My Fisrt Introfection - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Thursday 30 August 2018

My Fisrt Introfection

Siang hari yang cukup terik, di hari Rabu 6 April 2016 membuat aku malas untuk beranjak pulang. Melihat kondisi di jalan yang cukup terik dan hiruk-pikuk kendaraan yang cukup padat, aku yakin pasti akan sangat macet, sehingga kuputuskan untuk agak lama pulang ke Kost.
Kost-ku cukup jauh saat itu, di daerah Jln. Setia Budi-Medan, sehingga aku harus naik Angkot selama 45 menit untuk sampai di tempat tinggalku, dan itu membuatku berpikir untuk segera pulang. Selama di jalan cuaca sangat panas dan membosankan. Lagi pula tidak ada yang ingin kukejarkan untuk pulang cepat, dan tidak ada pula yang sedang menunggu.
Untuk menghindari rasa bosan, aku duduk di teras Masjid Kampusku sembari memainkan Handphone. Tidak lama kemudian seorang gadis berpakaian syar’i datang menghampiriku “Assalamu’alaikum Ukhti”, sahutnya sembari menjulurkan tangannnya kepadaku untuk bersalaman, sekaligus berkenalan.
Dengan agak canggung kuulurkan juga tanganku untuk menjabat tangannya sambil kujawab salamnya “wa’alaikumussalam Kak”.
“Sedang apa ukh?” Seseorang itu bertanya padaku.
Ukh panggilan kependekan dari kata Ukhti. Ukhti ini adalah bahasa Arab yang artinya Saudariku. Biasa digunakan memanggil perempuan.
Gak ada Kak. Sedang duduk-duduk saja.” Tandasku.
“Namanya siapa ukh?”
“Saya Wina Kak. kalau Kakak namanya siapa?”
“Nama Kakak Afni dek. ”Jawabnya singkat.
Saat itu aku canggung, bukan karena dia orang yang baru aku kenal, hanya saja baru kali pertama aku berinteraksi langsung dengan orang yang berbusana syar’i seindah itu. Karena saat itu aku masih dengan celana jeans berwarna biru dan baju kaos pink yang sedikit longgar, membuat aku kurang pede. Tapi dibawa asyik aja ya kan?
“Fakultas apa ukh?”
“Saya dari Fakultas Hukum Kak?”
“Stambuk berapa?”
“2014 Kak” Jawabku singkat.
“Oooh, dari Fakultas Hukum. Jadi masih semester 4 ya? Kakak dari Fakultas Agama Islam, Jurusan tarbiyah”. Sambungnya.
“Kakak sendiri semester berapa?”
“Kakak sudah semester capek dek, sebentar lagi sidang hehehe…” Jawabnya sambil sedikit menyumbangkan senyum hangat untukku.
Semeseter capek adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh para mahasiswa yang artinya sudah lama kuliah belum juga lulus atau menjelang lulus tapi belum menyusun tugas akhir, yaitu Skripsi.
Kembali lagi mengenai busana Syar’i. sebelumnya aku memang pernah berkeinginan untuk hijrah, namun masih terbatas dalam hal pengetahuan, pergaulan serta motivasi. Aku masih sering mempertimbangkan jika suatu saat aku sudah hijrah dalam berbusana namun aku belum bisa menjaga akhlak, hati dan lisanku.
Apa jadinya jika hijrah hanya di cover saja? Buatku, itu bukan hal yang cukup adil untuk hijrah-ku nanti. Hingga akhirnya tekad itu, terpendam begitu saja.
Dengan sedikit ragu aku bertanya pada Kak Afni, “Kak, menurut Kakak hijab itu wajib seperti yang Kakak kenakan?”
Dia bilang “Buka saja di Al-qur’an surat an-Nur:31 dan al-Ahzab:59, wina bakalan tahu jawabnnya dari sana. Dan jika ingin lebih yakin baca penjelasnnya”.
Aku terdiam sejenak, karena jawaban yang kuharapkan bukan itu. Aku ingin saat itu Kak Afni menjelaskan pendapatnya untukku.
Kemudian kutanya lagi, “Kak, boleh gak perempuan berhias?” dengan harapan mendapat penjelasan yang membuat penasaranku sedikit terpenuhi.
Dengan sedikit senyuman dia bilang “Buka Al-qur’an Surah An-Nuur ayat 31. Di sana Allah mengaturnya kok”.
Walaupun jawabannya tidak sesuai dengan aku harapkan saat itu, namun aku tetap berpikir positif saja, biar aku lebih sering buka Al-qur’an.
Kemudian, Kak Afni kembali bertanya, “Pernah baca atau dengar dengan ungkapan bahwasanya perempuan itu mempunyai kekurangan akal dan agama?”
Aku bingung, “Maksudnya Kak?” Tanyaku.
“Kak Af, ayok!” Temannya mengajak dari kejauhan.
“Kakak duluan ya dek, Selamat mencari jawaban…!!!” Tutupnya sembari menyodorkan selembar kertas berukuran kecil. Mungkin ukuran kertas Folio dibagi 8 bagian, dan ternyata itu adalah undangan untuk mengikuti sebuah kajian tentang perempuan muslimah di kampusku. Saat itu aku memang sedang tertarik berdiskusi, apalagi tentang isu-isu perempuan dan isu-isu anak.
Kenapa Kak Afni bilang kalau perempuan itu mempunyai kekurangan akal dan agama? Pertanyaan itu terbesit dipikiranku sejak Kak Afni pergi. “Bagaimana mungkin Kak Afni yang berbusana muslimah merendahkan perempuan seperti itu?” Pasti ada alasan lain, gumamku dalam hati.
Setelah beberapa jam kemudian, aku membaca di sebuah buku bahwasanya yang dimaksud dengan kekurangan dalam akal adalah perihal tabarruj. Setiap kali akan perempuan itu berkurang, maka akan semakin terlihat tabarruj mereka. Dan setiap kali kebodohan mereka bertambah, maka mereka akan lebih parah dalam berhias dan membuat senonoh yang menyerupai perempuan pada zaman jahiliyah dahulu.
Perlu Kamu, tabarruj itu adalah suatu penampilan perempuan yang berlebihan dalam berhias. Sehingga lawan jenis tertarik atau berpikirn yang tidak baik. Ini menurutku, mungkin banyak pendapat lain. Inilah yang aku pahami tentang tabarruj sampai saat ini.
Penjelasannya cukup menampar akalku saat itu. “Sebegitu parahkah?” Kutanya pada hatiku. “Lalu bagaimana aku selama ini? tergolong jahiliyahkah?”
Hari itu menjadi awal bagiku untuk lebih mengkaji diri, menimbang dan mencari tahu bagaimana menjadi seorang muslimah yang dirindukan syurga. Apakah hanya cukup dengan sholat saja? Berbusana syar’I sajakah? Atau belajar dan bekerja saja? Merupakan hal yang naïf jika masih berpikir panjang untuk melakukan hal yang baik.
Sejak saat itulah aku mulai membenahi diri, sedikit demi sedikit sembari menambah wawasan dan diskusi untuk tetap istiqomah dalam niatku. Karena merupakan sebuah kecelakaan dan kerugian  bagi seorang muslimah yang berani menentang perintah Allah, tetapi tidak berani menentang hawa nafsu dan keraguannya. Padahal untuk menghadapi keraguan tidak begitu sulit, lihat saja mudorat atau mashlahat-nya lebih besar mana. Maka tentukanlah. Keep istiqomah ukhti…!!![]

Penulis: WL Harahap (Mahasiswa FH UISU)

Ket.gbr: Ilustrasi

No comments:

Post a Comment