YakusaBlog- Sudah
pasti dengan hangat dan penuh senyum kita menyambut teman-teman mahasiswa baru
secara umumnya, juga teman-teman mahasiswa baru yang beragama Islam khususnya,
di seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia, baik perguruan tinggi negeri
maupun swasta. Selamat bergabung menjadi mahasiswa, generasi pengganti dan
sumber daya manusia berkualitas, dan menjadi insan-insan pembangunan agama juga
bangsa.
Berbicara
tentang mahasiswa akan tidak ada habis-habisnya. Mengapa demikian? Karena
ketika membicarakan tentang dunia kemahasiswaan berbagai sudut menjadi
bahan-bahan pembicaraan, berbagai aspek menjadi bumbu-bumbu cerita dan berbagai
cita-cita kemahasiswaan menjadi indoktrinitas sebagai bentuk perjuangan. Apa
yang diperjuangkan? Hal itu tergantung persfektif masing-masing. Yang
terpenting persfektif itu masih dalam koridor dunia kemahasiswaan.
Menjadi
mahasiswa, khususnya mahasiswa yang beragama Islam, adalah perubahan status
dari siswa. Dari sudut status sosialnya juga akan menjadi kaum atau kelompok
tengah. Maksudnya kelompok tengah adalah menjadi penyambung antara kepentingan
rakyat kepada pemerintah. Ini memang teori dari mahasiswa pergerakan, tapi
kiranya tak salah kita pakai.
Jika
kita mengikuti bahasa dalam UU Pendidikan Tinggi, di sana menyebutkan bahwa
mahasiswa adalah peserta didik yang terdafatar di sautu perguruan tinggi. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), di sana disebutkan mahasiswa mahasiswa
adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Dua pengertian tersebut sangat
tidak memuaskan sehingga sering dikritisi oleh aktivis-aktivis mahasiswa.
Muncul
kritikan tersebut janganlah menjadi sesuatu benda yang membuat kita alergi,
apalagi para pihak perguruan tinggi. Muncul kritikan tersebut memiliki landasan
sejarah yang kuat. Di mana para pelopor-pelopor kemerdekaan, atau
pejuang-pejuang kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari kaum muda yang
notabenanya mereka pada saat itu adalah mahasiswa, atau setidaknya mulai
berjuang saat menjadi pelajar, baik di negeri sendiri seperti Bung Karno
bersama teman-temannya, dan Bung Hatta di Belanda bersama teman-temannya.
Hingga sampai saat ini, gerakan mahasiswa masih menjadi suatu sorotan dan
menjadi penggerak perubahan kondisi, baik dalam urusan politik, budaya, sosial,
agama dan aspek sosial lainnya.
Bermahasiswa
tidaklah cukup belajar di ruang kelas secara un sich, tapi harus mempunyai ruang-ruang belajar di tempat lain.
Metode atau cara mahasiswa mendapatkan ilmu pengetahuan, cara mendalami bidang
studi yang dipilih, tidak lagi sama dengan sewaktu di sekolah. Keaktifan di
luar jam kuliah menjadi tuntutan penuh jika tidak mau tertinggal. Untuk itu
kita membutuhkan sebuah wadah yang bisa membantu atau mengembangkan minat dan
bakat selama bermahasiswa. Di organisasi kita dapat melatih kemampuan kita,
atau mendalami sesuatu yang ingin kita gapai. Bermahasiswa tidak dapat hidup
sendiri, kita harus mempunyai suatu wadah atau organisasi.
HMI Tempat Berhimpunnya
Mahasiswa Islam
Himpunan
Mahasiswa Islam atau terkenal dengan nama HMI, adalah organisasi mahasiswa
tertua di Indonesia. HMI berdiri dua tahun setelah kemerdekaan negara yang kita
cintai ini, Indonesia. HMI didirikan oleh sekelompok mahasiswa dari Sekolah
Tinggi Islam (STI) Yogyakarta–sekarang menjadi Universitas Islam Indonesia
(UII) Yogyakarta, pada tahun 1947. Mahasiswa menjadi pelopor pendirian HMI
bernama Lafran Pane, dan telah menjadi Pahlawan Nasional. Tanpa menyombongkan
diri, setahu penulis, Lafran Pane lah satu-satunya di Indonesia ini, mungkin
juga di dunia ini, yang diangkat menjadi Pahlawan Nasional yang hanya
mendirikan organisasi bagi kaum muda.
Artinya,
setelah HMI menunjukkan visi misinya yang bermanfaat bagi umat dan bangsa, bahwa
HMI yang dipelopori Lafran Pane, bukanlah organisasi main-main, apalagi dimainkan
oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. HMI seiring perjalanannya hingga
saat ini, telah membuktikan kecintaannya pada umat, bangsa dan kemahasiswaan.
HMI bertujuan tidak lepas dari Islam sebagai azasnya (Keislaman), Indonesia
sebagai negaranya (Keindonesiaan), dan Mahasiswa Islam sebagai
pengemban/pelaksana tujuannya (Kemahasiswaan).
Sebenarnya,
membicarakan sejarah HMI dalam tulisan ini sangat tidak memungkinkan. Mengapa
demikian? Hal itu dipengaruhi beberapa faktor; Pertama, mengingat pembicaraan tulisan ini memang sengaja untuk
dibuat tidak panjang, karena ada kekhawatiran bahwa teman-teman malas
membacanya. Tapi, jika dirasa tulisan ini terlalu singkat, teman-teman bisa
lebih lanjut membaca dalam beberapa tulisan saya, baik yang sudah pernah ada
dan yang akan saya tulis (mohon menunggu).
Kedua,
mengingat sejarah HMI sudah sangat panjang untuk diceritakan, padahal tulisan
ini sedikit singkat, maka saya saran agar dapat membacanya dalam buku-buku HMI
yang pernah ditulis oleh Agussalim Sitompul, sangat gampang dicari, tinggal
minta tolong pada Syekh Google. Selanjutnya, jika teman-teman mahasiswa baru
tertarik dengan sejarah HMI, silahkan mengikuti MAPERCA HMI (Masa Perkenalan
Calon Anggota HMI) di manapun kamu mendengarnya akan di adakan. Karena dalam
MAPERCA HMI, teman-teman mahasiswa akan mendapatkan materi diskusi tentang
sejarah HMI.
Ketiga,
ini agak pribadi. Saya masih memiliki antrian tulisan yang segera diselesaikan.
Dan juga betapa terbatasnya wawasan saya dalam menjelaskan sejarah HMI, jika
lewat tulisan ini. Kebiasaan saya menjelaskannya dalam forum-forum HMI, baik
MAPERCA, LK I, LK II dan forum informal. Sekali-kali bisalah di Warung Kopi.
Lalu,
mengapa saya katakan bahwa HMI adalah tempat berhimpunnya mahasis Islam?
Sebelum teman-teman membacanya penjelasan saya, harapannya teman-teman
menyimpulkan dengan jernih jika ada yang sesuatu sulit untuk dimengerti.
Selanjutnya, siapkan dulu secangkir kopi atau apa pun yang menjadi minuman
favorit teman-teman. Yang merokok, tarik hisapan rokoknya dengan cita rasa
tembakau bercampur cengkeh dengan suara kretek yang khas, lalu hembuskan dengan
suara yang khas juga. Nikmat tiada tara, dan tulisan ini enak dibaca.
HMI
menjadi tempat berhimpunnya mahasiswa Islam, karena secara aturan organisasi
ini bahwa yang dapat menjadi anggota HMI adalah harus mahasiswa Islam. Perlu
diingat teman-teman, bahwa HMI tidak membatasi dari golongan Islam mana kamu
berangkat. Latar belakang organisasi keislaman keluarga kita tidak menjadi
faktor penghambat masuk HMI.
Teman-teman
yang dari keluarga Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Al-Washliyah, dan
kelompok Islam lainnya tidak menjadi masalah di HMI. Apa pun golongannya atau
latar organisasi keislaman keluarga kita, HMI dapat menampungnya. Mengapa
demikian? Karena HMI didirikan untuk semua golongan Islam yang ada di
Indonesia, selama golongan Islam itu tidak menyimpang dari ajaran Al-Quran dan
Sunnah Rasulullah Saw. HMI tidak terikat dengan mazhab (aliran-aliran) yang
dianut oleh suatu golongan Islam di Indonesia. Karena, HMI memfokuskan pada
persatuan dan kesatuan umat Islam (Ukhuwah
Islamiyah), dan setiap bangsa yang ada di Indonesia. Mengenai mazhab yang
dianut, kembali kepada kader-kadernya masing-masing.
Tidak
ada saling menyalahkan mazhab atau ajaran yang sifatnya fiqih sesama kader
HMI. HMI tidak mau terlibat dalam perdebatan cabang-cabang, tapi memfokuskan
pada hal-hal pokok, seperti keimanan, keilmuan, kemanusiaan dan bagaimana amal
saleh dapat diaplikasikan. Karena, HMI yakin sekali, apa pun golongan atau mazhabnya
tidak akan mengajarkan keburukan. Toleransi di HMI sangat dijunjung tinggi.
Menyatakan diri yang paling benar, sesuatu hal yang dijauhkan, karena
kebernaran mutlak adalah milik Allah Swt.
Di
HMI ini juga tempat berhimpunnya mahasiswa Islam, karena tidak memandang suku,
ras, warna kulit, bahasa, dan sekte-sekte lainnya. Yang terpenting mahasiswa
itu beragama Islam. Sebagaimana ajaran agama Islam bahwa, perbedaan adalah
rahmat. Diciptakannya manusia dengan segala perbedaan adalah supaya saling
mengenal. Dan agama Islam tidak mengenal perbedaan bangsa, negara, suku atau
apapun, seluruhnya bersaudara apabila telah mejadi agama Islam. Sedangkan yang
tidak beraga Islam saja adalah saudara kita, yaitu saudara sesama manusia.
HMI
menjadi tempat yang sangat menjunjung tinggi kebersamaan. Di HMI, anak NU dan
anak Muhammadiyah dapat berbincang-bincang dengan kepala dingin, menyamakan
persepsi dalam hal-hal pokok. Anak NU dan anak Al-Washliyah dapat duduk sama
dalam membicarakan kemajuan umat Islam yang akan datang. Dan segenap anak
golongan Islam lainnya dapat duduk satu tikar membicarakan dan mempersiapkan
diri untuk kemajuan agama dan negara, serta menjunjung tinggi nilai-nilai
ketuhanan dan kemanusiaan di atas bumi ini.
Oppss,
nampaknya tak siap-siap tulisan ini jikalau penulis lanjutkan. Rasanya mengalir
bagai air terjun. Tapi, kita usaikan saja sampai di sini. Saya pikir sedikit
sudah terjawab kenapa HMI menjadi tempat berhimpunnya mahasiswa Islam. Untuk
itu, silahkan berhimpun di HMI dan jangan lupa ajak teman-teman mahasiswa Islam
lainnya.
Mohon
maaf jika tulisan ini ada yang typo dan tanpa penutup atau apalah itu namanya. Mungkin di tulisan
selanjutnya kita dapat berbincang lagi. Sekali lagi, selamat datang dan
bergabung teman-teman mahasiswa baru secara umumnya, dan teman-teman mahasiswa
baru yang beragama Islam secara khususnya selamat berhimpun di HMI. Insya
Allah, saya (Ibnu Arsib) akan bertemu dengan teman-teman jika bergabung di HMI.
Semoga.[]
Penulis:
Ibnu Arsib (Instruktur HMI dan Penggiat Literasi di Kota Medan)
No comments:
Post a Comment