Bubarkan Saja HMI - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Monday, 29 July 2019

Bubarkan Saja HMI

YakusaBlog- Di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi yang kita cintai ini, senior-senior, alumni-alumni, dan atau pun teman-teman kita, sering mengatakan bahwa; “HMI bukan organisasi profit. Di HMI kita tidak mendapatkan uang. Akan tetapi malah mengeluarkan uang untuk perjuangan organisasi.” Bahkan para pendahulu-pendahulu (senior-senior atau alumni-alumni) kita mengajarkan anti kemapanan.
Selain itu, kita diajarkan bahwa ber-HMI adalah memperjuangkan ummat dan bangsa, karena Kader-kader HMI itu dikatakan anak kandung ummat dan bangsa. Dan juga di HMI, kita disuruh untuk baik-baik berproses, menyeimbangkan aspek spiritual dan intelektual. Serta tidak melupakan pengabdian pada ummat. Sebagaimana yang disarankan dalam Mukaddimah Anggaran Dasar HMI, serta pengaplikasian Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI, yang berintikan Iman, Ilmu, dan Amal.
Pertanyaannya sekarang, apakah ajaran-ajaran itu telah usang? Apakah sudah masuk dalam tong sampah? Apakah nilai-nilai kebaikan yang ditancapkan pada Kader saat di training hanya kata-kata menghiasi retorika saja?
Jika memang jawabannya; TIDAK, mengapa Kader-kader HMI saling sikut menyikut menjadi Penguasa HMI, dalam artian kata menjadi Ketua Umum atau ingin menguasai struktural HMI? Jawaban awal tadi dengan otomatis memunculkan pertanyaan baru lagi.
Di HMI, kita juga diajarkan bahwa HMI adalah tempat menempah intelektualitas menjadi pemikir serta ditempah menjadi pemimpin. Apakah setelah berproses, maka akan menjadi pelacur intelektual dan pemimpin bermental penjilat?
Sudah menjadi rahasia umum dalam rumah kita sendiri (HMI), setiap kontestasi Kongres HMI, para Calon Ketua Umum PB HMI, harus mengeluarkan ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah untuk mendapatkan suara dari Cabang-cabang HMI. Yang lebih parah lagi, tingkat Cabang dan Badko juga demikian, walau nilai rupiahnya tidak sebesar tingkat PB HMI. Sudah separah ini kah organisasi mahasiswa yang berazaskan Islam ini?
Kalau kita pakai logika dasar, jika sudah mengeluarkan uang yang banyak untuk supaya menang atau mendapatkan suara, maka muncul dua pertanyaan yang tak perlu dijawab dalam tulisan ini, cukup kita jawab dalam hati saja. Pertama, dari manakah sumber uang itu? Kedua, apa motivasi dan tujuan ketika setelah terpilih?
Nah, selain kekuatan uang untuk dapat menjadi pimpinan di HMI, adalagi kekuatan yang lain. Yaitu mengandalkan senior-senior, alumni-alumni yang berpengaruh atau mempunyai nama, baik di HMI maupun di negara ini. Hal-hal ini semua menjadi tradisi jahiliyah (bodoh) yang pernah ada di HMI.
Sungguh tidak berlaku lagi ide dan gagasan di HMI ini. Ide dan gagasan di HMI telah menjadi barang usang karena uang. Orientasinya sudah lari dari tujuan HMI. Organisasi ini katanya berazaskan Islam, telah diganti menjadi organisasi berazaskan uang. HMI yang katanya bertujuan terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Swt, telah diganti menjadi terbinanya insan abangan, penjilat, penipu, yang bernafaskan uang dan berselingkuh atas terwujudnya gerbong yang diridhoi pejabat taala.
Selanjutnya, usaha-usahanya pun diganti untuk memenuhi segala unsur hawa nafsu pribadi dan kelompok atau gerbong yang sepaham. Sifanya yang independen diganti menjadi dependen. Statusnya masih tetap mahasiswa, tapi tanpa nilai-nilai kamahasiswaan. Fungsinya menjadi organisasi massa, yang hanya merekrut untuk dijual kepalanya.
Jika HMI terus seperti ini, kita tinggal menunggu wafatnya saja. Melihat dualisme PB HMI, kecurangan-kecurangan administrasi, dan lobi-lobi setan yang terus terjadi, alangkah lebih baik bubarkan saja HMI. Untuk apalagi HMI terus ada jika tidak mampu menciptakan kader-kader sebagaimana harapan-harapan awal HMI didirikan. Kader-kader dan Alumni-alumni yang baik tidak lagi dapat dikatakan baik, karena membiarkan praktek iblis di HMI sehingga berjalan dengan mulus. Sebagai Instruktur HMI, penulis hanya dapat menghelus dada sampai entah do’a apa yang terucap.[]

Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa).

No comments:

Post a Comment