Jangan Takut Berjalan Lambat, Tapi Takutlah Jika Diam Tak Melakukan Apa-Apa - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Tuesday, 22 January 2019

Jangan Takut Berjalan Lambat, Tapi Takutlah Jika Diam Tak Melakukan Apa-Apa

YakusaBlog- Dunia bergerak sangat cepat. Pengaruh teknologi begitu mendominasi. Berita yang baru saja tampil di pagi hari, bisa jadi segera basi saat sore hari. Isu yang biasanyya bertahan lama, kini banyak ditimpa isu lain yang tampil lebih mengena. Ini lah era di mana kita dimanjakan oleh beragam informasi yang dengan mudah kita dapatkan sehari-hari. Tinggal klik, tingggal pencet tuts di keyboard, bahkan tinggal perintah suara di gadget smartphone yang makin canggih, berita terdepan segera tersaji.
Bukan itu saja. Melakukan apa pun, kini bisa dilakukan hanya dengan gerakan jemari, atau bahkan jempol saja. Transaksi bank, beli barang, hingga membayar pengacara. Semua seolah dipermudah dengan kemajuan teknologi komunikasi. Duduk manis di belakang layar computer atau sembari bergerak aktif memegang sabak-e (tablet), kita sudah bisa berkeliling dunia melakukan banyak hal.
Dengan kondisi tersebut, tak heran jika kecepatan kerja pun meningkat. Jika dulu mengirim surat harus via pos dan butuh beberapa hari, kini sekali klik suda bisa lintas negeri. Jika dulu mengirim laporan video harus dikirim langsung, kini via satelit, kita bisa mengunggah berita kapan dan di mana saja dengan mudahnya.
Semua berkembang dengan cepat dan pesat. Maka, mereka yang berjalan lambat, hanya akan jadi penonton atau sekedar penikmat, bukan yang mampu meraih keuntungan maksimal dari perubahan yang terjadi.
Tapi, apakah semua lantas bisa dengan mudahnya diselesaikan dengan beragam teknologi yang muncul? Lantas, apakah semua harus bisa terselesaikan dengan cepat dan melahirkan budaya seba instan? Bagi saya pribadi, taka da yang bersifat instan. Semua butuh proses dan diperjuangkan. Bahkan, teknologi secanggih apa pun, tak tercipta dalam satu dua hari. Untuk itu, bagi yang masih merasa tertinggal atau keteteran, jangan berkecil hati. Ibarat sebuah pepatah Tiongkok Kuno, bu pa zou de man, zhi pa ting, yang arti harfiahnya jangan takut berjalan lambat, tapi takutlah jika diam tidak melakukan apa-apa. Lambat di sini bisa diartikan proses sedang berjalan, di mana bisa jadi butuh pematangan yang perlu waktu untuk tumbuh dan berkembang.
Alkisah, ada dua orang pemuda yang bersahabat. Mereka sepakat untuk membangun jembatan agar mempermudah perjalanan mereka ke kota menuju desa. Sebab, selama ini, dari rumahnya di sebuah pelosok hutan, orang memang sangat jarang pergi ke kota karena harus memutar mengelilingi sungai yang cukup jauh jaraknya.
Saat mengutarakan maksudnya ke pemuka desa, niatan mereka pun disetujui. Namun, untuk menjalankan rencana tersebut, pemuka desa berencana akan mencari bantuan dana ke pemerintah kota agar dibangunkan jembatan. Mendengar hal tersebut, kedua pemuda tersebut tak setuju. Bagi mereka, desa itu harus segera memiliki jembatan yang dibuat dengan swadaya masyarakatnya sendiri. Namun, dengan alasan harus ada dana yang cukup besar untuk membangun jembatan, pemuka desa tetap bersikeras membangun jembatan setelah disetujui dan diberi dana oleh pemerintah kota.
Karena tak ada kata sepakat, maka kedua pemuda itu pun kembali ke rumah masing-masing. Mereka sendiri yakin, bahwa jembatan bisa segera dibangun jika semua bahu-membahu saling bantu. Maka, sembari mengumpulkan dukungan, mereka pun setiap hari rajim mengumpulkan kayu, bamboo, dan ranting sebagai bahan dasar membangun jembatan.
Makin lama, makin banyak orang yang mulai membantu mereka. Maka, berawal dari sebuah rakit kecil yang mereka bangun, pelan-pelan mereka terus mengumpulkan kayu yang bisa dipakai untuk membangun jembatan. Makin hari, kayu yang terkumpulk makin banyak. Dan, melihat perkembangan yang bagus, makin banyak pula yang membantu mereka.
Sementara, sang pemuka desa rupanya tak segera mendapat persentujuan dari pemerintah kota untuk membangun jembatan di desa tersebut. Mendengar berita itu, kedua pemuda tadi mengatakan kepada pemuka desa untuk bergabung dengan mereka, daripada sekedar menanti bantuan yang tak pasti. Namun sekali lagi sang pemuka desa tetap tak mau bergabung.
Begitulah, lama-kelamaan, dengan makin banyaknya bantuan dan makin menggunungnya kayu dan bamboo yang terkumpul, rangkaian dasar jembatan pun berhasil dibuat. Rakit kecil yang berhasil mereka pasang untuk menyeberangkan orang pun difungsikan sebagai rakit untuk meletakkan beragam rangkaian kayu yang diikat erat sehingga mampu menjangkau antar pinggir sungai.
Dengan bergotong royong, akhirnya jembatan itu mulai terbangun. Dari jembatan yang kecil, lama-kelamaan, karena makin banyak bantuan yang diberikan, jembatan itu makin kokoh oleh kayu dan makin besar hingga bisa dilalui orang banyak.
Beberapa tahun kemudian, jembatan itu pun selesai dengan kokohnya, berkat inisiatif dua pemuda. Sementara, si pemuka desa akhirnya merasa bersalah, karena dulu tidak memberikan bantuan, tapi malah mengharap bantuan yang tak kunjung tiba.
Kisah tersebut menggambarkan bahwa orang yang mau bergerak, berjuang, meski terkesan lambat, juah lebih baik daripada yang hanya berpangku tangan menunggu bantuan. Karena itu, di tengah kemajuan teknologi yang serbacanggih, mari kita biasakan untuk terus berkarya. Jangan hanya menunggu atau mencari-cari peluang tanpa berusaha mewujudkannya.
Meski kecil, atau bahkan mungkin belum punya dampak sama sekali, setiap langkah akan mengantarkan kita lebih dekat dengan tujuan. Bukankah perjalanan ribuan mil semua berawal dari satu langkah? Mari, kita camkan pepatah jangat takut berjalan lambat, tapi takutlah jika diam tak melakukan apa-apa, yakni dengan terus berkarya, mencoba, dan melangkah. Maka akan makin banyak pencapaian yang bisa kita raih dalam kehidupan.[]

Ket: Tulisan di atas adalah tulisan dari Andrie Wongso, yang dimuat dalam majalah motivasi Luar Biasa pada September 2012, halaman 08-09.
Sbr. gambar ilustrasi: https://pixabay.com/id/


No comments:

Post a Comment