YakusaBlog- Enam hari yang lalu, Jum’at 11 Januari 2019, sejak artikel ini saya tuliskan, warga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), terkhsusnya masing-masing Kader dari Organisasi Mahasiswa Islam terbesar di Indonesia tersebut, terasa bergesar dari tempat duduknya, sontak kaget gittu loh (dalam logat Jawa). Mengapa begitu? Ah… Sampeyan mah nggak baca di grup WA, nggak buka laman link yang dibagikan.
Mungkin sampai sekarang banyak kader-kader HMI dan PMII masih merasa tidak nyaman atau kaget, heran, bertanya-tanya ketika membaca berita yang dimuat di NU Online, dengan judul Peneliti: PMII dan HMI Kalah Menarik dari Kelompok Tarbiyah. Ada yang mau ngaku? Jika pun di antara teman-teman tidak yang mau mengaku, saya sendiri merasakan itu. Sehingga saya pun mencoba membuat tulisan untuk menanggapi apa yang dikatakan oleh seorang Peneliti Center for Study Islam and Social Tranformation (CISForm) UIN Sunan Kalijaga, Bapak Abdur Rozaki. Sebagaimana yang tertulis dalam websait NU Online.
Saya membaca berita tersebut di hari Sabtunya, hingga sampai saya menuliskan ini, saya diselimuti pertanyaan, “Apakah benar PMII dan HMI kalah menarik dari kelompok Tarbiyah dan Salafi Wahabi, baik dari sisi pendidikan kaderisasi maupun bangunan pergaulannya?” Saya berpikir terus, membaca artikel itu berulangkali. Kemudian muncul lagi pertanyaan dalam kepala saya, “Apakah itu berdasarkan penelitian atau hanya sekedar ungkapan emosional melihat keadaan internal maupun eksternal PMII dan HMI saat ini?” Saya kembali lagi membacanya dan memikirkannya. Jika saya berada di UIN Sunan Kalijaga, saya pun ingin langsung mempertanyakannya. Saya tidak tahu apakah ini sudah dibahas oleh Kader-kader PMII dan HMI yang ada di UIN Sunan Kalijaga-Yogyakarta dan mempertanyakannya langsung kepada Bapak Abdur Rozaki.
Saya pun terus bergelut dengan hal ini. Dalam keadaan badan yang tidak sehat ini pun, saya paksakan untuk menuliskan bentuk tanggapakan mungkin sekaligus pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk artikel yang perlu ditanggapi oleh setiap kita semua dari pihak PMII dan HMI maupun dari Bapak Abdur Rozaki sendiri, atas apa yang saya tuliskan. (Kok… Aku malah curhat ya? Hahahaha…).
Baik, kita langsung saja pada pembicaraan yang lebih serius, karena nampaknya ini memang tidak bisa main-main. Kenapa saya katakan tidak bisa dengan main-main, karena saya sedang menanggapi suatu ungkapan dari seorang peneliti, dan secara jenjang akademiknya, sangat jauh di atas saya. Mengapa saya katakan “menanggapi suatu ungkapan”? Nanti saya jelaskan. Terus baca tulisan ini dan jangan sampai letih jari teman-teman untuk menggeser layar Smartphone ke atas. (Seruput dulu kopimu teman. Jangan tegang-tegang kali. Hehehehe…).
Benarkah HMI dan PMII Kalah Menarik Dari Kelompok Tarbiyah?
Sebagaimana yang saya tuliskan di atas, awalnya saya berpikir penyataan Bapak Abdur Rozaki yang dimuat di websait NU Online, adalah merupakan suatu hasil penelitian. Karena saya atau beberapa teman-teman, salah tangkap melihat judulnya, karena ada kata “Peneliti” (lihat judulnya, Peneliti: PMII dan HMI Kalah Menarik dari Kelompok Tarbiyah). Nah, dari judul ini, isi yang ada dalam artikel tersebut saya pikir berdasarkan hasil penelitian yang sangat akurat di Indonesia.
Beberapa kali saya baca, dan saya baca lagi. Ternyata itu sebuah ungkapan emosional (dalam artian positif) yang tidak berdasarkan data yang lebih akurat. Mengapa ungkapan emosional? Saya menduga, mungkin melihat kondisi internal dan eksternal PMII dan HMI yang terus dilanda prahara. Mungkin, melihat isu-isu adanya gerakan massif suatu kelompok yang ingin mendirikan negara khilafah atau pemikiran Islam yang tidak moderat.
Ini dugaan saya sebagai seorang salah satu kader yang organisasinya disebut kalah menarik dari organisasi mahasiswa Tarbiyah. Terkesan memang apologia (membela), tapi wajarlah saya melakukan pembelaan. Selama itu positif tidak jadi masalah, bukan? Dan ini merupakan budaya yang harus terus dilestarikan, pembelaan dalam bentuk yang intelektualis. Tulisan dibalas dengan tulisan. (Cocok kamu rasa teman-teman. Hahahahaaa...).
Ada beberapa hal yang saya ingin tanggapi. Akan saya tuliskan seiring berjalannya pembicaraan ini, dan teman-teman kiranya terus membacanya.
Selanjtunya, apa yang dikatakan oleh Bapak Abdur Rozaki tersebut, menurut saya belum memiliki data yang sangat akurat dan pasti. Jika hanya melihat satu kampus atau satu kota saja yang ada HMI dan PMII-nya, belum bisa dapat digeneralisasikan bahwa HMI dan PMII kalah menarik bagi mahasiswa Islam. Jika melihat tolak ukurnya hanya di Yogya atau satu kota saja, saya pikir belum tepat. Karena setahu saya, HMI bukan terbesar di kota Yogya walaupun HMI lahir di Yogya. Saya pikir juga, PMII demikian, bukan satu-satunya asal kader terbanyak di Indonesia ini. Mohon maaf untuk teman-teman PMII, karena saya lebih mengetahui HMI-nya. Mudahan-mudahan setelah tulisan ini mengudara, ada aktivis PMII yang membuat tulisan seperti ini juga. Tulisan yang menanggapi ungkapan Bapak Abdur Rozaki.
“Model pengkaderan (PMII dan HMI) kalah menarik dari kelompok Tarbiyah, cara membangun pergaulannya kalah. Dan yang paling penting, model cara membantu mahasiswa baru ketika dia dari kampung lalu sekolah ke kota dengan sistem komputerisasi misalanya; itu banyak sekali pendekatan-pendekatan kelompok mahasiswa kemahasiswaan (Tarbiyah) baru ini membantu sampai ke kos-kosan, sehingga mahasiswa baru ini diterima langsung masuk ke gerakan ini.” Demikian Bapak Abdur Rozaki mengatakan kepada NU Oline saat di Hotel Aryaduta Gambir, Jakarta Pusat, pada Kamis, 10 Januari 2019.
Nah, ini sangat menarik untuk dibahas dan ditanggapi teman-teman. Menurut saya, model pengkaderan tidak bisa disamakan dengan setiap organisasi mahasiswa Islam. Mengapa? Karena setiap organisasi, seperti HMI, PMII, dan organisasi mahasiswa Islam lainnya, termasuk organisasi mahasiswa Tarbiyah tersebut, pasti berbeda tujuannya. Dari tujuan yang berbeda-beda inilah, tentu mempunyai pengaruh pada model pengkaderannya.
Saya aktif sebagai pengelola training di HMI, saya tidak berani menyatakan bahwa model perkaderan HMI lah yang paling menarik di antara organisasi mahasiswa lainnya. Karena, menurut saya mengenai ini masih relatif. Setiap organisasi mahasiswa tentu punya model dan caranya masing-masing. PMII juga pastinya mempunya ciri khas atau budaya pola perkaderannya yang tidak kalah mantap dari organisasi mahasiswa Islam lainnya. Ada yang mempertahankan cara-cara atau model lama, ada juga pembaharuan. Sebagaimana organisasi yang terus merekrut dan memperbanyak kader masing-masing, tentunya ada rumusannya masing- masing. Nah, jika di ukur dengan jumlah anggotanya (kuantitas), Bapak Abdur Rozaki tidak ada menyebutkan jumlah data kader masing-masing organisasi mahasiswa Islam tersebut.
Saya melihat, ungkapan Bapak Adur Rozaki terlalu general, PMII dan HMI se-Indonesia, tapi memberikan contoh dalam satu kampus saja. Saya pikir, mungkin Bapak Abdur Rozaki melihat di UIN Sunan Kalijaga saja, atau takutnya hanya melihat dalam satu fakultas saja. Dalam metode penelitian, yang saya pahami, hal ini belum bisa menjadi data yang akurat. Belum dapat menjadi representatif HMI dan PMII maupun kelompok Tarbiyah se-Indonesia. Jika berdasarkan, apa yang dicontohkan oleh Bapak Abdur Rozaki tadi, di kampus saya, teman-teman di HMI melakukan apa yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa Tarbiyah tersebut. Alhamdulillah, HMI tetap diminati oleh mahasiswa-mahasiswa Islam, dan kelompok Tarbiyahnya hanya sedikit, bahkan anak-anak HMI membantu mengembangkan organisasi mereka. Tapi mereka menutup diri. (Padahal nggak ada masalah, kan. Hehehee...). Mungkin di kampus-kampus lain juga begitu. Memang, di beberapa kampus dan kota, masing-masing pasti ada organisasi mahasiswa yang mendominasi.
Nah, mengenai pergaulan dan aktivitas, ini sangat relatif sekali. Apa yang dikatan oleh Bapak Abdur Rozaki tersebut, di sebagian kampus banyak dilakukan oleh kader-kader HMI dan PMII, seperti membuat pendampingan pembacaan Al-qur’an, pertemuan mingguan (jangankan mingguan, sesama kader HMI tiap hari ketemu, begitu juga dengan sesama kader PMII. Sering kita sebut, Ngopi. Ya, namanya, kan nggak harus Liqa). Kader-kader HMI dan juga Kader-kader PMII masih terus membuat diskusi dan kegiatan ilmiah lainnya. Terkadang hanya beda nama saja, tapi esensinya tidak jauh berbeda. HMI dan PMII agak jarang sih buat nama kegiatannya dengan istilah bahasa Arab. Ya, karena kita sadar, untuk membuat kegiatan keislaman dan kebaikan tidak harus menggunakan istilah dari bahasa Arab.
Selanjutnya, Beliau mengatakan, “Bagi anak-anak muda (yang baru belajar agama dan mempunyai semangat agama yang tinggi) ingin mencari sesuatu yang baru, ini jauh lebih menarik daripada di kelas atau organisasi mainstream (HMI dan PMII).”
Sepertinya saya tidak perlu banyak lagi membahas yang bagian ini. Teman-teman pasti bisa menanggapi ini. Di beberapa tempat HMI dan PMII masih memegang teguh seperti yang dimaksud oleh Bapak Abdur Rozaki kepada kelompok Tarbiyah tersebut, walau namanya berbeda da nada yang sama. Di beberapa tempat, kita katanlah HMI di Aceh, semangat belajar Islamnya sangat tinggi. Dan beberapa komisariat yang ada di Medan, begitu juga di HMI Cabang lain yang ada di Indonesia ini. Pastinya, tidak kalah juga bahwa PMII di berbagai Cabang dan Komisariat mempunyai semangat belajar Islam yang tinggi, dan karena itulah makanya diminati oleh mahasiswa-mahasiswa Islam. Apa yang dikatan beliau tersebut, saya pikir tidak kuat.
Terkait mengenai hal yang lain dalam artikel tersebut saya tidak ingin menanggapinya karena sudah mengenai sesuatu yang lebih besar dan sangat sensitif. Silahkan teman-taman baca lagi bagian mana yang saya maksud sehingga mengapa saya tidak membicarakannya di sini. Mungkin lain kali ada kesempatan dapat kita bicarakan.
Penutup
Sebelum saya menutup dan memberikan kesimpulan apa yang kita bicarakan ini, terlebih dahulu saya mengucapkan terimakasih kepada Bapak Abdur Rozaki dan Pihak NU Online atas ungkapannya yang muat oleh NU Online. Karena lewat ungkapan tersebut, Kami, sebagai kader-kader HMI dan PMII sedikit tersadarkan dan ini merupakan kritik yang sangat konstruktif bagi HMI dan PMII yang sama-sama terus membangun, juga mempertahankan agama dan Negara Indonesia tercinta ini. Jika apa yang diungkapkan beliau tersebut berdasarkan penelitian, kiranya dipaparkan dengan akurat dalam artikel yang disebar luaskan.
Kesimpulan dalam pembicaraan kita ini, kelompok Tarbiyah dan organisasi mahasiswa Salafi Wahabi lebih menarik daripada HMI dan PMII, belum sejatinya benar. Tidak ada data yang akurat baik itu secara kualitas dan kuantitas. Jika secara kualitas, pasti tidak dapat dipertemukan. Karena setiap organisasi mempunyai pemahamannya masing-masing. Siapa yang paling benar dan paling berkualitas, kita serahkan saja pada Allah Swt. Yang terpenting kita tetap melakukan hal-hal positif dalam hidup ini. Tidak ada gunanya saling menghujat, menyatakan dirinya paling benar, karena itu malah akan memperlemah Islam.
Jika pun melihat secara kuantitas, harus ada data yang konkrit berapa jumlah kader HMI, PMII, kader organisasi Tarbiyah dan organisasi mahasiswa Islam lainnya. Jika datanya sudah konkrit, maka dapatlah kita katakan. Hal itu pun, masih melihat situasi dan kondisi.
Saya tidak yakin bahwa HMI dan PMII tidak menarik bagi mahasiswa Islam. Saya yakin HMI dan PMII masih sama-sama menarik bagi mahasiswa Islam, tergantung pilihan mahaiswa tersebut mau masuk HMI, PMII, organisasi mahasiswa Tarbiyah atau juga organisasi mahasiswa Islam lainnya. Yang terpenting saat ini, HMI dan PMII terus berjuang. Mari sama-sama dan berlomba-lomba berbuat kebaikan. Itu yang lebih baik daripada siapa yang paling menarik.[]
Penulis: Ibnu Arsib (Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa).
Sumber gbr: Kompasiana.com
No comments:
Post a Comment