Karakter Anak Muda Menurut Aristoteles - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Monday 29 July 2019

Karakter Anak Muda Menurut Aristoteles


YakusaBlog- Orang muda memiliki hasrat yang kuat, dan cenderung ingin memuaskan hasratnya tanpa berpikir panjang. Terkait hasrat badani, hasrat seksual paling mempengaruhi mereka dan membuat mereka kehilangan kontrol diri. Keinginan mereka tidak stabil dan berubah-ubah, sangat kuat selagi masih bisa bertahan, tetapi berakhir dengan cepat: keinginan mereka sangat kuat tetapi tidak memiliki pijakan yang kuat, ibarat orang sakit diserang kelaparan dan kehausan. Mereka mudah marah dan lekas marah, dan cenderung mengikuti kemarahannya. Perangai buruk sering kali menguasai mereka, yang karena kecintaannya pada kehormatan, mereka tidak dapat menerima jika dianggap rendah dan marah jika menganggap dirinya diperlakukan tidak fair. Selain mencintai kehormatan, mereka terlebih lagi mencintai kemenangan; karena anak muda sangat menginginkan superioritas di atas lainnya, dan kemenangan adalah salah satu bentuk superioritas. Mereka mencintai keduanya lebih dari uang, yang sungguh tidak begitu mereka cintai, karena belum pernah mengalami bagaimana rasanya tidak punya uang – ini adalah poin yang dikatakan Pittakus (salah satu dari Tujuh Orang Bijak dari Yunani) mengenai Amphiaraus.
Anak muda melihat sisi baik alih-alih sisi buruk, belum menyaksikan banyak  contoh keburukan. Mereka cepat mempercayai orang lain, karena mereka belum mengalami banyak dicurangi. Mereka sanguinis, alam menghangatkan darah mereka seolah dipenuhi anggur, dan di samping itu, mereka belum banyak mengalami kekecewaan. Kehidupan mereka terutama dihabiskan dalam pengharapan, bukan kenangan; karena harapan mengacu pada masa depan, kenangan pada masa lalu, dan masa muda memiliki masa depan yang panjang di hadapannya dan sedikit masa lalu di belakangnya. Pada masa-masa awal kehidupan seseorang, ia tidak memiliki banyak hal untuk dikenang, dan hanya bisa melihat yang akan datang. Mereka mudah dibohongi, karena watak sanguinisnya. Mereka mudah marah dan watak optimisnya membuat mereka lebih berani dibanding orang yang lebih tua. Sifat mudah marahnya membuat mereka tidak merasa takut, dan watak optimis membuat mereka percaya diri; kita tidak akan merasa takut selagi kita merasa marah, dan harapan baik apa pun membuat kita percaya diri. Mereka malu menerima aturan masyarakat di mana mereka telah dididik, dan tidak mempercayai standar kehormatan apa pun. Mereka memuja gagasan, karena mereka belum direndahkan oleh kehidupan atau mengalami keterbatasan yang pasti menghadang. Terlebih, watak optimis mereka membuat mereka berpikir dirinya setara untuk hal-hal besar – dan itu artinya menghargai gagasan.
Anak muda selalu memilih melakukan perbuatan luhur dibanding perbuatan yang bermanfaat: hidup mereka diatur lebih oleh perasaan moral daripada nalar; nalar membimbing kita untuk memilih hal yang berguna, kebaikan moral menuntun kita untuk memilih hal yang luhur (terpandang). Dibanding yang lebih tua, mereka sangat mencintai teman, karib, dan rekan mereka, karena mereka senang menghabiskan hari bersama orang lain, dan belum menilai teman atau lainnya dari segi nilai manfaat mereka bagi dirinya. Semua kesalahan yang mereka lakukan barada dalam koridor mengerjakan sesuatu secara berlebihan dan terlalu penuh semangat. Mereka telah mematuhi ajaran Chilon (salah satu dari Tujuh Orang Bijak dari Yunani) dengan melakukan segalanya secara berlebihan, mereka mencintai dan membenci secara berlebihan, dan begitu juga dalam hal-hal lainnya. Mereka berpikir mereka tahu segalanya, dan selalu merasa benar-benar yakin akan hal tersebut; inilah kenapa mereka melakukan segalanya secara berlebihan. Jika mereka berbuat salah kepada orang lain, itu dikarenakan mereka punya maksud merendahkan mereka, bukan karena ingin menimbulkan bahaya yang nyata. Mereka cepat merasa kasihan, karena menganggap semua orang jujur, atau paling tidak, lebih baik dari dirinya. Mereka menilai orang di sekelilingnya dengan sifat alami mereka yang tidak berbahaya, sehingga tidak berpikir mereka layak diperlukan tidak adil. Mereka sangat menyukai hal-hal jenaka dan karenanya mereka bersifat humoris, humor membuat kemarahan tersajikan dengan baik.[]

Catatan: Tulisan di atas disadur dari buku Retorika, karya Aristoteles, Basabasi, Yogyakarta, 2018, hal: 217-220.

No comments:

Post a Comment