Media Massa Penegak Demokrasi - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Saturday, 9 February 2019

Media Massa Penegak Demokrasi


YakusaBlog- Tepat tanggal 09 Februari seluruh Rakyat Indonesia terutama para awak media massa akan memperingati sebuah hari dan bukan sekedar peringatan yang bernuansa formalitas, namun lebih menjadi sebuah momentum perubahan lebih baik yaitu Hari Pers Nasional. Beragam acara diselenggarakan untuk turut serta memeriahkan agenda tahunan ini. Pelatihan Jurnalistik, seminar tentang Pers, lomba menulis opini ataupun essay dan beraneka event edukatif yang diselenggarakan di berbagai daerah dan instansi. Selain untuk meramaikan, acara tersebut juga bertujuan untuk memberikan nilai-nilai pembelajaran kepada mahasiswa dan lapisan pemuda tentang keberadaan Pers dalam Negara Demokrasi.
Pers adalah badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Secara etimologis, kata Pers (Belanda), atau Press (Inggris), atau presse (Prancis), berasal dari bahasa latin, perssare dari kata premere, yang berarti “Tekan” atau “Cetak”, definisi terminologisnya adalah “media massa cetak” atau “media cetak”. Dalam UU Pers No. 40. Tahun 1999 Tentang Pers mengatakan, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Sementara itu, Darren Lilleker (2006: 148) mengklasifikasikan peran media massa dalam iklan politik menjadi tiga kelompok: Pertama, berisi perjalanan pemerintah sehari-hari baik peristiwa yang terjadi dan berkembang. Kedua, menyiarkan berbagai kegiatan partai politik. Ketiga, kebijakan yang dibuat para elite; peran media akan terlihat seperti memberi dukungan, bersikap netral, atau melakukan perlawanan. Banyak sekali peran yang dapat dilakukan oleh media massa pada suatu negara yang menjamin terhadap kebebasan pers dalam menjalankan fungsinya.
Sisi lain, begitu besarnya pengaruh tekanan pemerintah yang menganut system otoritarian terhadap media massa, sulit bagi media massa untuk menghindari campur tangan kekuasaan pemerintah, sebab dalam sistem politik apa pun media massa selalu mendapat kontrol dari pemerintah yang berkuasa, guna mempertahankan kekuasaannya. Misal, kesalahan-kesalahan yang terjadi dan yang dilakukan oleh pemerintahannya tidak ekpose diruang publik. Kebebasan media massa saat ini telah menjadi kebablasan. Kebebasan bukan segala-galanya atau bukan tanpa batas, sama halnya dengan demokrasi. Semestinya kebebasan hak-hak untuk berkomunikasi yang disampaikan oleh media massa tetap menjadi sarana utama dan eksklusif bagi tindakan sistem politik.
Pengaruh kedua, tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Keberadaannya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of information. Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam virtual world of computer, semakin hari semakin merata dan membudaya di masyarakat. Terbukti, sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum yang sesuai dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang berhubungan dengan penciptaan dan aliran informasi. Pengaruh derasnya laju teknologi informasi menjadi jalur media massa yang tidak bertanggungjawab dalam dinamika demokrasi dan menghasilkan beragam effect dan menimbulkan benih konflik.
Menurut Sofyan Rambey dalam bukunya yang berjudul Go The Extra Mile;  A Journey Into The Unknown, tahun 2017, mengatakan memang secara sengaja ada produsen pebisnis kata-kata yang memproduksi issue negatif dan berita hoax yang kemudian mengkapitalisasinya menjadi rupiah. Kesemua ini terpaksa kita terima melalui penyampai pesan yang tidak bertanggungjawab di ranah lini massa media sosial (medsos). Kebenaran semu yang disamarkan dan diproduksi berulang dapat mengganggu kerja prefrontal cortex di otak kita. Dan tanpa kecerdasan memadai, ia dapat memerangkap kita ke dalam fenomena Stockholm syndrome (kasus tersandera yang pada akhirnya berpaling, memihak, dan mendukung satu pihak). Maka, dampak dari rendahnya literasi adalah tumpul-setumpulnya daya intelektualitas kita dalam memfilter kebenaran dari apa yang disamarkan secara semu sebagai kebenaran.
Pemahaman demokrasi di negara-negara yang sedang melangsungkan transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi seperti negara kita masih bersifat lemah (low). Demokrasi dimengerti hanya sebagai Pemilihan Umum (Pemilu) saja yang berlangsung fair, jujur dan adil. Demokratisasi adalah suatu proses dalam sistem suatu negara, dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat. Rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat dan untuk rakyat. Abraham Lincoln pada tahun 1967, memberikan pengertian demokrasi sebagai Governmens of the people, by the people, and for the people.
Media massa dalam tatanan demokrasi, secara konstruktif bisa menjadi Subjek Pengontrol ataupun sebaliknya akan menjadi destruktif jika menjadi objek yang dikontrol. Pers memiliki posisi sangat penting dalam berjalan-tidaknya pemerintahan demokrasi. Menurut Denis McQuail (1987:126), kebebasan media massa atau pers harus diarahkan agar dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan khalayaknya, bukan hanya sekadar untuk membebaskan media massa dan pemiliknya dari kewajiban harapan dan tuntutan masyarakat.
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara termasuk memberikan ruang bagi media massa yang bebas untuk menjalankan fungsi persnya. Salah satu konsep dari system negara yang demokrasi menurut Huntington (2008), yaitu adanya peran media massa yang bebas. Hal yang terkait erat dengan hak publik untuk tahu adalah dengan media massa yang bebas, yaitu surat kabar, televisi, radio dan media baru yang bisa menginvestigasikan jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan dan hukuman. Gambarannya adalah pemerintah tidak dapat mengontrol apa yang ditulis atau disiarkan oleh media massa, dan pemerintah tidak dapat menjebloskan orang ke dalam penjara karena pandangannya. Tanda yang paling jelas dari suatu rezim yang tidak demokratis adalah pelanggaran akan hak-hak yang fundamental jika gagasan-gagasan mengalir secara bebas, jika lapangan publik terbuka tetapi juga kosong maka demokrasi dapat tergerus sebagaimana tentunya ia akan runtuh ketika hak-hak fundamental dilarang.
Penulis yakin dengan Hari Pers Nasional tahun ini, Pertama akan menjadi momentum bagi semua awak media massa untuk turut serta memperkuat nilai-nilai demokrasi di Indonesia, karena begitu besarnya peran yang dimainkan oleh media massa, sehingga media massa dapat kita tempatkan menjadi sebuah pilar selain legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Kedua, akan menjadi kesadaran para kaum penikmat media massa untuk lebih meningkatkan daya literasinya, membuka pikiran, mata, dan hatinya agar terhindar dari potensi sekedar menjadi tong sampah berita hoax.[]

Penulis: Yongky Danar Pramudita (Kader HMI Cabang Jember)


Ket.gbr: Ilustration
Sbr.gbr: https://www.hipwee.com/

No comments:

Post a Comment