Peran Pemuda di Era Milenial - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Sunday 4 November 2018

Peran Pemuda di Era Milenial


YakusaBlog- Ada beberapa faktor penulis kembali menulis tentang dunia kepemudaan, mungkin sampai kapan pun saya tidak pernah berhenti untuk menuliskan pembahasan tentang dunia pemuda. Selain ini sangat hangat untuk dibicarakan, dunia pemuda juga sangat penting untuk diperhatikan perkembangannya oleh setiap orang. Pembinaan dan meningkatkan kualitas pemuda harus terus dilakukan oleh pihak pemerintah atau pun masyarakat biasa. Mulai dari lingkup terkecil, seperti di dalam keluarga sampai lingkup terbesar, seperti dalam negara.
Pertama, beberapa hari yang lalu saat merayakan Sumpah Pemuda, saya sudah membahas dalam tulisan tentang pemuda yang berjudul Saatnya Pemuda Berperan, Bukan Baperan. Tulisan itu sudah diterbitkan oleh Medanheadlines.com, salah satu Media Sosial yang banyak memberikan informasi berita kepada khalayak umum.
Jujur, tulisan itu tidak memuaskan walaupun saya yang menuliskannya. Dalam tulisan tersebut, saya membahas tentang peran pemuda yang pernah di tunjukkan oleh pemuda-pemuda terdahulu, atau peran pelopor Sumpah Pemuda. Kemudian saya membandingkannya dengan peran pemuda kita saat ini. Pemuda yang hidup di era zaman tekhnologi yang canggih, dengan nama lainnya era milineal. Akan tetapi, dalam pembahasan tersebut, saya membandingkan dengan suatu penyakit pemuda saat ini. Seperti pemuda saat ini banyak yang terjangkit penyakit baperan (Bawa Perasaan). Sehingga saya katakan, pemuda saat ini lebih cenderung baperan dan kurang berperan. Lebih lanjut, dapat Anda baca di Medanheadlines.com dalam kolom Sudut Pandang.
Kedua, dua atau tiga hari yang lalu ketika ada sekelompok pemuda membicarakan tenang pemuda yang menghasilkan suatu perdebatan yang sangat seru dan konstruktif, penulis waktu itu berada dalam sekelompok pemuda yang wawasannya sangat luas menurut saya. Kiranya memang juga demikian, pemuda kita harus luas wawasannya walau tidak luas lahannya.
Jujur, dari argumentasi dan wacana yang tumpah di malam itu tidak memberikan penulis suatu kepuasan sehingg saya harus kembali mereview atau membahasnya lagi dalam tulisan ini, walaupun nanti tidak juga memuaskan secara maksimal. Kiranya sudah dapat menutupi hasrat saya membahas tentang kepemudaan.
Ketiga, keresahan penulis tentang dunia kepemudaan kita. Mengapa? Karena, di negara kita ini begitu banyak organisasi yang bergerak dalam kepemudaan tapi entah mengapa organisasi-organisasi itu tidak mampu untuk mengalahkan penyebaran virus-virus negatif yang menyerang pemuda kita, ini menurut pendapat dan pengamatanku. Organisasi-organisasi kepemudaan itu, baik itu bergerak dalam dunia kemahasiswaan maupun kepemudaan yang bukan dalam dunia kemahasiswaan, orientasinya kepada untuk materi dari proyek-proyek yang dilakukan. Buktinya apa, saya tidak menemukan adanya suatu penjelasan atau bukti indikator keberhasilan yang dari kegiatan yang dilakukan. Belum lagi, tidak ditemukannya tindak lanjut dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, demikian juga pendapatku.
Pendapatku yang lain atas keresahan dalam dunia organisasi kepemudaan di negara kita adalah masih kita temukan banyaknya konflik internal dan eksternal yang menyelimuti organisasi-organisasi kepemudaan kita. Misalnya, terjadinya dualisme kepengurusan dalam organisasi. Terjadinya saling menghujat dan menyalahkan beberapa organiasi-organisasi. Dan juga organiasi-organisasi kepemudaan kita itu menjadi objek atau alat untuk kepentingan politik praktis. Seharusnya, organiasi-organisasi kepemudaan kita menjadi subjek atau pelaku perubahan menuju kebaikan dalam diri pemuda dan negara ini.
Keempat, tulisan tentang dunia kepemudaan ini penulis bahas, secara khusus menjadi bahan pembicaraan kita karena saya diminta menjadi salah satu Narawacana dalam diskusi yang buat oleh suatu komunitas yang ada di kampus Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Nama komunitas itu Sabuterasi (Sadar Budaya Literasi).
Sedangkan secara umumnya, pembahasan dalam tulisan ini saya tujukan kepada teman-teman pemuda yang ada di seluruh Indonesia ini. Judul tulisan ini juga merupakan tema diskusi yang akan disampaikan dalam diskusi nanti, yang Insya Allah akan dilaksanakan pada Selasa, 6 November 2018, bertempat di Lapangan Badminton UISU. Jika kamu berkesempatan hadir, dengan hormat dan berharap dipersilahkan untuk datang. Agar diskusi dan pembicaraannya samakin berkualitas.
Peran Pemuda di Era Milenial
Di berbagai tempat dan juga lembaga yang ada di Indonesia ini, saya pastikan sudah banyak yang membicarakan tentang tema yang kita bicarakan saat ini. Bahkan jauh-jauh hari sebelum kita lahir, sudah ada yang menggambarkan bagaimana peran pemuda di era milenial ini dengan menggambarkan suatu kecanggihan tekhnologi. Walau mereka tidak lagi menjadi pemuda saat ini, tetapi mereka sudah mengupasnya dalam kajian-kajian ilmiah dan obrolan-obrolan dalam warung kopi. Buktinya, banyak sekali tulisan-tulisan atau buku-buku kita dapatkan yang membahas peran pemuda di zaman kecanggihan tekhnologi yang ditulis sebelum masa-masa kita saat ini. Pandangan-pandangan konstruktif mereka kiranya menjadi modal bagi kita pemuda saat ini agar dapat berperan dan tidak menjadi korban penyalahgunaan sarana dan prasarana kecanggihan tekhnologi informasi-komunikasi.
Mengenai tentang zaman milenial ini, jika kita baca di Wikipedia, dikatakan bahwa, milenial (juga dikenal sebagai Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini.  Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Milenial pada umumnya adalah anak-anak dari generasi Baby Boomers dan Gen-X yang tua. Milenial kadang-kadang disebut sebagai "Echo Boomers" karena adanya 'booming' (peningkatan besar) tingkat kelahiran di tahun 1980-an dan 1990-an. Untungnya di abad ke 20 tren menuju keluarga yang lebih kecil di negara-negara maju terus berkembang, sehingga dampak relatif dari "baby boom echo" umumnya tidak sebesar dari  masa  ledakan populasi pasca Perang Dunia II.
Sedangkan, karakteristik milenial berbeda-beda berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi. Namun, generasi ini umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Di sebagian besar belahan dunia, pengaruh mereka ditandai dengan peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi; meskipun pengaruhnya masih diperdebatkan. Masa Resesi Besar (The Great Recession) memiliki dampak yang besar pada generasi ini yang mengakibatkan tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan anak muda, dan menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan krisis sosial-ekonomi jangka panjang yang merusak generasi ini.
Nah, sebelum kita membicarakan peran kita sebagai pemuda di era milineal, terlebih dahulu mari kita soroti tentang karakteristik milineal yang disebutkan dalam Wikipedia seperti yang sudah penulis kutipkan di atas.
Secara umum, genarasi milineal ini (tentunya adalah pemuda) ditandai oleh meningkatnya penggunaan media dan tekhnologi digital. Sedangkan pengaruh kedua yang disebutkan di atas masih dalam perdebatan oleh banyak pihak. Nah, kita fokuskan saja dulu dengan yang pertama. Lain kali kita bisa membicarakannya dalam kesempatan waktu.
Nah, mari kita fokuskan pembahasan kita pada negara yang kita cintai ini. Jika kita melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dari 143 juta jiwa anak muda di Indonesia ini, 54 sudah menggunakan internet. Hal itu diuangkapkan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan Kemnaker, Suhartono, di @America, Pacific Place, Jakarta Selatan, Sabtu 31 Maret 2018, yang penulis kutip dari Merdeka.com.
Membaca ungkapannya yang muat oleh Merdeka.com, di sana dikatakan bahwa, 52,28 persen anak muda kita memanfaatkan internet untuk media sosial atau jejaring sosial dan untuk hiburan dan selebihnya untuk yang lain, seperti mengerjakan tugas pelajaran, mengakses berita, jual-beli online dan mengirimkan surat elektronik.
Jadi, jumlah yang sangat banyak itu harus benar-benar kita perhatikan. Zaman milineal ini, tentunya sudah banyak disepakati bahwa zaman ini ditandai oleh kecanggihan tekhnologi internet. Untuk itu, di sinilah saatnya pemuda kita harus menunjukkan peran positifnya. Pemuda-pemuda jangan sampai terpengaruh oleh hal-hal negatif dari kecanggihan internet.
Menurut penulis, zaman ini membuka peluang bagi pemuda untuk berperan dengan karya. Pemuda kita harus menjauhi aplikasi-aplikasi online yang merugikan bagi perkembangan mental psikologis pemuda kita. Pemuda kita di zaman milenial ini harus lebih produktif bukan konsumtif. Tidak menjadikan internet sebagai hiburan yang banyak menghabiskan waktu terbuang sia-sia dan tidak juga dimanfaatkan untuk hal-hal negatif lainnya. Pastinya, negara dan masyarakat harus tetap mengawal agar pemuda tidak terjerumus.
Peran yang bisa kita lakukan tidak ada yang lain kecuali berkarya. Karya yang memberikan nilai-nilai positif pada diri kita dan masyarakat kita. Jika kita hobi dalam musik, produktiflah dalam dunia musik dengan menggunakan kecanggihan tekhnologi saat ini. Jika kita suka dengan keilmuan maka mari kita gunakan kecanggihan tekhnologi ini untuk riset. Jika kita hobi menulis, mari memanfaatkan kecanggihan tekhnologi saat ini untuk menulis. Dan lain-lain.
Apa pun yang menjadi hobi kita, selama itu baik dan tidak negatif harus kita tuangkan dalam bentuk karya. Kesimpulannya, sebagai pemuda kita harus berperan, bukan baperan. Pemuda harus berperan dengan karya. Karena pemuda berkarya itu tidak wajib masuk dalam pengurus Partai Berkarya atau masuk pengurus Partai Golongan Karya (Golkar). Mohon maaf kepada kedua partai yang penulis sebutkan. Bukan ada niat untuk menjatuhkan ataupun menjelekkan, tapi ini semata untuk membuka pemikiran.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Kader HMI Cabang Medan


Sbr.gbr: https://geotimes.co.id/
Ket.gbr: Ilustration

No comments:

Post a Comment