YakusaBlog- Selamat Ulang Tahun ke-72, HMI–ku. Sebuah organisasi yang didirikan di STI Yogyakarta
pada tanggal 5 Februari 1947, diprakarsai oleh Alm.Lafran Pane. Beliau
menyatakan, cita – cita Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sudah sejalan dengan
cita-cita para pendiri bangsa dalam UUD 1945 yaitu mewujudkan Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Peringatan 72 Tahun HMI tahun
ini bertepatan dengan tahun Pemilu RI masa khidmat 2019 – 2024, April
mendatang. Momentum yang tepat untuk lebih menghidupkan kembali, lebih berdiri
tegak mengawal cita - cita Indonesia.
Pada Pemilu
2019, Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri) mencatat ada 5.035.887 orang pemilih pemula.[1]
Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi
Anggraeni mengatakan, pemilih muda memang lebih dari 50% jika dikategorisasi
hingga usia 35 tahun maka jumlahnya mencapai 79 juta.[2]
Kelompok milenial memiliki adaptasi politik yang berbeda.
Persepsi politik mereka lebih dinamis, sangat terpengaruh oleh lingkungan. Terkadang,
mereka cepat sekali apatis terhadap proses politik, karena menganggap dinamika
politik itu tidak menarik dan jauh dari keseharian mereka. Tantangan HMI
sebagai lokomotif pemilih pemula dan pemilih muda adalah mendoktrinasi diri dan
lingkungan agar tidak sesat pada pola pikir politik apatis, reaktif, politik
transaksional dan pragmatis.
HMI sebagai penggerak
mahasiswa dan pemuda. Definisi gerak mahasiswa luas kadang juga tidak jelas, tiap
malam nongkrong di cafe sambil mengenggam android, semoga itu bukan kader HMI.
Secara umum gerakan mahasiswa adalah tertuang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi,
namun tidaklah cukup bagi kader HMI jika
dibanding dengan kualitas dan cirinya.
Kader HMI dengan
kualitas yang dimilikinya menduduki kelompok elit dalam lapisan mahasiswa.
Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis adalah ciri dari kelompok elit dalam
generasi muda yang didasarkan pada obyektifitas harus diperankan kader HMI. Suasana
bebas merdeka dan demokratis obyektif dan rasional. Sikap ini adalah yang
progresif sebagai ciri dari pada seorang muslim, intelektual, dan profesional.
Benar
atau tidak salah, kondisi saat ini memang para aktivis HMI lebih terlihat
bersemangat memperjuangkan pendekatan 'structural'
ketimbang tradisi intelektual. Lobi - lobi dan silaturahmi (ungkapan penghalus
untuk istilah koneksi) menggeser forum diskusi - diskusi. Predikat cendekia muncul
karena punya hubungan dengan banyak cendekia, meski tak pernah berkarya,
sehingga lebih berbau politis sifatnya. Hasrat kekuasaan lebih besar daripada
kecendekiaan. Padahal, pilihan HMI adalah kecendekiaan itu keharusan, adapun
kekuasaan merupakan efek saja. Tapi, untuk HMI masa kini, kenyataan itu sudah
dibalik.
Indonesia sedang mengalami ledakan kontradiktif yaitu pertama, melemahnya Negara tanpa
diimbangi munculnya organisasi kemasyarakatan yang kuat dan DPR tak kuasa
mengontrol. Kedua, semakin besarnya pengaruh
kekuatan Internasional ke dalam percaturan politik domestik. Kondisi yang
menyebabkan lemahnya Negara dalam sistem kontrol, di mana kekuatan - kekuatan
sosial politik, ekonomi dan budaya bergerak tanpa arah. Kasus Korupsi, Kolusi,
Nepotisme. Tidak heran jika muncul ketidakpercayaan dari sebagian kalangan
masyarakat terhadap fungsi DPR dan eksekutif. Melihat kondisi yang demikian,
jiwa raga kader HMI harus terpanggil, sebagai fungsi agent of change and agent of control mahasiswa.
Negara Indonesia
memiliki populasi umat Islam terbanyak di dunia. Himpunan berjargon, “Yakin
Usaha Sampai” ini merupakan organisasi Islam yang telah memiliki 200 lebih
cabang di berbagai pelosok Indonesia, bahkan beberapa Negara ASEAN. Sangat
strategis untuk turut dalam proses kehidupan berbangsa demi tercapainya cita - cita
luhur. Ke-eksistensiannya ada pada
dunia kemahasiswaan, keislaman, ke-Indonesiaan. Tiga komponen yang menjadikan
ruang dan gerak HMI sepanjang waktu. HMI dipandang memberikan nafas konstruksi.
Baca juga: 72 Tahun HMI; Lepaslah Dari Konflik!
Adanya Latihan Kader (LK), budaya berkarya ilmiah, diskusi atau Tradisi intelektual. Selain hal itu independensi menjadikan HMI dikagumi banyak
kalangan. Nilai – nilai Insan Cita tersebut harus selalu ada di tubuh HMI dan merupakan
elemen pokok yang saling menunjang dalam membangun perkaderan. Pengertian kader adalah tulang
punggung organisasi, pelopor, penggerak, pelaksana, penyelamat HMI masa kini
dan masa depan dimanapun berada.[3]
Islam telah memberikan
ruang gerak kepada pemeluknya untuk senantiasa mencurahkan nilai - nilai Islam
sebagai nikmat ridla Allah SWT. Perlu pemahaman yang modern dan fleksibel,
artinya ajaran yang terkandung dalam Islam tidak sekedar normatif ritual
individual, umat Islam perlu kekuatan kolektif dalam memperjuangkan nilai-nilai
yang telah terkandung.
Substansinya bagi HMI, agama
Islam memberikan spirit terbentuknya etika
yang mendasari pola pikir - gerak untuk mencapai tujuan. Hasilnya adalah
terbentuknya penyatuan antara aspek ritual kemasyarakatan yang meliputi budaya,
politik, dan ekonomi. Resolusinya perlu adanya wadah umat Islam agar arahnya tidak
lagi terbelenggu secara normatif. HMI masih sangat dibutuhkan tanpa harus
menjadi organisasi politik praktis. HMI bisa memainkan peran besar dengan kekuatan
kolektif demi terbentuknya pola untuk mencapai tujuan, yaitu Civil Society. Civil Society atau masyarakat madani adalah masyarakat yang
terbuka, egaliter, bebas dari dominasi dan tekanan Negara.[4]
Dari definisi tersebut, Masyarakat Madani adalah kelompok yang berdiri sendiri tanpa
menjadi organisasi politik resmi dihadapan penguasa dan Negara, memiliki ruang
publik untuk menyampaikan pendapat.
Kondisi yang
menyebabkan lemahnya Negara dan sistem kontrol sosial menimbulkan kekaburan
orientasi kemasyarakatan. Persis seperti Militer, HMI bisa menjadi
kekuatan Civil Society yang terorganisir. HMI must be the leading group of Civil Society. HMI mengamalkan kemampuan
terbaik yang dimilikinya secara sistematis-berkelanjutan bersama dengan semua
kalangan masyarakat luas untuk mewujudkan tujuan HMI sesuai Pasal 4 AD.
Penulis yakin HMI yang
telah berusia 72 tahun ini bersama lapisan pemuda lain mampu menjadi panji –
panji penyeimbang dan penyambung lidah antara Rakyat dan Pemerintahan dalam kehidupan berdemokrasi dan tentunya
tetap bertanggungjawab atas statusnya sebagai pelajar. Semoga
Allah SWT memberi umur panjang, serta tercapai semua angan dan cita – cita mu,
HMI.[]
Penulis: Yongky
Danar Pramudita (Kader HMI Cabang Jember)
Sbr.gbr: https://deskgram.net/
[3] Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran
HMI, (Jakarta: CV Misaka Galiza, 2008), hal. 10
[4] A.Ubaedillah, dkk.
Pendidikan Kewarganegaraan Civil Education, (Jakarta: ICCE UIN, 2000),hal 187
No comments:
Post a Comment