Siang hari yang cukup terik, di hari Rabu 6 April 2016
membuat aku malas untuk beranjak pulang. Melihat kondisi di jalan yang cukup
terik dan hiruk-pikuk kendaraan yang cukup padat, aku yakin pasti akan sangat macet, sehingga kuputuskan untuk agak lama pulang ke Kost.
Kost-ku
cukup jauh saat itu, di daerah Jln. Setia Budi-Medan, sehingga aku harus naik Angkot
selama 45 menit untuk sampai di tempat tinggalku, dan itu membuatku berpikir
untuk segera pulang. Selama di jalan cuaca sangat panas dan membosankan. Lagi
pula tidak ada yang ingin kukejarkan untuk pulang cepat, dan tidak ada pula
yang sedang menunggu.
Untuk menghindari rasa bosan, aku duduk di teras Masjid Kampusku
sembari memainkan Handphone. Tidak
lama kemudian seorang gadis berpakaian syar’i datang menghampiriku “Assalamu’alaikum Ukhti”, sahutnya
sembari menjulurkan tangannnya kepadaku untuk bersalaman, sekaligus berkenalan.
Dengan agak
canggung kuulurkan juga tanganku untuk menjabat tangannya sambil kujawab
salamnya “wa’alaikumussalam Kak”.
“Sedang apa ukh?”
Seseorang itu bertanya padaku.
Ukh panggilan
kependekan dari kata Ukhti. Ukhti ini
adalah bahasa Arab yang artinya Saudariku. Biasa digunakan memanggil perempuan.
“Gak ada Kak. Sedang
duduk-duduk saja.” Tandasku.
“Namanya siapa ukh?”
“Saya Wina Kak. kalau Kakak namanya siapa?”
“Nama Kakak Afni dek. ”Jawabnya singkat.
Saat itu aku canggung, bukan karena dia orang yang baru
aku kenal, hanya saja baru kali pertama aku berinteraksi langsung dengan orang
yang berbusana syar’i seindah itu. Karena saat itu aku masih dengan celana jeans berwarna biru dan baju kaos pink yang sedikit longgar, membuat aku
kurang pede. Tapi dibawa asyik aja ya
kan?
“Fakultas apa ukh?”
“Saya dari Fakultas Hukum Kak?”
“Stambuk berapa?”
“2014 Kak” Jawabku singkat.
“Oooh, dari Fakultas Hukum. Jadi masih semester 4 ya?
Kakak dari Fakultas Agama Islam, Jurusan tarbiyah”. Sambungnya.
“Kakak sendiri semester berapa?”
“Kakak sudah semester capek
dek, sebentar lagi sidang hehehe…” Jawabnya sambil sedikit menyumbangkan senyum
hangat untukku.
Semeseter capek adalah suatu istilah yang sering
digunakan oleh para mahasiswa yang artinya sudah lama kuliah belum juga lulus
atau menjelang lulus tapi belum menyusun tugas akhir, yaitu Skripsi.
Kembali lagi mengenai busana Syar’i. sebelumnya aku
memang pernah berkeinginan untuk hijrah,
namun masih terbatas dalam hal pengetahuan, pergaulan serta motivasi. Aku masih
sering mempertimbangkan jika suatu saat aku sudah hijrah dalam berbusana namun aku belum bisa menjaga akhlak, hati
dan lisanku.
Apa jadinya jika hijrah
hanya di cover saja? Buatku, itu
bukan hal yang cukup adil untuk hijrah-ku
nanti. Hingga akhirnya tekad itu, terpendam begitu saja.
Dengan sedikit ragu aku bertanya pada Kak Afni, “Kak,
menurut Kakak hijab itu wajib seperti
yang Kakak kenakan?”
Dia bilang “Buka saja di Al-qur’an surat an-Nur:31 dan
al-Ahzab:59, wina bakalan tahu jawabnnya dari sana. Dan jika ingin lebih yakin
baca penjelasnnya”.
Aku terdiam sejenak, karena jawaban yang kuharapkan bukan
itu. Aku ingin saat itu Kak Afni menjelaskan pendapatnya untukku.
Kemudian kutanya lagi, “Kak, boleh gak perempuan berhias?” dengan harapan mendapat penjelasan yang
membuat penasaranku sedikit terpenuhi.
Dengan sedikit senyuman dia bilang “Buka Al-qur’an Surah
An-Nuur ayat 31. Di sana Allah mengaturnya kok”.
Walaupun jawabannya tidak sesuai dengan aku harapkan saat
itu, namun aku tetap berpikir positif saja, biar aku lebih sering buka
Al-qur’an.
Kemudian, Kak Afni kembali bertanya, “Pernah baca atau
dengar dengan ungkapan bahwasanya perempuan itu mempunyai kekurangan akal dan
agama?”
Aku bingung, “Maksudnya Kak?” Tanyaku.
“Kak Af, ayok!” Temannya mengajak dari kejauhan.
“Kakak duluan ya dek, Selamat mencari jawaban…!!!”
Tutupnya sembari menyodorkan selembar kertas berukuran kecil. Mungkin ukuran
kertas Folio dibagi 8 bagian, dan
ternyata itu adalah undangan untuk mengikuti sebuah kajian tentang perempuan
muslimah di kampusku. Saat itu aku memang sedang tertarik berdiskusi, apalagi
tentang isu-isu perempuan dan isu-isu anak.
Kenapa Kak Afni bilang
kalau perempuan itu mempunyai kekurangan akal dan agama? Pertanyaan itu
terbesit dipikiranku sejak Kak Afni pergi. “Bagaimana mungkin Kak Afni yang
berbusana muslimah merendahkan perempuan seperti itu?” Pasti ada alasan lain,
gumamku dalam hati.
Setelah beberapa jam kemudian, aku membaca di sebuah buku
bahwasanya yang dimaksud dengan kekurangan dalam akal adalah perihal tabarruj. Setiap kali akan perempuan itu
berkurang, maka akan semakin terlihat tabarruj
mereka. Dan setiap kali kebodohan mereka bertambah, maka mereka akan lebih
parah dalam berhias dan membuat senonoh yang menyerupai perempuan pada zaman
jahiliyah dahulu.
Perlu Kamu, tabarruj
itu adalah suatu penampilan perempuan yang berlebihan dalam berhias. Sehingga
lawan jenis tertarik atau berpikirn yang tidak baik. Ini menurutku, mungkin banyak
pendapat lain. Inilah yang aku pahami tentang tabarruj sampai saat ini.
Penjelasannya cukup menampar akalku saat itu. “Sebegitu
parahkah?” Kutanya pada hatiku. “Lalu bagaimana aku selama ini? tergolong
jahiliyahkah?”
Hari itu menjadi awal bagiku untuk lebih mengkaji diri,
menimbang dan mencari tahu bagaimana menjadi seorang muslimah yang dirindukan
syurga. Apakah hanya cukup dengan sholat saja? Berbusana syar’I sajakah? Atau
belajar dan bekerja saja? Merupakan hal yang naïf jika masih berpikir panjang
untuk melakukan hal yang baik.
Sejak saat itulah aku mulai membenahi diri, sedikit demi
sedikit sembari menambah wawasan dan diskusi untuk tetap istiqomah dalam niatku. Karena merupakan sebuah kecelakaan dan
kerugian bagi seorang muslimah yang
berani menentang perintah Allah, tetapi tidak berani menentang hawa nafsu dan
keraguannya. Padahal untuk menghadapi keraguan tidak begitu sulit, lihat saja mudorat atau mashlahat-nya lebih besar mana. Maka tentukanlah. Keep istiqomah ukhti…!!![]
Penulis: WL Harahap (Mahasiswa FH UISU)
Ket.gbr: Ilustrasi
No comments:
Post a Comment