YakusaBlog- 1-3 Oktober 1966, menjadi cerita sejarah yang selalu
diingat para mahasiswa kala itu disaat Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI)
menuntut pertanggung jawaban presiden Soekarno terhadap Gerakan 30 September
1965 yang dilakukan sebuah partai komunis PKI dalam berupaya melakukan tindakan
refresif terhadap para jendral-jendral Indonesia atau sering dikenal G30SPKI.
Pada tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai
presiden pada sidang istimewa MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara)
dan pada tahun yang sama bapak Soeharto menggantikan jabatannya sebagai
Presiden Republik Indonesia.
Prahara kembali menghantam Indonesia dalam siklus 30
tahunan. Kemelut politik pada pertengahan dekade 1960-an kembali berulang
menjadi krisis multidimensional yang berulang dengan adanya krisis moneter pada
pertengahan tahun1997-an. Salah urus kenegaraan pada tahun 1960-an telah
membawa Indonesia dalam kesulitan ekonomi yang sangat berat. Inflasi mencapai
650%. Korupsi merajalela. Barang kebutuhan pokok sehari-hari mengalami
kelangkaan dimana-mana. Kondisi buruk tersebut diperparah oleh krisis politik
yang akhirnya memuncak pada tanggal 30 September 1965.
Memasuki dasawarsa 1990-an, pemerintahan Orde Baru mula
menampakkan kekurangannya, bermunculya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
secara signifikan. Kritikan-kritikan beberapa kali dilontarkan dari garis
rakyat dan para mahasiswa. Akan tetapi kritkikan tersebut tidak mendapatkan
perhatian yang serius dari pemerintahan saat itu. Krisis moneter pun terjadi
diera kepemimpinan bapak Soeharto yang menjabat menjadi presiden kala itu.
Krisis moneter itu menyebabkan peningkatan jumlah
pengangguran terbuka, dari 4,68 Juta orang pada tahun 1997, menjadi 5,46 Juta
orang pada tahun 1998, demikian juga angga setengah pengangguran meningkat dari
28,2 juta jiwa pada 1997 menjadi 32,1 juta jiwa pada tahun1998.
Kecemasan-kecemasan sudah terasa di tubuh bangsa
Indonesia, terutama kecemasan itu sangat terasa oelh rakyat kelas bawah yang
sangat terpuruk merasakan bagaimana krisis moneter yang sangat menyulitkan
untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari. Kecemasan rakyat itu akhirnya terefleksikan
dalam aksi-aksi unjuk rasa, terutama dimotori kalangan MAHASISWA.
Pada awalnya aksi unjuk rasa tersebut belum tercium bau
agar presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Pada akhirnya
rangkaian aksi yang memuncak dan meletusnya tragedi terbunuhnya empat Mahasiswa
Trisakti pada 12 Mei 1998 yang sangat membekas bagi kalangan Mahasiswa hingga
pada saat ini. Disaat kalangan Mahasiswa Trisakti melakukan aksi dengan
menyampaikan suara dari rakyat bawah, tetapi dihadang oleh Aparat keamanan lalu
terjadilah bentrokan dan menewaskan empat Mahasiswa Trisakti akibat tertembak
peluru tajam dari pihak Aparat.
Kerusuhan-kerusuhan terus terjadi saat itu hingga pada 21
Mei 1998 di gedung DPR/MPR jam 09.00 presiden Soeharto menyatakan mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia dan digantikan oleh
wakil presidennya Bacharuddin Jusuf Habibie yang menjabat sebagai presiden
Republik Indonesia.
Jika kita lihat dari kaca mata masa lalu, peristiwa dan
sebab pada masa lalu tidak berbanding terbalik dengan peristiwa sekarang. Pada
tahun 2018, Negara Indonesia mengalami kelemahan nilai mata uang Rupiah kisaran
Rp. 14.000 per dolar AS. Jika hal ini terus terjadi, maka sangat berdampak bagi
tubuh Bangsa Indonesia, terlepas kemungkinan berdampak seperti tahun 1998,
kemungkinan juga berdampak lebih parah dari tahun sebelumnya.
Atas dasar demikian para aliansi Mahasiswa di berbagai
Nusantara menggelar Aksi demo menuntut Kinerja presiden Jokowi dalam menghadapi
menurunnya nilai mata uang tersebut. Akan tetapi lagi-lagi aksi untuk rasa
tersebut selalu dihadang oleh pihak Aparat dan terjadilah gesekan antar
Mahasiswa dan Pihak Keamanan sehingga bentrokan tak terelakkan dan tindakan
Refresif pun terjadi bagi Mahasiswa.
Kita melihat dari kaca mata masa Orde Baru, pihak
Keamanan melakukan tindakan Refresif terhadap mahasiswa yang berakibat tewasnya
4 Mahasiswa Trisakti dan beberapa Mahasiswa terluka akibat tindakan tersebut,
pada Aksi yang digelar Aliansi Mahasiswa di berbagai Nusantara, masih terdapat
tindakan-tindakan Refresif terhadap Mahasiswa yang menjadi korban.
Kita pasti tidak ingin pristiwa kelam tahun 1998 terulang
kembali pada tahun dan era sekarang, tetapi seruan-seruan aksi Mahasiswa akan
terus bernaung dan bergema dalam melawan kezhaliman-kezhaliman di Negeri
Pertiwi ini. Fungsi Mahasiswa sebagai Agent Of Control dan harga diri Mahasiswa yaitu sebuah pemikiran
yang kritis, peka akan situasi yang terjadi di Negerinya adalah harta yang
berharga bagi diri jiwa Seorang Mahasiwa.
Kita mungkin telah diajarkan oleh abang atau kakak senior
tentang fungsi Mahasiswa sewaktu ospek, dan kita mungkin telah diajarkan
nyanyian-nyanyian Mahasiswa Darah Juang, Buruh Tani dan lagu lainnya. Tetapi
apakah kita gunakan hal tersebut dalam situasi yang sedang kemaruh seperti
sekarang ini, ataukah hanya duduk diam melihat para Mahasiswa lain menyuarakan
pendapatnya tentang derita rakyat dari kelas bawah. Hidup Rakyat. Hidup
Mahasiswa.[]
Penulis: Muhammad Muqaffa
No comments:
Post a Comment