YakusaBlog- Tentang
cerita ini, di antara teman-teman pembaca semua, pasti ada yang pernah membaca
dan mendengar cerita yang akan kami tuliskan ini. Walau pun begitu, tak layak
kiranya kita tidak menyampaikannya kepada teman-teman kita yang belum
mengetahuinya. Nah, untuk itu pun cerita ini kami tuliskan kembali yang kami
sadur dari berbagai literatur, karena cerita ini sering juga diceritakan oleh
para penceramah-penceramah dan juga dalam banyak buku.
Tentang
cerita kita ini, dari Abu Said Al Khudri ra. bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah berkata:
“Di zaman dahulu sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99
orang. Dia bertanya ke orang alim (jalan untuk taubat), maka orang itu
menunjukkan kepada laki-laki tersebut ke rumah seorang pendeta, lalu dia pun
mendatanginya. Di hadapan pendeta itu laki-laki itu bercerita, bahwa dia sudah
membunuh 99 orang, apakah ada taubat baginya? Pendeta itu menjawab; tidak ada. Maka
dia pun dibunuh oleh laki-laki itu, sehingga seluruhnya yang dia bunuh genap
100 orang.
Kemudian
dia bertanya lagi ke orang alim, lalu ditunjukkan ke rumah pendeta yang lain. Laki-laki
itu mendatangi pendeta tersebut, dan menceritakan bahwa dia telah membunuh 100
orang, adakah taubat baginya? Maka pendeta itu menjawab; ya masih ada. Dan siapa
yang bisa menghalangi seseorang dari taubatnya? Maka pergilah kamu ke negeri
yang begini dan begini. Di sana ada segolongan manusia yang selalu mengibadahi
Allah Ta’ala, maka beribadahlah bersama mereka. Janganlah kamu kembali ke
kampungmu, karena ia adalah kampung yang buruk.”
Maka
laki-laki tersebut berangkat menuju tempat yang telah ditunjukkan. Namun, di
tengah jalan dia meninggal dunia. Maka ketika itu Malaikat Rahmat dan Malaikat
Adzab berselisih. Malaikat Rahmat berkata, “Telah datang seorang hamba yang
bertaubat, dengan hatinya yang tulus kepada Allah Ta’ala.” Sedangkan Malaikat
Adzab berkata, “Dia tidak pernah berbuat baik sedikit pun.”
Lalu
datanglah satu Malaikat dalam wujudnya seperti Adam, dia menjadi hakim di
antara kedua Malaikat yang berselisih tersebut. Dia berkata, “Sebaiknya ukur
jarak antara dua negeri itu, mana yang lebih dekat ke laki-laki tersebut, maka
dia menjadi miliknya.” Maka mereka pun mengukur jarak perjalanan laki-laki yang
telah meninggal tadi. Ternyata, laki-laki yang sudah meninggal dunia tadi lebih
dekat ke tempat yang dia tuju untuk bertaubat. Maka segera saja, ruhnya diambil
oleh Malaikat Rahmat.” (HR. Al Bukhari dan Muslim, dari Abu Said Al Khuduri)
Cerita
dari hadits di atas sangat popular. AM. Waskito dalam bukunya The Power of Optimism, menarik suatu
pelajaran, bahwa seorang insan tidak boleh putus asa meskipun dia telah banyak
melakukan dosa besar. Lihatlah laki-laki dalam cerita tersebut, dia telah
membunuh manusia sebanyak 100, dia telah melakukan dosa besar 100 kali, dia
telah merusak kehidupan banyak manusia yang punya hubungan dengan orang yang
dia bunuh itu. Tetapi ketika dia sungguh-sungguh dalam bertaubat, maka Allah
pun meluaskan jalan taubat baginya.
Nah,
teman-teman. Perlu kita tekankan, bukan berarti manusia harus membunuh,
kemudian lalu bertaubat. Tidak demikian cara memaknainya. Tetapi, andaikan saja
kita sebagai manusia berdosa sebesar gunung, atau seluas lautan, maka tidak ada
dan tidak boleh berputus asa dari ampunan Allah. Sesungguhnya Allah sangan
mencintai dan menyukai orang-orang yang mengakui kesalahannya dan kemudian
mengambil jalan bertaubat yang sesungguh-sungguhnya kepada Allah dan kemudia
juga ia menjaga dirinya atau mensucikan dirinya dari perbuatan-perbuatan jahat.
Hal demikian dapat kita renungkan dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 222.
Semoga
kita yang sering melakukan dosa atau pun keburukan-keburukan, ke depannya dapat
memperbaiki diri dan bertaubat kepada Allah. Dan sepanjang hidup kita ke depan
terus menebarkan nilai-nilai kebaikan. Semoga dan harus![]
No comments:
Post a Comment