Kisah Tiga Orang Saleh - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Wednesday, 6 February 2019

Kisah Tiga Orang Saleh


YakusaBlog- Rasulullah Saw. pernah menceritakan kisah tiga laki-laki saleh yang sedang melakukan perjalanan. Hingga suatu ketika mereka kemalaman di jalan, sehingga harus bermalam di dalam gua. Namun kemudian meluncurlah sebuah batu besar dari gunung dekat gua tersebut, kemudian menutupi pintu gua. Lalu mereka berkata, “Tidak ada yang bisa menyelamatkan dari batu besar ini, selain berdo’a kepada Allah dengan menyebut amal-amal saleh.”
Mulailah tiga orang itu masing-masing menceritakan amal salehnya dan berdoa kepada Allah. Laki-laki pertama bercerita, dia memiliki ayah-ibu yang sudah tua. Setiap hari dia selalu menyediakan minuman susu untuk mereka berdua. Suatu hari, dia mencari kayu bakar sehingga kemalaman sampai di rumah. Saat tiba di rumah, kedua ayah-ibunya sudah tidur. Dia tidak mau mengganggu keduanya, susu itu dia simpan untuk ayah-ibunya. Dia tidak memberikan sedikit pun susu kepada anak-anaknya, meskipun mereka meminta dengan merengek-rengek di kakinya. Ketika menjelang fajar, ayah-ibunya bangun, lalu dia pun menghidangkan susu untuk keduanya.
Laki-laki itu pun berdoa, “Ya Allah, jika aku melakukan perbuatan seperti itu semata untuk mencari ridha-Mu, maka berilah kami jalan keluar karena batu besar ini.” Ternyata, batu itu begeser sedikit, tetapi belum mencukupi untuk bisa keluar.
Kemudian laki-laki kedua bercerita, bahwa dia memiliki saudara sepupu (anak dari pamannya) yang sangat dia cintai. Dia mencintai wanita itu sebesar-besarnya, seperti cinta seorang laki-laki kepada wanita. Dia sangat menginginkan wanita itu, namun wanita itu selalu menolak.
Hingga suatu ketika, datanglah masa-masa kesulitan kepada wanita itu. Dia datang kepada laki-laki kedua itu meminta bantuan. Laki-laki tersebut memberinya 120 dinar, agar dia bersenang-senang dengan laki-laki itu, dan wanita itu pun setuju. Ketika wanita itu sudah menyerahkan diri, pasrah saja, dan laki-laki sudah di atas kedua kaki wanita tersebut, tiab-tiba wanita itu berkata pada laki-laki tadi, “Takutlah kamu kepada Allah, janganlah engkau membuka tutupan itu (kemaluan wanita tersebut) kecauli secara benar (lewat pernikahan).”
Seketika itu, laki-laki tersebut langsung bangkit dari tubuh wanita itu, menyingkir dari wanita itu, padahal itu adalah wanita yang dia cintai dan yang diinginginkannya. Ia pergi membiarkan atau memberikan uang emas 120 dinar tadi pada wanita tersebut.
Laki-laki kedua tersebut pun berdoa seperti doa laki-laki pertama tadi, sehingga bergeserlah batu yang menutup pintu gua. Tapi, belum cukup untuk bisa keluar. Selanjunya gilirang laki-laki yang ketiga bercerita.
Dalam ceritanya, dia mempekerjakan para pekerja, lalu memberi upah kepada mereka. Namun seorang pekerja pergi dan tidak mengambil upahnya. Lalu laki-laki tersebut mengelola upah seorang pekerja tadi sehingga menjadi harta-benda yang banyak. Setelah bertahun-tahun, datanglah pekerja itu menagihnya.
Dia (pekerja) bertanya pada laki-laki ketiga tadi, “Wahai hamba Allah, tunaikan upahku!” Lalu laki-laki itu pun berkata kepada pekerja tersebut, “Semua yang kamu saksikan ini, adalah upahmu. Ia berupa unta, sapi, domba, dan budak-budak.” Pekerja itu pun berkata lagi, “Wahai hamba Allah, janganlah engkau bercanda.” Laki-laki itu meyakinkan, bahwa dia tidak sedang bercanda. Maka seluruh harta itu diambil oleh pekerja itu dengan tidak menyisakan sidikit pun.
Laki-laki ketiga itu juga berdoa seperti kedua laki-laki sebelumnya. Maka batu besar yang menutupu pintu gua itu pun bergeser lagi, sehingga mereka bisa keluar dengan berjalan. Kisah ini bersumber dari hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim.
Kisah di atas memberi pelajaran besar tentang makna sikap optimism. Dari ketiga laki-laki saleh tersebut telah menunjukkan sikap yang mengagumkan. Pertama, ketika kemalaman di jalan, mereka memutuskan masuk ke dalam gua; padahal bisa jadi dalam gua itu terdapat bahaya hewan-hewan liar. Kedua, ketika mereka terjebak dalam gua oleh batu besar yang menutup pintu keluar, hal itu sebenarnya bermakna kematian. Kalaupun mereka berteriak meminta pertolongan, orang di luar tidak ada yang mendengarnya. Gua tersebut bisa disangka menjadi “gua mati” yang tidak bisa dimasuki manusia.
Ketiga, saat mereka merasa tidak lagi memiliki harapan, mareka berharap kepada Allah lewat doa dan tawassul melalui amal saleh. Mereka adalah orang yang optimis, walaupun mereka putus asa secara teknis, tapi ternyata mereka tidak putus asa secara batin, karena Allah akan selalu mendengar doa mereka. Keempat, ketiga orang itu pernah mengalami cobaan berat dalam kehidupannya masing-masing; orang pertama diuji oleh kesetiaannya kepada kedua orantua, orang kedua diuji oleh wanita yang sangat dicintainya, dan orang ketiga diuji oleh harta milik pekerja yang masih ada di tangannya. Dan ternyata mereka lolos dari semua ujian itu. Kelima, ketiga orang tersebut ikhlas dalam amal-amalnya, semata-mata karena mengharap ridha Allah; dan ini adalah kesempurnaan dari rasa optimis dan akhlak mulia mereka.
Untuk itu, setiap orang beriman harus bersikap optimis, karena kita memiliki keistimewaan dibandingkan dengan orang-orang yang tidak beriman. Bisa jadi orang-orang yang tidak beriman memiliki kekayaan dunia, fasilitas, kekuatan senjata, teknologi, serta berbagai rekayasa. Tetapi kita, Walhamdulillah, memiliki Allah Ta’ala yang selalu kita sembah dan memohon karunia-Nya.[]

Ket: Tulisan di atas disadur dari buku The Power of Optimism, karya AM. Waskito.

No comments:

Post a Comment