YakusaBlog- Setiap mahasiswa Muslim yang bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tentunya memiliki tujuan yang berbeda-beda, begitu juga dengan bagaimana cerita awal bisa bergabung dengan HMI. Kalau ditanya satu persatu, sudah cukuplah membuat kita terlatih menjadi wartawan. Dan jika kita ingin mengetahui bagaimana cerita awal mengapa bergabung di HMI, tak akan habis ceritanya.
Biasanya tujuan dan cerita awal masuk HMI akan berbanding lurus dengan bagaimana proses setelah masuk HMI. Jikalau ada tujuan yang miring atau sedikit miring, saat ber-HMI tidak ada perubahan menjadi lurus, berarti ada dua kemungkinan; pertama, prosesnya di HMI tidak maksimal dan, kedua, setelah masuk ia pun segera tak aktif. Kalau ada kemungkinan lain menurut teman-teman, itu lebih memperkaya pembicaraan kita.
Nah, muncul pertanyaan, mengapa prosesnya di HMI tidak maksimal dan mengapa setelah masuk, kemudian tak berapa lama sudah tak aktif lagi di HMI? Kan kira-kira begitu pertanyaannya.
Baik, pada kesempatan kali ini, sambil minum rokok sambil menghisap kopi, oh maksud saya sambil minum kopi menghisap rokok, hehehe. Baik, sambil duduk santai walau tidak di pantai, coba kita urai sesaui kemampuan saya selaku kader yang biasa-biasa saja. Karena kalau yang luar biasa itu, Ariel Peterpan, oh maksudnya Ariel Noah. Kalau yang biasa di luar itu Pak Satpam, Abang-abang Tukang Parkir, pagar rumah dan makhluk-makhluk lainnya yang ditugaskan biasa di luar. Hehehe.
Oke, sampai di sini ada pertanyaan? Ooh, gak ada ya? Baiklah kalau begitu, saya lanjutkan bacot saya. Hahaha...
Menurut saya, ini di luar dari teori-teori perkaderan, intelektual sebagaimana dalam buku-buku pemikiran, filsafat, sosial-politik, agama dan sampai ilmu perdukunan, ada dua pengaruh yang membuat Kader-kader HMI tak aktif atau lebih optimisnya kurang aktif di HMI. Baik itu di tingkatan Komisariat, hingga sampai di Pengurus Besar. Tapi kali ini kita khususkan sajalah di tingkat Komisariat. Jauh-jauh kali sampai ke PB, gakenak nanti, takut dikatakan mengambil momen mau jadi Calon Ketua Umum PB di Kongres ke-31 yang tak lama lagi dilaksanakan di Palembang.
Dua sebab yang saya maksud itu adalah Kurang Perhatian (Kuper) dan Korban Perasaan (Koper). Dua sebab ini adalah saudara sesama. Dua ini ibarat Upin & Ipin (Kartun Anak-anak), Bagas & Bagus (Pemain Timnas U-18), seperti suami dan istri, seperti api dan asap, dan banyaklah pokoknya.
Oke, Kanda dan Yundaku. Sebagaimana kita ketahui, dalam dua kehidupan manusia sampai dunia percintaan, perhatian sangat dibutuhkan. Seorang anak membutuhkan perhatian dari orangtua, seorang murid membutuhkan perhatian dari guru, rakyat membutuhkan perhatian dari pemerintah (oopss, bukan maksud ngomong politik), dan pastinya seseorang membutuhkan perhatian dari sang kekasih. Maaf yang jomblo, bukan maksud menyakitimu. Hehee.
Nah, Kanda dan Yundaku. Adik-adik atau teman-teman kita yang setelah bergabung di HMI jangan lupa memperhatikan mereka. Terserah padamu, bagaimana mengartikan perhatian ini. Ibarat sebelum dan saat berpacaran, bentuk perhatiannya sangat beragam. Misalnya, mengingatkan supaya makan. Karena, jika tidak mengingatkan supaya makan, itu bentuk percobaan pembunuhan terhadap pacar. Hahaha.
Perhatian di HMI, so pasti pada hal-hal yang positif. Akan tetapi, terkadang menjadi modus. Tapi tak apalah, anggap saja modus kalau dapat. Toh juga tak ada yang menyangkal bahwa HMI sekarang telah menjadi Himpunan Mencari Istri (bagi HMI-Wan). Bagi HMI-Wati, HMI menjadi wadah Himpunan Mencari Imam.
Kemudian, perhatian ini sebenarnya kata lain daripada kata pembinaan, sebagaimana kita kenal dalam salah satu bidang di kepengurusan HMI. Bagaimana teknisnya, teman-temanlah yang tahu.
Selanjutnya, jika terjadi kurang perhatian alias kiper, maka akan berdampak pada perkembangan kader-kader. Bahkan keaktifan kader-kader di kepengurusan atau di HMI umunya. Sebenarnya, jika kita sudah menjadi kader, selesai LK I, LKK, apalagi LK II, kita akan menjadi kader yang sadar dan bertanggungjawab. Tapi nyatanya saat ini, banyak yang saya lihat, harapan itu kabur dari kenyataan.
Rasanya sudah panjang kali lebar saya berbacot, sehingga melebar. Kira-kira sampai di sini ada pertanyaan? Ya, kalau ada silahkan ditanyakan lewat DM Instagram. Follow Ig saya di akun @ibnu.arsib dijamin 100% di follback.H gak pa-pa ya promosi.
Selanjutnya mengenai Koper. Nah, barang yang satu ini sangat besar mempengaruhi keaktifan seorang kader-kader atau yang telah menjadi pengurus. Tidak sedikit yang berhenti berproses di HMI karena korban perasaan. Jumlah ini berbanding lurus dengan jumlah kader yang banyak menjalin hubungan hati. Ini harus jujur kita akui.
Sebenarnya, bukan permasalahan berpacarannya. Saya takut di demo nanti kalau menyalahkan kader-kader yang telah berpacaran. Tapi alangkah baiknya, hal itu ditunda saja. Pacaran itu 99% menjaga jodoh orang, 1% persen lagi usaha. Tenang saja, kalau memang jodoh gak kemana walau saingan ada di mana-mana. Selanjutnya, fakta membuktikan, dari LSI (Lembaga Survei Ibnu-lembaga saya sendiri), membuktikan banyak kader tidak aktif setelah broken heart karena pacarnya. Setelah broken heart, maka ada salah satunya yang hilang dari HMI. Tapi entah kenapa ada logika berpikir yang salah dikehidupan kader-kader saat ber-HMI saat ini. Logika itu seperti ini; menikah saat ber-HMI agak dipandang buruk, tapi berpacaran dipandang bangga. Ini kitanya benar-benar bangga atau sudah gila.
Korban perasaan yang membuat pengaruh terhadap keaktifan kader-kader HMI bukan hanya masalah pacaran. Tapi, dalam bidang lain juga. Seperti, korban perasaan dijanjikan jabatan tapi tidak jadi, korban perasaan karena tidak sesuai bidang yang diinginkan, korban perasaan karena tidak dapat "kue", korban perasaan karena kalah saat mencalon jari Ketua Umum, dan sebangsanya.
Inikan sudah aneh, bahkan gila. Apa gak tau dia sejarah bagaimana "bingungnya" Tuhan hendak memberikan amanah kepada siapa. Tuhan kasih pada langit, langintnya runtuh kemudian menolak, diberikan pada laut, lautnya tidak sanggup, dikasih kepada gunung, gunung meledak minta-minta ampun karena menolak, dan barulah diterakhir diberikan pada manusia. Itu pun diciptakan dulu perangkat supaya bisa mengemban amanah dan jabatan, yaitu hati dan akal, tempatnya iman dan ilmu. Prakteknya dengan perangkat anggota tubuh.
Ini tidak, kita yang masih berantakan hati dan akalnya, sikut-sikutan menjadi ketua. Tak pernah kita membaca salah satu sahabat Rasulullah Saw. ketika mendapat jabatan, apa yang ia ucapkan? Ia mengucapkan Innalillah... Kalau kita? Tepuk dada tanya hati.
Tak apa tak berjabatan strategis di HMI, yang terpenting kita bisa menempah diri menjadi manusia yang bermanfaat. Ber-HMI tidak harus di struktural, tapi juga bisa lewat kultural. Tapi alangkah lebih baiknya, yang distruktural jangan lupa yang di kultural.
Menjadi manusia kita yang buat. Tergantung pada kita, menjadi manusia berbadan manusia, atau menjadi iblis atau binatang berwujud manusia.
Itulah dua faktor mempengaruhi keaktifan kader-kader HMI yang dapat kita bicarakan pada kesempatan kali ini. Lain kali kita sambung dengan pembicaraan yang bernilai sama atau pembicaraan hal-hal lain. Mohon maaf apabila terlalu banyak bacot yang dirasa tidak bermanfaat. Terlebih-lebih ketika ada yang tersinggung dengan tulisan ini, saya mohon maaf.
Semoga kita bertambah aktif dalam ber-HMI. Aktif karena HMI serta mengharap ridho dari Allah Ta'ala, bukan dari senior ataupun alumni Ta'ala. Amiin.[]
Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa)
No comments:
Post a Comment