YakusaBlog- Ada
beberapa faktor penulis kembali menulis tentang dunia kepemudaan, mungkin
sampai kapan pun saya tidak pernah berhenti untuk menuliskan pembahasan tentang
dunia pemuda. Selain ini sangat hangat untuk dibicarakan, dunia pemuda juga
sangat penting untuk diperhatikan perkembangannya oleh setiap orang. Pembinaan dan
meningkatkan kualitas pemuda harus terus dilakukan oleh pihak pemerintah atau
pun masyarakat biasa. Mulai dari lingkup terkecil, seperti di dalam keluarga
sampai lingkup terbesar, seperti dalam negara.
Pertama,
beberapa hari yang lalu saat merayakan Sumpah Pemuda, saya sudah membahas dalam
tulisan tentang pemuda yang berjudul Saatnya Pemuda Berperan, Bukan Baperan. Tulisan itu sudah diterbitkan oleh Medanheadlines.com, salah satu Media Sosial
yang banyak memberikan informasi berita kepada khalayak umum.
Jujur,
tulisan itu tidak memuaskan walaupun saya yang menuliskannya. Dalam tulisan
tersebut, saya membahas tentang peran pemuda yang pernah di tunjukkan oleh
pemuda-pemuda terdahulu, atau peran pelopor Sumpah Pemuda. Kemudian saya
membandingkannya dengan peran pemuda kita saat ini. Pemuda yang hidup di era
zaman tekhnologi yang canggih, dengan nama lainnya era milineal. Akan tetapi,
dalam pembahasan tersebut, saya membandingkan dengan suatu penyakit pemuda saat
ini. Seperti pemuda saat ini banyak yang terjangkit penyakit baperan (Bawa Perasaan). Sehingga saya
katakan, pemuda saat ini lebih cenderung baperan dan kurang berperan. Lebih lanjut,
dapat Anda baca di Medanheadlines.com
dalam kolom Sudut Pandang.
Kedua,
dua atau tiga hari yang lalu ketika ada sekelompok pemuda membicarakan tenang
pemuda yang menghasilkan suatu perdebatan yang sangat seru dan konstruktif,
penulis waktu itu berada dalam sekelompok pemuda yang wawasannya sangat luas menurut
saya. Kiranya memang juga demikian, pemuda kita harus luas wawasannya walau
tidak luas lahannya.
Jujur,
dari argumentasi dan wacana yang tumpah di malam itu tidak memberikan penulis
suatu kepuasan sehingg saya harus kembali mereview
atau membahasnya lagi dalam tulisan ini, walaupun nanti tidak juga
memuaskan secara maksimal. Kiranya sudah dapat menutupi hasrat saya membahas
tentang kepemudaan.
Ketiga,
keresahan penulis tentang dunia kepemudaan kita. Mengapa? Karena, di negara
kita ini begitu banyak organisasi yang bergerak dalam kepemudaan tapi entah
mengapa organisasi-organisasi itu tidak mampu untuk mengalahkan penyebaran virus-virus
negatif yang menyerang pemuda kita, ini menurut pendapat dan pengamatanku. Organisasi-organisasi
kepemudaan itu, baik itu bergerak dalam dunia kemahasiswaan maupun kepemudaan
yang bukan dalam dunia kemahasiswaan, orientasinya kepada untuk materi dari
proyek-proyek yang dilakukan. Buktinya apa, saya tidak menemukan adanya suatu
penjelasan atau bukti indikator keberhasilan yang dari kegiatan yang dilakukan.
Belum lagi, tidak ditemukannya tindak lanjut dari kegiatan-kegiatan yang
dilakukan, demikian juga pendapatku.
Pendapatku
yang lain atas keresahan dalam dunia organisasi kepemudaan di negara kita
adalah masih kita temukan banyaknya konflik internal dan eksternal yang
menyelimuti organisasi-organisasi kepemudaan kita. Misalnya, terjadinya dualisme
kepengurusan dalam organisasi. Terjadinya saling menghujat dan menyalahkan
beberapa organiasi-organisasi. Dan juga organiasi-organisasi kepemudaan kita
itu menjadi objek atau alat untuk kepentingan politik praktis. Seharusnya, organiasi-organisasi
kepemudaan kita menjadi subjek atau pelaku perubahan menuju kebaikan dalam diri
pemuda dan negara ini.
Keempat,
tulisan tentang dunia kepemudaan ini penulis bahas, secara khusus menjadi bahan
pembicaraan kita karena saya diminta menjadi salah satu Narawacana dalam
diskusi yang buat oleh suatu komunitas yang ada di kampus Universitas Islam
Sumatera Utara (UISU). Nama komunitas itu Sabuterasi
(Sadar Budaya Literasi).
Sedangkan
secara umumnya, pembahasan dalam tulisan ini saya tujukan kepada teman-teman
pemuda yang ada di seluruh Indonesia ini. Judul tulisan ini juga merupakan tema
diskusi yang akan disampaikan dalam diskusi nanti, yang Insya Allah akan dilaksanakan pada Selasa, 6 November 2018, bertempat
di Lapangan Badminton UISU. Jika kamu berkesempatan hadir, dengan hormat dan
berharap dipersilahkan untuk datang. Agar diskusi dan pembicaraannya samakin
berkualitas.
Peran Pemuda di Era
Milenial
Di
berbagai tempat dan juga lembaga yang ada di Indonesia ini, saya pastikan sudah
banyak yang membicarakan tentang tema yang kita bicarakan saat ini. Bahkan jauh-jauh
hari sebelum kita lahir, sudah ada yang menggambarkan bagaimana peran pemuda di
era milenial ini dengan menggambarkan suatu kecanggihan tekhnologi. Walau mereka
tidak lagi menjadi pemuda saat ini, tetapi mereka sudah mengupasnya dalam kajian-kajian
ilmiah dan obrolan-obrolan dalam warung kopi. Buktinya, banyak sekali
tulisan-tulisan atau buku-buku kita dapatkan yang membahas peran pemuda di
zaman kecanggihan tekhnologi yang ditulis sebelum masa-masa kita saat ini. Pandangan-pandangan
konstruktif mereka kiranya menjadi modal bagi kita pemuda saat ini agar dapat berperan
dan tidak menjadi korban penyalahgunaan sarana dan prasarana kecanggihan tekhnologi
informasi-komunikasi.
Mengenai tentang zaman milenial
ini, jika kita baca di Wikipedia, dikatakan
bahwa, milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi
X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok
ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai
awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an
sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua.
Milenial kadang-kadang disebut sebagai "Echo Boomers" karena adanya 'booming' (peningkatan besar) tingkat kelahiran di tahun 1980-an dan
1990-an. Untungnya di abad ke 20 tren menuju keluarga yang lebih kecil di
negara-negara maju terus berkembang, sehingga dampak relatif dari "baby boom echo" umumnya tidak
sebesar dari masa ledakan populasi pasca Perang Dunia
II.
Sedangkan, karakteristik milenial berbeda-beda berdasarkan
wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Namun, generasi ini umumnya ditandai oleh
peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi
digital. Di sebagian besar belahan dunia, pengaruh mereka ditandai dengan
peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi; meskipun pengaruhnya masih
diperdebatkan. Masa Resesi Besar (The Great
Recession) memiliki dampak yang besar pada generasi ini yang
mengakibatkan tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan anak muda, dan
menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan krisis sosial-ekonomi jangka panjang
yang merusak generasi ini.
Nah,
sebelum kita membicarakan peran kita sebagai pemuda di era milineal, terlebih
dahulu mari kita soroti tentang karakteristik milineal yang disebutkan dalam Wikipedia seperti yang sudah penulis
kutipkan di atas.
Secara
umum, genarasi milineal ini (tentunya adalah pemuda) ditandai oleh meningkatnya
penggunaan media dan tekhnologi digital. Sedangkan pengaruh kedua yang
disebutkan di atas masih dalam perdebatan oleh banyak pihak. Nah, kita fokuskan
saja dulu dengan yang pertama. Lain kali kita bisa membicarakannya dalam
kesempatan waktu.
Nah,
mari kita fokuskan pembahasan kita pada negara yang kita cintai ini. Jika kita
melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dari 143 juta jiwa anak muda di
Indonesia ini, 54 sudah menggunakan internet. Hal itu diuangkapkan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan
Kemnaker, Suhartono, di @America, Pacific Place, Jakarta Selatan,
Sabtu 31 Maret 2018, yang penulis kutip dari Merdeka.com.
Membaca
ungkapannya yang muat oleh Merdeka.com,
di sana dikatakan bahwa, 52,28 persen anak muda kita memanfaatkan internet untuk
media sosial atau jejaring sosial dan untuk hiburan dan selebihnya untuk yang
lain, seperti mengerjakan tugas pelajaran, mengakses berita, jual-beli online dan mengirimkan surat elektronik.
Jadi,
jumlah yang sangat banyak itu harus benar-benar kita perhatikan. Zaman milineal
ini, tentunya sudah banyak disepakati bahwa zaman ini ditandai oleh kecanggihan
tekhnologi internet. Untuk itu, di sinilah saatnya pemuda kita harus
menunjukkan peran positifnya. Pemuda-pemuda jangan sampai terpengaruh oleh
hal-hal negatif dari kecanggihan internet.
Menurut
penulis, zaman ini membuka peluang bagi pemuda untuk berperan dengan karya. Pemuda
kita harus menjauhi aplikasi-aplikasi online yang merugikan bagi perkembangan
mental psikologis pemuda kita. Pemuda kita di zaman milenial ini harus lebih
produktif bukan konsumtif. Tidak menjadikan internet sebagai hiburan yang
banyak menghabiskan waktu terbuang sia-sia dan tidak juga dimanfaatkan untuk
hal-hal negatif lainnya. Pastinya, negara dan masyarakat harus tetap mengawal
agar pemuda tidak terjerumus.
Peran
yang bisa kita lakukan tidak ada yang lain kecuali berkarya. Karya yang
memberikan nilai-nilai positif pada diri kita dan masyarakat kita. Jika kita hobi
dalam musik, produktiflah dalam dunia musik dengan menggunakan kecanggihan
tekhnologi saat ini. Jika kita suka dengan keilmuan maka mari kita gunakan
kecanggihan tekhnologi ini untuk riset. Jika kita hobi menulis, mari memanfaatkan
kecanggihan tekhnologi saat ini untuk menulis. Dan lain-lain.
Apa
pun yang menjadi hobi kita, selama itu baik dan tidak negatif harus kita
tuangkan dalam bentuk karya. Kesimpulannya, sebagai pemuda kita harus berperan,
bukan baperan. Pemuda harus berperan dengan karya. Karena pemuda berkarya itu tidak
wajib masuk dalam pengurus Partai Berkarya atau masuk pengurus Partai Golongan
Karya (Golkar). Mohon maaf kepada kedua partai yang penulis sebutkan. Bukan ada
niat untuk menjatuhkan ataupun menjelekkan, tapi ini semata untuk membuka
pemikiran.[]
Penulis:
Ibnu Arsib
Kader
HMI Cabang Medan
Sbr.gbr: https://geotimes.co.id/
Ket.gbr: Ilustration
No comments:
Post a Comment