YakusaBlog- Orang
muda memiliki hasrat yang kuat, dan cenderung ingin memuaskan hasratnya tanpa
berpikir panjang. Terkait hasrat badani, hasrat seksual paling mempengaruhi
mereka dan membuat mereka kehilangan kontrol diri. Keinginan mereka tidak
stabil dan berubah-ubah, sangat kuat selagi masih bisa bertahan, tetapi
berakhir dengan cepat: keinginan mereka sangat kuat tetapi tidak memiliki
pijakan yang kuat, ibarat orang sakit diserang kelaparan dan kehausan. Mereka
mudah marah dan lekas marah, dan cenderung mengikuti kemarahannya. Perangai
buruk sering kali menguasai mereka, yang karena kecintaannya pada kehormatan,
mereka tidak dapat menerima jika dianggap rendah dan marah jika menganggap
dirinya diperlakukan tidak fair. Selain mencintai kehormatan, mereka terlebih
lagi mencintai kemenangan; karena anak muda sangat menginginkan superioritas di
atas lainnya, dan kemenangan adalah salah satu bentuk superioritas. Mereka
mencintai keduanya lebih dari uang, yang sungguh tidak begitu mereka cintai,
karena belum pernah mengalami bagaimana rasanya tidak punya uang – ini adalah
poin yang dikatakan Pittakus (salah satu dari Tujuh Orang Bijak dari Yunani)
mengenai Amphiaraus.
Anak
muda melihat sisi baik alih-alih sisi buruk, belum menyaksikan banyak contoh keburukan. Mereka cepat mempercayai
orang lain, karena mereka belum mengalami banyak dicurangi. Mereka sanguinis,
alam menghangatkan darah mereka seolah dipenuhi anggur, dan di samping itu,
mereka belum banyak mengalami kekecewaan. Kehidupan mereka terutama dihabiskan
dalam pengharapan, bukan kenangan; karena harapan mengacu pada masa depan,
kenangan pada masa lalu, dan masa muda memiliki masa depan yang panjang di
hadapannya dan sedikit masa lalu di belakangnya. Pada masa-masa awal kehidupan
seseorang, ia tidak memiliki banyak hal untuk dikenang, dan hanya bisa melihat
yang akan datang. Mereka mudah dibohongi, karena watak sanguinisnya. Mereka
mudah marah dan watak optimisnya membuat mereka lebih berani dibanding orang
yang lebih tua. Sifat mudah marahnya membuat mereka tidak merasa takut, dan
watak optimis membuat mereka percaya diri; kita tidak akan merasa takut selagi
kita merasa marah, dan harapan baik apa pun membuat kita percaya diri. Mereka
malu menerima aturan masyarakat di mana mereka telah dididik, dan tidak
mempercayai standar kehormatan apa pun. Mereka memuja gagasan, karena mereka
belum direndahkan oleh kehidupan atau mengalami keterbatasan yang pasti
menghadang. Terlebih, watak optimis mereka membuat mereka berpikir dirinya setara
untuk hal-hal besar – dan itu artinya menghargai gagasan.
Anak
muda selalu memilih melakukan perbuatan luhur dibanding perbuatan yang
bermanfaat: hidup mereka diatur lebih oleh perasaan moral daripada nalar; nalar
membimbing kita untuk memilih hal yang berguna, kebaikan moral menuntun kita
untuk memilih hal yang luhur (terpandang). Dibanding yang lebih tua, mereka
sangat mencintai teman, karib, dan rekan mereka, karena mereka senang
menghabiskan hari bersama orang lain, dan belum menilai teman atau lainnya dari
segi nilai manfaat mereka bagi dirinya. Semua kesalahan yang mereka lakukan
barada dalam koridor mengerjakan sesuatu secara berlebihan dan terlalu penuh
semangat. Mereka telah mematuhi ajaran Chilon (salah satu dari Tujuh Orang
Bijak dari Yunani) dengan melakukan segalanya secara berlebihan, mereka
mencintai dan membenci secara berlebihan, dan begitu juga dalam hal-hal
lainnya. Mereka berpikir mereka tahu segalanya, dan selalu merasa benar-benar
yakin akan hal tersebut; inilah kenapa mereka melakukan segalanya secara
berlebihan. Jika mereka berbuat salah kepada orang lain, itu dikarenakan mereka
punya maksud merendahkan mereka, bukan karena ingin menimbulkan bahaya yang
nyata. Mereka cepat merasa kasihan, karena menganggap semua orang jujur, atau
paling tidak, lebih baik dari dirinya. Mereka menilai orang di sekelilingnya
dengan sifat alami mereka yang tidak berbahaya, sehingga tidak berpikir mereka
layak diperlukan tidak adil. Mereka sangat menyukai hal-hal jenaka dan
karenanya mereka bersifat humoris, humor membuat kemarahan tersajikan dengan
baik.[]
Catatan:
Tulisan di atas disadur dari buku Retorika,
karya Aristoteles, Basabasi, Yogyakarta, 2018, hal: 217-220.
No comments:
Post a Comment