan bukan untuk kepentingan sekelompok orang atau bukan untuk kepentingan orang-orang yang berjabatan di HMI. Bukan untuk kepentingan Alumni dan atau pun senior. Tapi, untuk kepentingan umat, bangsa dan negara.

Mungkin kita sudah mengetahui itu, tapi nyatanya pengetahuan kita itu masih banyak yang tidak mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik saat ber-HMI atau pun saat sudah gantung gordon-muts (Alumni).

Tidak sedikit yang menjadikan HMI sebagai alat pemuas nafsu harta dan kekuasaan. Tidak sedikit yang memanfaatkan nama baik HMI untuk tujuan-tujuan yang sesuatu dalam tanda kutip. Sehingga mengakibatkan nama baik HMI kehilangan tuahnya, sebagaimana pernah dikatakan sejarahwan HMI, Agussalim Sitompul dan kata Eks. Ketua Umum PB HMI Ridwan Saidi.

Tidak sedikit pula yang menjadi HMI ini sabagai tangga untuk naik menyentuh, menjilat dan merebut kekuasaan. Padahal, secara hakikatnya (menurutku) HMI adalah tangga Mahasiswa Islam yang bergabung di HMI untuk turun ke bawah (baca: masyarakat dan umat).

Saat ia (Kader HMI) turun ke bawah, maka ia akan mendengar suara masyarakat, kemudian mampu membawanya atau menyuarakannya ke pejabat negara lewat tangga naik HMI. Jadi HMI bisa sebagai tangga untuk turun dan naik. Karena, kita sebagai mahasiswa, dalam piramida masyarakat bahwa mahasiswa berada di posisi tengah. Di bawah kita ada masyarakat dan di atas ada pejabat negara. Pandanganku ini secara sisi hakikat sosial-politiknya.

Dari sisi intelektualnya, HMI sebagai mana kata Romo Franz Magnis Suseno adalah dapur intelektual bangsa Indonesia. Pandangan Romo tersebut mempunyai dasar yang kuat melihat tradisi-tradisi intelektual  kader HMI yang selama ia perhatikan. Tapi, muncul suatu pertanyaan; masih kuatlah pandangan itu melihat kader-kader HMI masa kini? Mari merenungkannya dan menjawabnya.

Jika aku dipaksa untuk berpendapat, aku akan mengatakan bahwa tradisi-tradisi intelektual HMI saat ini jauh menurun jika dibandingkan dengan tradisi intelektual kader-kader masa sebelum kita. Nuansa intelektual meredup dibanding nuansa politiknya. Hal itu dibuktikan dengan masalah-masalah struktural di level Komisariat hingga ke Pengurus Besar. Silahkan mengembangkan pembicaraan selanjutnya terkait masalah struktural ini.

Sebentar, aku seruput dulu kopiku sambil menikmati hisapan-hisapan terakhir rokok Surya ku.

Mari kita lanjutkan! HMI sangat menekankan rasa kekeluargaan dan persaudaraan. Perkataan ini pasti kita semua menyepakatinya. Tapi, mohon jawab ini; sudahkan kita secara mayoritas mengaktualisasikannya dalam aktivitas kita ber-HMI? Jika belum, maka kita harus terus menerus berusaha untuk mewujudkan nuansa kekeluargaan dan persaudaraan kita sebagaimana asas HMI (Islam) mengajarkannya.

Jika kita menguraikan apa kira-kira faktor penyebab menipisnya kekeluargaan dan persaudaraan di HMI, maka sedikitnya kita akan mendapatkan bahwa faktor penyebab adalah seperti; hawa nafsu untuk berkuasa yang sangat kuat, adanya kepentingan yang buruk, tidak menghargai prestasi teman-teman kita, nopotisme yang mulai subur, buta dari kebenaran, egoisme yang tinggi, sombong, angkuh, dan tidak lagi taat pada aturan organisasi serta tak takut lagi pada Tuhan.

Mungkin itu sajalah untuk sementara ini yang dapat aku persembahkan pada teman-teman. Lain kali kita sambung lagi. Mohon maaf aku tak menuliskan kesimpulannya. Karena, pembicaraan seperti ini tak boleh berkesimpulan supaya dapat kita bicarakan secara terus menerus tentang kondisi organisasi yang kita cintai ini.

Jangan lupa seduh kopi dan menikmatinya. Jika beramai-ramai, jangan lupa berdiskusi dan merekatkan kekeluargaan serta persaudaraan. Jika kamu sendiri, bukalah buku untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan. Jika kamu suka pada si dia, kirimkan tulisan ini padanya. Jika kamu tak suka padanya, kirimkan juga tulisan ini untuknya.
Sekian dan terimakasih!
Kisaran, 26 Oktober 2019.


Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa).

1 comment: