YakusaBlog- Memasuki
abad ke-21(sekarang di abad 21-Red),
dunia mengalami perubahan dan memunculkan berbagai kecenderungan baru. Ketika
Perang Dingin berakhir, isu politik dan ideology mengalami kemunduran. Kini,
isu internasional yang utama adalah ekonomi, dengan berbagai dimensinya. Fenomena
ekonomi pasca Perang Dingin yang menonjol. Lahirnya struktur multi polar, pola
di mana tiga kekuatan besar yang mendominasi ekonomi dunia, yakni Amerika
Serikat, Jepang dan Eropa Barat khususnya Jerman.
Berkembang
pula regionalism, semisal terlihat pada Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), NAFTA,
dan Pax Nipponica di Asia Timur dan AFTA di Asia Tenggara. Sedangkan dalam
konteks dunia yang makin boderless
muncul trend di mana dunia dikuasai
oleh swasta-swasta besar yang ruang lingkup usahanya bersifat global dan
melampaui batas-batas territorial negara (transnasional). Kekuatan ini sering
disebut sebagai perusahaan multinasional atau Multi National Corporation (MNC) yang bergerak dalam berbagai sector
ekonomi, seperti perdagangan, pertambangan, industry, jasa dan sebagainya. Kecanggihan
operasi MNC ini menjadikan mereka sebagai actor-aktor utama ekonomi politik
dunia (global political economy).
Fenomena
baru juga sangat mendasar, perkembangan dan kemajuan sains dan tekhnologi. Sains
mendapatkan kemajuan sedemikian rupa, dengan berbagai penemuan baru, pada
beraneka ragam bidang keilmuan. Sementara tekhnologi juga makin mengedepan,
terutama pada tekhnologi transportasi, teknologi komunikasi dan teknologi
informasi. Ringkasnya, kemajuan sains dan teknologi ini secara tajam
mempengaruhi perkembangan wajah dunia.
Lantaran
itu, abad ke-21 ini ini acap disebut sebagai empires of mind. Yang dapat dibaca dari munculnya kecenderungan
internasional itu, terjadinya kompetisi ekonomi yang lebih mengedepankan. Dalam
pengertian ini, maka eksistensi sebuah negara-bangsa sangat ditentukan oleh
kekuatan dan kemampuan ekonominya untuk berkompetisi dengan negara-negara
lainnya. kata kuncinya, daya saing.
Orientasi Kader
Dalam
arena kompetisi yang makin tajam dan bebas, negara-negara yang lemah daya
saingnya tak akan mampu merebut peluang dan memanfaatkannya bagi pembangunan
kesejahteraan masyarakat. Justru sebaliknya akan dilindas oleh negara-negara
yang lebih siap dan lebih kuat daya saingnya. Inilah kenyataan yang tak bisa
dihindarkan. Peta dunia internasional yang berubah itu juga turut berpengaruh
pada dinamika kehidupan secara nasional.
Orientasi
politik dan ideology mengalami kemerosotan secara pasti. Itu terlihat secara
jelas pada akhir tahun 80-an. Dalam konteks dinamika masyarakat dan pembangunan
yang demikian tadi, maka HMI sebetulnya tetap mempunyai ruang peran yang cukup.
Tinggal bagaimana HMI mampu mengaktualisasikan potensinya secara cermat dan
berkualitas, sehingga akan melahirkan perang-peran strategis.
Menghadapi
tantangan abad ke-21, di mana dunia akan menjadi global village, yang sangat kompetitif, maka kaum muda Indonesia –
temasuk HMI, dituntut mempersiapkan dirinya dengan baik. Karena tantangan abad
ke-21 adalah kompetisi dan daya saing, maka kualitas sumber daya manusia,
dengan berbagai dimensinya, menjadi sangat strategis bagi kaum muda. Globalisasi,
kompetisi, daya saing, dan kualitas, menjadi istilah yang saling terkait erat.
Dalam
kenyataan demikian, maka orientasi dinamika HMI tak boleh jatuh pada ruang yang
sempit, hanya berpikiran dan berorientasi ke dunia politik. Orientasi pada
dimensi politik an sich akan membuat
HMI kesulitan mengantisipasi perkembangan dan kecenderungan baru itu.
Mesti
makin disadari gerakan politik bagi HMI adalah gerakan politik pembangunan
dengan berbagai dimensi yang dilakukan secara kritis, objektif, konstruktif,
dan sistemik. Justru dalam konteks tantangan ekonomi ke depan, maka orientasi
pada semangat kewirausahaan merupakan salah satu jawaban yang relevan. Sikap dan
perilaku kewirausahaan, seperti etos berprestasi, mandiri, tekun, produktif,
cermat, dan teliti, kreatif dan inovasi, serta berani mengambil keputusan,
sangat penting untuk ditumbuhkan.
Secara
umum, pengalaman pada banyak negara menunjukkan, kewirausahaan merupakan faktor
determinan bagi kemajuan bangsa. Wirausaha yang tangguh dapat berperan sebagai
lokomotif dinamika perekonomian, secara lebih mandiri dan otonom. Bukan hanya
pada konteks pertumbuhan ekonomi, tapi juga dalam pengertian pemerataan kepada
segenap lapisan ekonomi masyarakat.
Keahlian Profesional
Upaya
untuk mengarahkan Kader-kader HMI sebagai pelaku-pelaku ekonomi juga di dalam
konteks perjuangan untuk makin mempertebal lapisan kelas menengah di Indonesia,
kelas menengah ini, terutama kelas menengah ekonomi, pada yang akan datang akan
mempunyai peran dan kontribusi yang besar bagi proses tranformasi sosial. Kelas
menengah juga dipercaya menjadi lapisan sosial yang relative independen dan
otonom, sehingga mampu menjadi pelaku-pelaku sosial dan ekonomi yang
benar-benar tangguh.
Lantas
kualitas seperti apa yang mesti diperhatikan oleh Kader-kader HMI? Secara pasti,
kualitas dalam era kompetisi yang tajam seperti sekarang ini adalah keahlian professional.
Bidang-bidang profesionalisme secara pasti harus makin dipertajam dalam training dan pelatihan HMI. Dalam hal
ini, Lembaga Kekaryaan, tak boleh menjadi pajangan structural. Justru harus
menjadi ujung tombak dalam meningkatkan keahlian professional para kadernya. Tentu
saja, pengembangan profesionalisme tak boleh melunturkan etika, akhlak, dan
moralitas baik secara horizontal-sosial maupun secara vertikal teologis.
Profesionalisme
yang berjalan sendirian, tanpa dibarengi oleh kukuhnya etika, akhlak dan
moralitas akan mudah terperosok pada sikap dan perilaku yang terpuji. HMI
sebagai Kader-kader umat dan bangsa mempunyai tanggungjawab untuk melahirkan
pelaku-pelaku masa depan yang berkualitas professional dan dibingkai dengan
etika, akhlak, dan moralitas yang kuat. Ini adalah dasar yang tumbuhnya sikap
dan perilaku sosial yang berkualitas dan bertanggungjawab.
Menghadapi
masa depan yang penuh dengan tantangan itu, HMI tak semestinya pesimistis. Sebaliknya
justru mesti mengembangkan optimisme. Optimisme adalah energi untuk mengubah
tantangan menjadi peluang. Sedang peluang adalah ruang bagi ikhtiar untuk
mewujudkan kesuksesan. Optimisme bagi HMI harus menjadi keniscayaan. Karena secara
obyektif HMI mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjawab berbagai
tantangan masa depan.
Pertama,
lantaran HMI mempunyai sejarah yang cukup panjang. Proses sejarah ini
melahirkan pengalaman, pematangan, konsolidan. HMI sudah teruji untuk mengatasi
berbagai problem dan tantangan yang dihadapinya.
Kedua,
sampai saat ini HMI adalah organisasi kemahasiswaan yang konsisten melaksanakan
pengkaderan, sehingga kuantitas dan kualitas anggotanya dapat dipertahankan.
Ketiga,
para alumninya relative terorganisasi secara rapid an mempunyai keterikatan
emosi dan komitmen kepada organisasi yang pernah membesarkannya. Para alumninya
tersebut ada di berbagai bidang kerja dan pengabdian. Heterogenitas fungsi dan
peran ini sangat besar manfaatnya bila disertai jalinan komunikasi yang
intensif dan berkualitas. Jika berbagai potensi internal dan eksternal, mampu
diaktualisasikan secara sungguh-sungguh dan konsisten, maka HMI akan tetap
mampu mempertahankan reputasinya sebagai organisasi yang diperhitungkan. HMI
akan secara konsisten menjadi kelompok menengah dan mampu memainkan peran-peran
strategis dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Harus
disadari, untuk mengubah pola pikir dan pola sikap, serta melahirkan orientasi
dan kesadaran baru bukanlah perkara gampang. Sebaliknya merupakan pekerjaan
besar, dan karenanya luar biasa berat. Jawabannya adalah optimisme, kerja yang
sistematis, sungguh-sungguh dan konsisten. Optimisme akan melahirnkan energi
psikologis untuk terus berprestasi. Ia suasana kejiwaan bagi tumbuhnya need for achievment.
Sistematis
adalah kerja yang terprogram secara rapi dengan target dan tujuan yang terukur.
Ini harus diterjemahkan dalam Pedoman Perkaderan dan Mekanisme Organisasi. Konsisten
berarti senantiasa menjaga jiwa dan semangat istiqomah untuk tetap berada pada track yang benar dan yang telah
ditetapkan. Itulah yang harus terus dirawat oleh HMI pada usianya yang ke-50
tahun ini.[]
Penulis:
Anas Urbaningrum (Ketua Umum PB HMI Periode 1997-1999).
Sumber:
Harian Surabaya Post, Surabaya, tanggal 4
Februari 1997.
Catatan:
Tulisan di atas disadur dari buku HMI
Mengayuh Di Antara Cita dan Kritik, karya Agussalim Sitompul, halaman:
565-567.
No comments:
Post a Comment