YakusaBlog- Rasulullah
Saw. pernah menceritakan kisah tiga laki-laki saleh yang sedang melakukan
perjalanan. Hingga suatu ketika mereka kemalaman di jalan, sehingga harus
bermalam di dalam gua. Namun kemudian meluncurlah sebuah batu besar dari gunung
dekat gua tersebut, kemudian menutupi pintu gua. Lalu mereka berkata, “Tidak
ada yang bisa menyelamatkan dari batu besar ini, selain berdo’a kepada Allah
dengan menyebut amal-amal saleh.”
Mulailah
tiga orang itu masing-masing menceritakan amal salehnya dan berdoa kepada
Allah. Laki-laki pertama bercerita, dia memiliki ayah-ibu yang sudah tua. Setiap
hari dia selalu menyediakan minuman susu untuk mereka berdua. Suatu hari, dia
mencari kayu bakar sehingga kemalaman sampai di rumah. Saat tiba di rumah,
kedua ayah-ibunya sudah tidur. Dia tidak mau mengganggu keduanya, susu itu dia
simpan untuk ayah-ibunya. Dia tidak memberikan sedikit pun susu kepada
anak-anaknya, meskipun mereka meminta dengan merengek-rengek di kakinya. Ketika
menjelang fajar, ayah-ibunya bangun, lalu dia pun menghidangkan susu untuk
keduanya.
Laki-laki
itu pun berdoa, “Ya Allah, jika aku melakukan perbuatan seperti itu semata
untuk mencari ridha-Mu, maka berilah kami jalan keluar karena batu besar ini.” Ternyata,
batu itu begeser sedikit, tetapi belum mencukupi untuk bisa keluar.
Kemudian
laki-laki kedua bercerita, bahwa dia memiliki saudara sepupu (anak dari
pamannya) yang sangat dia cintai. Dia mencintai wanita itu sebesar-besarnya, seperti
cinta seorang laki-laki kepada wanita. Dia sangat menginginkan wanita itu,
namun wanita itu selalu menolak.
Hingga
suatu ketika, datanglah masa-masa kesulitan kepada wanita itu. Dia datang
kepada laki-laki kedua itu meminta bantuan. Laki-laki tersebut memberinya 120
dinar, agar dia bersenang-senang dengan laki-laki itu, dan wanita itu pun
setuju. Ketika wanita itu sudah menyerahkan diri, pasrah saja, dan laki-laki
sudah di atas kedua kaki wanita tersebut, tiab-tiba wanita itu berkata pada
laki-laki tadi, “Takutlah kamu kepada Allah, janganlah engkau membuka tutupan
itu (kemaluan wanita tersebut) kecauli secara benar (lewat pernikahan).”
Seketika itu, laki-laki tersebut langsung bangkit dari tubuh wanita itu, menyingkir
dari wanita itu, padahal itu adalah wanita yang dia cintai dan yang
diinginginkannya. Ia pergi membiarkan atau memberikan uang emas 120 dinar tadi
pada wanita tersebut.
Laki-laki
kedua tersebut pun berdoa seperti doa laki-laki pertama tadi, sehingga
bergeserlah batu yang menutup pintu gua. Tapi, belum cukup untuk bisa keluar. Selanjunya
gilirang laki-laki yang ketiga bercerita.
Dalam
ceritanya, dia mempekerjakan para pekerja, lalu memberi upah kepada mereka. Namun
seorang pekerja pergi dan tidak mengambil upahnya. Lalu laki-laki tersebut
mengelola upah seorang pekerja tadi sehingga menjadi harta-benda yang banyak. Setelah
bertahun-tahun, datanglah pekerja itu menagihnya.
Dia
(pekerja) bertanya pada laki-laki ketiga tadi, “Wahai hamba Allah, tunaikan
upahku!” Lalu laki-laki itu pun berkata kepada pekerja tersebut, “Semua yang
kamu saksikan ini, adalah upahmu. Ia berupa unta, sapi, domba, dan budak-budak.”
Pekerja itu pun berkata lagi, “Wahai hamba Allah, janganlah engkau bercanda.” Laki-laki
itu meyakinkan, bahwa dia tidak sedang bercanda. Maka seluruh harta itu diambil
oleh pekerja itu dengan tidak menyisakan sidikit pun.
Laki-laki
ketiga itu juga berdoa seperti kedua laki-laki sebelumnya. Maka batu besar yang
menutupu pintu gua itu pun bergeser lagi, sehingga mereka bisa keluar dengan
berjalan. Kisah ini bersumber dari hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim.
Kisah
di atas memberi pelajaran besar tentang makna sikap optimism. Dari ketiga laki-laki
saleh tersebut telah menunjukkan sikap yang mengagumkan. Pertama, ketika kemalaman di jalan, mereka memutuskan masuk ke
dalam gua; padahal bisa jadi dalam gua itu terdapat bahaya hewan-hewan liar. Kedua, ketika mereka terjebak dalam gua
oleh batu besar yang menutup pintu keluar, hal itu sebenarnya bermakna
kematian. Kalaupun mereka berteriak meminta pertolongan, orang di luar tidak
ada yang mendengarnya. Gua tersebut bisa disangka menjadi “gua mati” yang tidak
bisa dimasuki manusia.
Ketiga,
saat mereka merasa tidak lagi memiliki harapan, mareka berharap kepada Allah
lewat doa dan tawassul melalui amal saleh. Mereka adalah orang yang optimis,
walaupun mereka putus asa secara teknis, tapi ternyata mereka tidak putus asa
secara batin, karena Allah akan selalu mendengar doa mereka. Keempat, ketiga orang itu pernah
mengalami cobaan berat dalam kehidupannya masing-masing; orang pertama diuji
oleh kesetiaannya kepada kedua orantua, orang kedua diuji oleh wanita yang
sangat dicintainya, dan orang ketiga diuji oleh harta milik pekerja yang masih
ada di tangannya. Dan ternyata mereka lolos dari semua ujian itu. Kelima, ketiga orang tersebut ikhlas
dalam amal-amalnya, semata-mata karena mengharap ridha Allah; dan ini adalah
kesempurnaan dari rasa optimis dan akhlak mulia mereka.
Untuk itu, setiap orang beriman harus bersikap optimis, karena kita memiliki
keistimewaan dibandingkan dengan orang-orang yang tidak beriman. Bisa jadi
orang-orang yang tidak beriman memiliki kekayaan dunia, fasilitas, kekuatan
senjata, teknologi, serta berbagai rekayasa. Tetapi kita, Walhamdulillah, memiliki Allah Ta’ala yang selalu kita sembah dan
memohon karunia-Nya.[]
Ket: Tulisan di atas
disadur dari buku The Power of Optimism, karya AM. Waskito.
No comments:
Post a Comment