YakusaBlog- Tidak
habis pikir setelah melihat di berbagai media online memberitakan bahwa banyak mahasiswa di Indonesia ini
mendeklarasikan dukungan kepada Pasangan Calon Presiden-Wakil Presiden di
Pemilihan Umum (Pemilu) April 2019. Selain dukungan secara terbuka atau sebagai
Tim Sukses (Timses) kepada Paslon Presiden-Wakil Presiden, terlibat juga banyak
mahasiswa di Indonesia ini dalam Timses para calon legislative (Caleg). Hal demikian
terlihat juga dalam akun pribadi media sosial online.
Keterlibatan
banyaknya mahasiswa dalam politik praktis membuat eksistensi gerakan mahasiswa
semakin miris. Saya bukan tidak melarang seorang mahasiswa untuk memberikan
pilihan pada saat pemilihan, akan tetapi keterlibatan dalam tim menurut saya
itu sangat miris sekali. Seharusnya mahasiswa itu tetap memegang independensinya
atau idealismenya. Dalam posisinya, berada di posisi tengah-tengah. Memberikan pencerahan
pada masyarakat dan juga memberikan pendidikan politik yang baik kepada
masyarakat.
Nah,
jika pun seorang mahasiswa mempunyai sosok yang ingin di pilihnya, biarlah itu
bergetar dalam hatinya. Berbunyi saat paku mencoblos kertas surat suara yang
terbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (Pemilu).
Menurut
saya, mahasiswa yang terlibat dalam apa yang saya sebutkan tadi, perlu kiranya
mengikuti ospek kembali dan benar-benar mendengarkan materi tentang
kemahasiswaan. Jika belum pernah mendapatkan materi tentang kemahasiswaan,
bagaimana itu mahasiswa dan apa peran mahasiswa? Sebaiknya perlu kembali
mengadakan diskusi tentang kemahasiswaan atau membaca buku-buku mahasiswa. Ingatlah,
sejarah pergerakan mahasiswa itu bukan menjadi pendukung atau mendeklarasikan
sang penguasa atau calong penguasa.
Di
tengah-tengah hiruk pikuk menuju Pemilu 2019, kita sebagai mahasiswa memberikan
ide dan gagasan, tuntutan-tuntutan perubahan kepada meraka yang ingin menjadi
pejabat public yang duduk di pemerintahan dan menyampaikan ide-ide pembangunan
lewat jalur keilmuan yang kita pelajari di kampus.
Saya
tidak tahu pasti apa penyebab ini semua sehingga ada kelompok-kelompok
mahasiswa yang rela menggadaikan keidealisan serta independensi mahasiswanya. Apakah
mengisi kantong? Apakah karena perut kosong? Atau hanya sekedar ikut-ikutan
atau sok-sok mengerti politik? Yang lebih parahnya lagi, ada seorang mahasiswa
atau sekolompok mahasiswa sok paling
paham politik saat ini tanpa ada kajian kritis. Dan yang paling parah lagi, ada
seorang mahasiswa atau sekolompok mahasiswa yang fanatic terhadap calon-calon
sehingga yang lain tidak ada benarnya. Sungguh keadaan kaum mahasiswa saat ini
sangat miris dan amat memprihatinkan.
Perlu
harus dipahami, gaya mahasiswa dalam mengisi demokrasi ini haruslah kiranya
berbeda dengan gaya masyarakat biasa. Demokrasi itu bukan hanya saat Pemilu saja. Sebagai insan akademis yang bernuansa
ilmiah, seharusnya mahasiswa harus banyak melakukan kajian dan analisis. Sehingga
akan lahir pilihan-pilihan yang objektif. Akan tetapi saat ini, mahasiswa dan
masyarakat biasa tidak ada lagi bedanya. Bahkan, kelompok intelektual ini
(mahasiswa) menjadi alat suksesi dan budak para politisi.
Saya
sebagai seorang mahasiswa biasa-biasa, yang tidak memiliki jabatan di kampus,
saya merasa miris dan prihatin sekali dengan keadaan sekarang. Gerakan keilmuan
dari mahasiswa tidak berbanding dengan gerakan mahasiswa yang terlibat di dalam
politik praktis. Untuk itu, pemahaman perlu kita tingkatkan lagi, agar mengerti
eksistensi mahasiwa itu. Mengerti apa peran fungsi seorang mahasiswa itu. Dan tetap
memperkokoh idealisme serta independensi sebagai seorang mahasiswa.[]
Penulis:
Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa)
Ket.gbr: Ilustration
Sbr.gbr: http://sinarharapan.net/
No comments:
Post a Comment