YakusaBlog- “Apabila politik kotor, puisi yang akan membersihkannya,
apabila politik bengkok, sastra yang akan meluruskannya” JF. Kennedy
Banyak yang berkata bahwasanya politik itu kotor, politik
itu keji, politik itu merusak, politik itu membunuh, politik itu menjatuhkan,
dll. Melihat dari kacamata sekarang ini memang pernyataan tersebut tidak
berbanding terbalik dari beberapa pernyataan orang-orang mengenai politik
tersebut.
Akan tetapi akankah selamanya politik seperti demikian,
mungkin jawabannya “Iya” apabila sudah tidak ada orang-orang yang sadar dan
resah mengenai hal tersebut, atau telah hilang sosok kesatria cahaya atau juga
sosok insan kamil yang memiliki sifat Rasullah yang resah dengan tindakan
zhalim jahiliyah.
Kita tidak dapat terlepas dari namanya politik, tanpa
sadar dalam kehidupan keseharian kita juga ada unsur politik didalamnya,
seperti saat memilih pakaian yang ingin dipakai, memilih makanan untuk pertama
kali dimakan yang telah disediakan di meja makan, menyusun jadwal semua itu
adalah politik.
Apa yang dilakukan telah direncanakan, disusun untuk
kepentingan tersendiri itulah defenisi politik secara sederhana. Dalam
pendidikan di sekolah, universitas produk makanan juga terdapat unsur politik.
Pernahkah kita berpikir kenapa pada para pelajar harus menggunakan seragam yang
telah ditetapkan oleh negara seperti SD, SMP, SMA? Lalu kenapa pada perguruan
tinggi keseragaman pakaian tersebut tidak diwajibkan, lalu kenapa perlu ada
Ujian Nasional atau lainnya? itu adalah produk dari politik yang mana berfungsi
untuk menyelesaikan problem perselisihan yang bertimpangan.
Tetapi faktanya sekarang memang politik dikenal dengan
hal-hal yang licik, dikaitkan dengan kekuasaan yang menghalalkan segala cara
untuk memenangkan pemilu ataupun jabatan.
Lalu apa sebenarnya politik itu, pengertian politik itu
sendiri menurut berbagai ahli sangat beragam, tergantung bagaimana melihat
politik dari sudut pandang yang seperti apa. “Politics is simply the activity .. that solution to the problem of
order which chooses conciliation rather than violence and coercion, and chooses
it as an effective way by which varying interests can discover that level of
compromise best suited to their common survival. Stocker,
Why Politics Matters, New York: MacMillan Palgrave, 2006.” Politik
menurut Stocker ini adalah aktifitas yang mengutamakan solusi atas suatu
masalah melalui konsiliasi dibanding kekerasan dan paksaan, dan politik ini
sebagai jalan yang efektif untuk mengakomodasi semua kepentingan dalam kompromi
untuk menghasilkan keputusan terbaik bersama.
Jadi, sebenarnya politik itu adalah kegiatan yang mulia,
karena politik mengatur dan mengakomodasi semua kepentingan untuk mencapai
kompromi demi kepentingan bersama. Dengan adanya politik, keteraturan dapat
diciptakan dan dapat digunakan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Sehingga
Peter Merkel mengatakan bahwa, “Politics
at its best is a noble quest for a good order and justice” (Politik dalam
bentuk sempurnanya adalah usaha mulia untuk menggapai tatanan sosial yang baik
dan adil). Ungkapan itu benar adanya, namun saat ini politik mengalami
penurunan makna akibat oknum-oknum yang terlibat dalam politik melakukan
kejahatan-kejahatan korupsi, dan pemerintahan yang sewenang-wenang. Akibat ulah
sebagian oknum itulah makna mulia politik menjadi buruk dimata masyarakat.
Politik dalam Islam pun telah ada pada saat pemilihan
Khalifah Rasyidin Abu Bakar ash shiddiq, berpolitik untuk menghalau masalah
yang dapat merusak keadaan khususnya umat Islam pada saat itu.
Sebagai pemuda kita tidak dapat terus-terusan mengatakan
anti-politik, politik kotor, ataupun politik tai kucing tanpa ada tindakan
pembenahan dari pemikir tersebut. Peran pemuda sangat dibutuhkan dalam hal ini
terkhususnya mahasiswa yang sudah sangat kenal dengan politik yang telah
bermain pada Organisasi Intra Kampus HMJ, BEM, DPM.
Mesti perlu peran nyata ketika seseorang bermain politik
yang kotor dalam merebut kekuasaan salah satu cara melawan politikus tersebut
ialah harus ikut terjun juga dalam politik tersebut, akan tetapi jangan sampai
terikut harus menerapkan politik kotor seperti lawan politik.
Ikut berpolitik untuk menghalau seseorang yang memiliki
kepentingan jahat dalam kekuasaan yang memanfaatkan politik.
Ketika orang yang memiliki kepentingan individu ataupun
golongan nya sendiri memegang kekuasaan dalam suatu jebatan (khususnya di
Pemerintahan Mahasiswa) maka ia dapat dengan leluasa merealisasikan
kepentingannya tersebut. Oleh sebab itu orang-orang pemikir intelektual yang
benci akan hal tersebut harus ikut ambil peran dalam memperebutkan kekuasaan
tersebut.
Dalam buku Dr. Ali Syari’ati, Ideologi Kaum Intelektual,
Kaum Intelekual atau rausyanfikir
adalah kelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya,
menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami
setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah.
Hal yang terkadang sangat disayangkan adalah hilangnya
pemikiran intelektual tersebut sehingga apabila sejenjangan telah terjadi hal
yang biasa dilakukan oleh mahasiswa yang tidak memiliki kekuasaan di kampus
ialah berdemo ketika orang yang berkuasa telah dapat melakukan apapun untuk
membentengi kekuatan demonstran tersebut.
Pemikiran sadar dalam menghalau politik kotor tersebut
tidak dapat dilakukan hanya dengan satu kepala pemikir, ia juga membutuhkan
pemikir-pemikir lain yang satu pemikiran untuk bergerak bersama dengan
terorganisasi sehingga mampu melawan orang-orang yang bermain politik kotor
tersebut.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang
dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh.” QS. Ash Shaff:4.[]
Penulis: Muhammad Muqaffa, Instruktur HMI Cabang Medan
No comments:
Post a Comment