Dampak Keterlibatan HMI Dalam Kegiatan Politik - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Monday, 5 November 2018

Dampak Keterlibatan HMI Dalam Kegiatan Politik


YakusaBlog- Membicarakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang kita cintai ini memang sangat menarik dan tidak pernah kering untuk tetap dibahas. Dari semenjak berdirinya organisasi mahasiswa ini, selalu HMI menjadi sorotan baik internal maupun eksternal. Kritik dan otokritik bukti adanya dinamisasi organisasi kita ini. Bukan hanya sebagai bahan pembicaraan, organisasi ini kita ini kerap kali menjadi “barang” yang harus dikuasai atau direbut oleh pihak-pihak tertentu. Organisasi kita ini juga kerap kali dijadikan alat dalam kegiatan-kegiatan yang beraroma politik. Secara sadar atau tidak sadar, HMI pun banyak terlibat dalam kegiatan politik.
Kondisi sekarang yang akan menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 nanti, menjadi suatu kesempatan bagi kita untuk memperhatikannya. Secara organisatoris dan individual kader HMI, terkadang terjebak dalam kegiatan yang beraroma politik praktis. Bahkan, ada yang secara sadar terlibat sebagai tim suksesi dari salah satu politisi, padahal kader tersebut masih aktif dalam kepengurusan di HMI.
Keterlibatan HMI dalam kegiatan politik ini menurut Agussalim Sitompul adalah salah satu indikator kemunduran HMI, tepatnya indikator yang ke 29 dari 44 indikator yang ia sebutkan. Ia menuliskan dalam bukunya yang berjudul 44 Indikator Kemunduran HMI, HMI banyak terlibat dalam kegiatan politik, sehingga banyak menyedot perhatian, tenaga, pikiran bahkan dana.
Menurutnya, akibat dari hal-hal tersebut kegiatan-kegiatan lain berkurang, dan sering terabaikan. Yang nampak menonjol dari kegiatan HMI adalah kegiatan yang beraroma politik. Di sadari atau tidak, kalau HMI tidak cepat berubah orientasi dari “kegiatan politik” yang berlebihan inilah yang secara pelan-pelan akan membunuh atau mematik HMI.
Sebenarnya kegiatan tersebut tidak salah, kata beliau. Akan tetapi, kita sebagai seorang kader harus dapat membatasi diri. HMI yang berperan sebagai organisasi perjuangan, untuk melakukan perombakan, perubahan, penyempurnaan, salah satu jalurnya adalah kegiatan politik. Akan tetapi, koridor untuk itu harus tetap dipegang teguh. Jikalau HMI masih terus terlalu berorientasi kepada kegiatan politik, mengapa HMI tidak dijadikan sebagai “Partai Politik HMI.” Atau anggota-anggota HMI yang senang berpolitik, masuk dan aktif saja di Partai Politik yang sudah ada.
Dalam hal ini, kader-kader tersebut harus melepaskan dirinya dari HMI sehingga menjadi Alumni HMI dan tidak sebagai pengurus di HMI dan menjadi pengurus di Partai Politik. Sifat independensi HMI harus tetap di jaga oleh kader-kader HMI dan juga oleh Alumni-alumninya. Tidak memanfaatkan HMI sebagai massa dan gerbong politik praktis.
HMI memang tidak boleh buta politik, dan harus faham akan politik, supaya tidak tergilas oleh politik, kata Agussalim. Jika HMI ingin sukses dalam perjuangannya, yang berfungsi sebagai organisasi kader, semestinya HMI harus banyak mencetak kader-kader yang berkualitas. Beliau, mengatakan seperti tipe Hatta-problem solving dan tipe Soekarno-solidarity making.
Nah, jika kita hubungkan dengan sekarang, bagaimanakah kita lihat kegiatan-kegiatan HMI? Entah mengapa saat kegiatan-kegiatan di HMI lebih cenderung beraroma politik. Kalaupun ada kegiatan yang kita katakan tradisi intelektual, tetap ada saja aroma politik yang tercium. Tidak jauh-jauh, contohnya adalah ketika Pengurus Besar HMI melakukan suatu kegiatan Sekolah Pimpinan HMI, ada aroma-aroma politik yang tercium. Banyak kader-kader yang menjadi pimpinan cabang di seluruh Indonesia di giring menuju istana.
Dapat kita temukan lagi, ada beberapa kader masih menjadi pengurus di tingkatan HMI terlibat menjadi tim sukses calon legislatif dari salah satu Partai Politik. Selanjutnya, kader-kader HMI lebih terlihat saat kegiatan-kegiatan politik yang dibuat oleh salah satu instansi pemerintahan dari pada kegiatan yang dilakukan kader bersama ummat. Memang tidak semua, untunglah masih ada kader-kader yang idealis dan juga menjaga independensinya. Tapi, sayang ia adalah kelompok kecil di organisasi mahasiswa yang terbesar ini. Bahkan, kelompok-kelompok ini sengaja dan harus dimatikan oleh kelompok mayoritas yang telah menanamkan aroma kepentingan politik praktis di HMI.
Ada baiknya kita simak perkataan seorang Mantan Ketua Umum Pengurus Besar yang penuliskan kutipkan langsung dari bukunya Agussalim Sitompul. Mantan Ketum PB HMI itu berkata dalam tulisannya:
“Sebagai organisasi mahasiswa, HMI bukan dibentuk sebagai organisasi politik, dan karena itu tidak berorientasi pada politik. Perjuangan HMI adalah perjuangan kebenaran, atau nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian maka HMI tepat disebut sebagai kekuatan moral dan pantulan suara nurani masyarakat. Akan tetapi sebagai organisasi yang telah mengalami perkembangan sedemikian rupa, termasuk persentuhannya dengan dinamika politik bangsa, maka setiap sikap dan perilaku HMI akan tetap mempunyai nilai dan resonansi politis. HMI yang postur awalnya sebagai moral force mau tidak mau juga dihitung sebagai political force. Kondisi demikian menuntut HMI untuk mengaktualisasi potensinya itu, baik moral force maupun political force. Tanpa aktualisasi keduanya, bukan hanya akan mubazir, tetapi juga akan menyebabkan proses pembusukan secara internal. Aktualisasi potensi tersebut tentunya bersifat outward looking, sehingga akan meminimalisir terjadinya konflik internal atau menumpuk kolesterol institusi yang akan membuat kinerja dan kerja-kerja organisasi menjadi lamban. Akan tetapi yang harus ditegaskan bahwa awal keberangkatan HMI adalah sebagai kekuatan moral. Ini yang tidak boleh luntur atau hilang. Artinya setiap bentuk aktualisasi kekuatan politiknya harus tetap dalam kerangka moralitas itu. bahkan parameter perjuangan HMI tetap pada etika, moralitas dan nilai-nilai kebenaran. Aktualisasi kekuatan politik yang lepas dari kerangka moralitas itu tidak dapat dibenarkan.
Dapatlah kiranya kita tangkap esensi dari tulisan di atas. Sebagai seorang kader HMI harus menadi moral force dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran. Yang paling penulis soroti, HMI mempunyai selain moral force tapi mempunyai political force, akan tetapi harus tetap dalam kerangka moralits. Bahkan perjuanga HMI harus tetap pada etika, juga moralits dan nilai-nilai kebenaran. Penulis ulangi lagi dan sangat perlu kita tanamkan dalam hati dan juga pikiran kita, bahwa aktualisasi kekuatak politik (political force) yang lepas dari kerangka moralitas tidak dapat dibenarkan.
Nah, kita kembali kita tari lagi pada kondisi saat ini dan yang akan datang, HMI jangan sampai menggadaikan moralitas, etika dan nilai-nilai kebenaran dalam kegiatan-kegiatan yang beraroma politik praktis. Tidak menggadaikan independensi HMI sehingga dapat membunuh HMI. Tidak menjadi HMI sebagai alat kepentingan politik praktis karena dia (HMI) berdiri bukan untuk politik.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Kader HMI Cabang Medan

No comments:

Post a Comment