YakusaBlog- Baru beberapa hari ini, kita (warga HMI) kembali dikejutkan oleh berita dari beberapa akun media sosial dan berita online, bahwa ada oknum yang tidak dikenal menyerang dan merusak beberapa fasilitas Sekretariat Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) di Jalan Sultan Agung No. 25 A. Jakarta Selatan. Sebenarnya ini bukan hal yang pertama kali. Beberapa waktu yang lalu juga, Sekretariat PB HMI sering dirusak oleh oknum-oknum tertentu. Hal ini terlihat menjadi kebiasaan buruk, yang sering terjadi di Gedung PB HMI. Entah apa penyebabnya, tentunya banyak alasan menjadi jawaban.
(Jika beritanya hoax, tapi pemecahan kaca di sekretariat PB HMI terus terjadi. Mudahan2 berita yang kita dapatkan benar.)
Menghancurkan beberapa fasilitas sekretariat di HMI sering terjadi. Di Sekretariat HMI Cabang Medan juga pernah terjadi dan di beberapa sekretariat HMI tingkat Cabang lainnya juga terjadi. Yang belum terdengar sampai saat ini, sekretariat tingkat HMI Komisariat yang belum pernah saya dengar itu terjadi. Jika ada, Bapak atau Ibu kontrakannya pasti marah besar. Terpaksa harus minggat karena diusir. (Hahahaha)
Kembali saya mengatakan, ini merupakan suatu hal buruk yang membudaya dalam HMI. Merusak-rusak fasilitas sering terjadi juga dalam rapat-rapat tahunan HMI, baik itu dalam Kongres, Musda atau pun konferensi, bahkan kalau dalam rapat tingkat HMI Komisariat (RAK) ini sering kita dengar. Akankah hal ini masih terus terjadi?
Sebenarnya apakah faktor ini semua? Tentunya pasti ada penyebabnya. Tidak mungkin suatu reaksi terjadi tanpa ada aksi. Tidak mungkin akibat mendahului sebab. Ini perlu kita renungkan bersama-sama di mana pun kita berada.
Di sini, saya tidaklah mencari dan membahas apa penyebab itu semua. Kita, pasti memiliki asumsi masing-masing. Apa pun asumsi kita itu, yang pastinya, secara akal sehat ia tidak akan menerima jika fasilitas sekretariat yang menjadi korban pelampiasan kemarahan akibat suatu sebab. Tentunya kita sangat menolak budaya buruk tersebut. Kecuali jika ada di antara pembaca sekalian yang menjadi pelaku pengrusakannya. (Wkwkwk)
Mengapa hal-hal seperti ini terus terjadi di organisasi kita? Jika orang luar (bukan kader HMI) yang melakukannya, apa penyebab itu terjadi? Apa yang dilakukan oleh Kader HMI sehingga fasilitas sekretariat menjadi korbannya? Jika Kader-kader yang melakukannya, apa yang yang dipikirannya sehingga menjadikan fasilitas sekretariat menjadi korban kemarahannya? (Kayaknya dia nggak punya pikiran itu, Hehehe...)
Saya pikir ini sudah menjadi penyakit mental atau penyakit jiwa yang sedang di alami oleh oknum-oknum yang melakukannya. Tidak mampu berdinamika, mengapa harus melakukan cara-cara kotor dan kasar. Belum lagi selesai prahara di internal kepengurusan PB HMI periode 2018-2020, kini secara fisik kembali lagi masalah yang harus dihadapi oleh kader-kader HMI.
Ada lagi penyakit mental atau penyakit jiwa yang banyak dialami oleh kader HMI saat ini, yaitu “gila jabatan”. Ia meminta-minta jabatan, apabila di-reshuffle, ia marah dan tidak terima, kemudian membuat suatu perlawanan. Bukankah dalam ajaran Islam, kita sangat dilarang untuk meminta-minta jabatan. (Jadi tuhan aja sekalian biar lebih puas, Wkwkwk. Cuih....!)
Jika pun kita baik dan dapat mengerjakan amanah kepengurusan, tiba-tiba di-reshuffle, itu tidaklah menjadi masalah. Artinya, jika jabatan itu sudah tidak diemban lagi, berarti kita telah bebas dari beban. Amanah itu berat, gunung, laut, dan langit menolak suatu amanah jabatan, ini kita malah rebut-rebutan. Sehatkah kita? Jika pun kita di-reshuffle padahal kinerja kita baik, itu artinya kita akan ada lagi tanggungjawab yang lebih besar dan mulia di luar dari jabatan kita sebelumnya. Menerima dengan ikhlas akan membuat kita bahagia dan lebih ringan dalam mengerjakan hal-hal yang baik di luar kepengurusan.
(HMI ini tempat berproses atuh Kanda/Yunda. Berproses itu bukan indikatornya jabatan, tapi perbuatan. Gimana sih. Hehehehe...)
Alangkah lebih baiknya, kader-kader HMI kembali membaca sejarah Lafran Pane awal-awal mendirikan HMI. Merenungkan bagaimana Lafran Pane dengan legowo memberikan jabatan Ketua Umum kepada temannya dan jabatan strategis lainnya, dan dia berada dalam jabatan yang agak rendah. Ia biasa saja, yang penting misi HMI berjalan. Yang penting HMI terus dapat aktif dan bermanfaat bagi agama, ummat (bangsa) dan negara.
(Ini baru di-reshuffle dari jabatan Sekretaris, Ketua Bidang, Wakil Sekretaris, Wakil Bendahara Umum dan Departemen, udah mau copot jantungnya. Saya rekomendasikan membaca buku biografi Lafran Pane yang ditulis oleh Bang Hariqo.)
Penyakit jiwa atau penyakit mental selanjutnya adalah mendahulukan tujuan pribadi daripada tujuan organisasi. Kader-kader HMI lari dari visi atau misi HMI. Ia lebih fokus pada misi-misinya sendiri. Ia tidak memahami bagaimana sejarah HMI ini didirikan atau pun kalau dia mengetahuinya, ia tidak menjadikannya pelajaran berharga dalam ber-HMI.
Mengapa seorang kader gila jabatan yang strategis dan marah apabila di-reshuffle dari jabatan strategis itu? Bukankah di luar dari jabatan itu, kita masih dapat menjalankan misi-misi organisasi. Membantu teman-teman kita yang berada dalam struktural HMI itu lebih mulia. Jangan-jangan,ada misi tertentu mengapa harus saling sikut menyikut untuk mendapatkan jabatan. (Mohon maaf, saya sudah ber-su’uzhon.)
Apakah ada hubungannya dengan perusakan beberapa fasilitas sekretariat HMI setiap tingkatan yang pernah terjadi? Saya jawab ada. Hubungannya di mana? Hubungannya banyak pengrusakan terjadi karena perdebatan struktural dan adanya konflik internal di dalam kepengurusan setiap tingkatan. Konflik yang banyak menyita waktu dan membuat dinamika tidak maju. Akan tetapi malah semakin mundur, yaitu merusak sekratariat HMI di setiap tingkatan, ini secara fisik. Non-fisiknya yaitu saling memburuk-burukkan, mengungkap aib sesama kader dan saling menghujat.
Untuk itu, kita sebagai kader HMI harus kembali berkontemplasi untuk memikirkan ini semua. Jika kita atau HMI ini ingin kembali besar dan jaya, kita harus berkontemplasi. Mengapa begitu? Jika kita meneliti atau memperhatikan kehidupan orang-orang besar, yaitu mereka yang dapat mempengaruhi banyak orang di dunia ini, kita akan menemukan hal itu secara jelas dalam setiap masa kejadian. Orang-orang besar atau tokoh-tokoh besar itu menghabiskan banyak waktu untuk menyendiri.
Dengan menyendiri ini, kita secara mendalam akan merenungkan akan permasalahan yang ada. Kita bermeditasi untuk menenangkan diri, dan mendengarkan dengan penuh hikmat akan permasalahan yang ada. Waktu untuk menyendiri merupakan unsur yang sangat penting dalam peningkatakan diri kita. Akan tetapi, tidak selamanya menyendiri kemudian meninggalkan HMI.
Pada saat berkontemplasi, kita merunungkan apa yang terjadi dalam HMI? Apa yang harus kita lakukan sebagai seorang kader. Kita memperteguh, bahwa tujuan organisai lebih utama daripada tujuan pribadi kita.
Ber-HMI bukan supaya menjadi orang sukses dan bukan supaya mendapat jabatan. Tapi, ber-HMI adalah untuk meningkatkan potensi diri dan menjalankan misi-misi organisasi. Biarkan kesuksesan mendekati kita, bukan kita yang megejar-ngejarnya.
Ber-HMI bukan mendekatkan diri pada pejabat, tapi bagaimana berbuat hal-hal yang baik bagi ummat. Biarkan pejabat-pejabat mendekat, tapi jangan sampai kita terpikat, terikat, hingga sampai terperalat. Selamat berkontemplasi![]
Penulis: Ibnu Arsib (Pegiat Literasi)
Sumber gbr: akun Ig Kaderhimpunan
No comments:
Post a Comment