Catatan Harian Hasbi - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Wednesday, 29 August 2018

Catatan Harian Hasbi

Kisah yang akan kuceritakan padamu kali ini adalah tentang seorang Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dari Cabang Padangsidempuan. Saat itu ia sedang mengikuti Latihan Kader II (LK II) atau dengan nama kerennya Intermediate Training Tingkat Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yang dilaksanakan oleh Pengurus HMI Cabang Medan periode 2017-2018.
Cerita ini benar-benar terjadi dan beberapa tokoh dalam cerita ini akan kusembunyikan beberapa nama kecuali tokoh utama kita dan tokoh pembantu. Kisah ini kuceritakan dari sudut pandangku sendiri dan sedikit menambahi “bumbu-bumbu” supaya tidak terlalu kaku. Tentunya setiap teman-temannya Hasbi, yang menjadi Peserta LK II juga, mempunyai sudut pandang masing-masing saat menceritakan tokoh utama kita ini, Hasbi.
Aku tidaklah menuliskan biografinya di sini, dan lagi pula aku tak sempat untuk menuliskannya karena masih ada cerita yang belum tuntas kuselesaikan. Yang hendak aku ceritakan padamu adalah saat-saat Hasbi mengikuti forum LK II di Medan. Dari mana aku mengetahui kisah ini, Hasbi dan teman-temannya pasti dapat menjelaskannya.
Saat aku baru menyelesaikan dua paragraf tulisan ini, aku coba menghubungi nomor HP tokoh utama kita ini untuk menyegarkan pikiran dan ingatanku padanya. Alhamdulillah, nomornya masih aktif. Nomornya itu masih tersimpan rapi dalam Buku Kenangan LK II HMI Cabang Medan Regional Sumbagutyang kusimpan.
Saat aku menelfonnya, aku menyamar sebagai Pegawai Dinas Kependudukan Kota Padangsidimpuan. Saat menelfonnya juga, Hasbi berada di Bukit Simarsayang. Entah apa yang ia kerjakan di sana itu tidak penting untuk kita bahas. Dan Kamu harus tahu, juga Bukit Simarsayang yang tidak jauh dari Pusat Kota Padangsidimpuan sangatlah indah. Sekali-kali jika Kamu menginjakkan kaki di Kota Padangsidimpuan, Kamu wajib naik ke sana dan menikmati indahnya alam di sana.
Mungkin Kamu pun bertanya, kenapa aku mengangkat cerita tentang catatan harian selama Hasbi mengikuti pelatihan di HMI Cabang Medan?
Walau kisahnya sangat sederhana dan singkat, tapi ini kisah sangat memberikan makna bagiku. Mudahan-mudahan Anda semua juga begitu. Langsung saja kita mulai ceritanya dan selamat menikmati.
Catatan Harian Hasbi
Setelah pengumuman kelulusan hasil interview, para peserta sudah siap mengikuti Opening Ceremony. Walau terlambat sedikit dari jadwal yang direncanakan, “jam karet” untuk kedepan kiranya tidak diberlakukan lagi. Para peserta, seorang Alumni, Pengurus Cabang, Instruktur dan beberapa Panitia Pelaksana memenuhi ruangan Aula Pelatihan Dinas Pertanian yang berada di belakang Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Selesai Pembukaan kegiatan. Pembukaan langsung dibuka oleh salah satu dari Pengurus HMI Badan Koordinasi (Badko) Sumut. Para peserta tetap berada di dalam forum untuk mengikuti kegiatan forum selanjutnya. Suasana peserta belum mencair dan masih kaku. Wajar saja, mereka belum saling mengenal satu sama lain. Walau pun ada yang sudah saling kenal, itu adalah kader-kader dari HMI Cabang Medan. Tidak demikianbagi peserta yang berasal dari HMI Cabang yang ada di wilayah Sumbagut.
Tidak perlu kiranya aku menceritakan seluruh rangkaian kegiatan dari waktu ke waktu dengan penuh dan secara detail. Kegiatannya tidak jauh berbeda dengan kegiatan-kegiatan pelatihan organisasi lain pada dasarnya. Di mulai dari perkenalan para peserta dan agenda-agenda lainnya. Dalam cerita ini akan kufokuskan pada tokoh utama kita, Hasbi. Teman-temanya memanggilanya dengan Prof. Hasbi.
Hari pertama kegiatan, seorang pengelola latihan atau seorang Instruktur membagikan buku tulis 30 lembar kepada seluruh peserta training.
“Ok. Teman-teman. Buku itu harus di tulis setiap hari. Buku itu adalah catatan harian Anda selama forum ini berlangsung.” Perintah seorang Instruktur pada seluruh peserta. “Sebagai Kader HMI, kita harus membiasakan menulis. Dan mari Anda mulai. Yang biasa menulis catatan harian pasti sudah terbiasa, dan bagi yang belum pernah silahkan dari sekarang.” Demikan lanjut Sang Instruktur.
Hasbi terlihat membolak-balik halaman kosong buku tulisan 30 lembar yang ada di depannya. Ia mencoba memulai dengan menunuliskan namanya dan asal cabangnya.
“Catatan Harian Hasbi.” Demikian tulisnya di halaman awal buku tulis tersebut.
Hasbi adalah peserta yang dapat menghibur teman-temannya dengan canda tawa. Saat forum begitu tegang dan kaku, ia dapat mencarikannya. Ketika ia berbicara menyampaikan pendapat atau bertanya pada Narasumber, di antara teman-temannya ada yang senyum-senyum dan ada yang tertawa kecil.
Kamu tahu mengapa teman-temannya tertawa? Mereka tertawa karena mendengar logat Bahasa Indonesia-nya saat berbicara. Secara penampilan, Hasbi tidak perduli apakah kontras antara celana, baju dan sepatu. Yang terpenting baginya, sudah rapi sesuai dengan aturan yang disepakati.
Selain Hasbi, ada juga satu orang lagi yang menjadi penghibur para peserta lainnya, namanya Dayan. Dayan adalah kader HMI Cabang Medan. Dayan diangkat teman-temannya menjadi Presiden para peserta. Menjadi pemimpin mereka. Dan Hasbi sering menjadi lawan debatnya Dayan. Ketika mereka berdebat atau adu argumen di dalam forum, tidak ada yang tidak tertawa. Bahkan Instruktur juga ikut tertawa saat menengahi pembicaraan alot.
Demikianlah seminggu kurang lebih suasana dalam pelatihan itu. kebersamaan dan canda tawa mereka lewati bersama. Mengasah intelektual dan menjalin persahabatan. Semoga terjalin hingga saat ini dan mereka terus bersilaturahmi. Tapi bukan itulah yang menarik bagiku. Yang menarik bagiku adalah saat-saat terakhir forum.
“Ok. Teman-teman. Sekarang kumpulkan seluruh Buku Catatan Harian Anda.” Perintah seorang Instruktur di dalam forum.
“Kenapa harus dikumpulkan Kak?” Tanya seorang peserta.
“Kami Instruktur juga menilai dari Catatan Harian Anda. Kita akan lihat siapa yang paling aktif menulis.” Jawab seorang Instruktur dan menjelaskan beberapa indikator penilainnya untuk peserta.
Para peserta yang rajin menulis dan banyak menghabiskan halaman-halaman kertas merasa senang. Senang karena ia dapat menghabiskan banyak halaman dalam seminggu kurang lebih.
Tapi, di antara peserta ada juga yang tidak senang ketika dikumpulkan. Mungkin karena di dalam tulisan itu ia curhat dan menyukai seseorang kemudian menuliskannya di dalam buku itu. Mungkin ada lagi yang tidak banyak menulis. Ada juga yang malu kalau tulisannya di baca oleh orang lain. Dan lain sebagainya.
“Kenapa harus dikumpulkan Kak? Kenapa dari kemarin tidak dikatakan?” Protes Hasbi dalam logatnya.
Kamu mau tahu seperti apa logatnya? Silahkan Anda mendengarkan beberapa orang di daerah Padangsidimpuan yang belum terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia. Tidak jauh seperti itulah Hasbi. Tapi, karena antara logat dan caranya berbicara, membuat semua peserta tertawa terbahak-bahak. Ini bukanlah suatu kelemahan atau menjadi bahan ejekan. Keterampilan berbahasa adalah karena kebiasaan menggunakannya setiap hari.
“Kalau semua dikatakan penilaiannya, maka kalian akan berpura-pura melakukan sesuatu hal, melakukan hanya untuk mengharapkan nilai saja. Bukan karena kesadaran.” Demikian penjelasan yang sangat filosofis dari seorang Instruktur.
“Silahkan Anda kumpulkan. Dayan, kumpulkan buku teman-temanmu dan letakkan di meja Instruktur.” Perintah Instruktur pada Sang Presiden LK II.
“Siap Kak. Mana berani kita melawan.” Sang Presiden itu mengumbang. “Hasbi, kumpulkan punyamu.” Perintah Dayan pertama kali pada Hasbi.
“Ah...punyaku nggak mungkin kupotong.” Hasbi menjawab.
“Hahahahhaa...” Para peserta tertawa. Sang Instruktur hanya tersenyum saja untuk menjaga marwah.
“Bukan itu. Maksudku buku catatan harianmu.” Dayan menjelaskan maksudnya.
“Ah...nggak mau aku. Yang lain duluan. Baru punyaku.” Hasbi menolak untuk mengumpulkan pertama-tama.
Sang Presiden itu mengumpulkan Buku Catatan Harian teman-temannya  sesuai urutan peserta yang duduk dalam posisi liter “U”. Dan kemudian meletakkannya di atas meja instruktur.
“Ok....sebelum penutupan nanti, silahkan Anda mempersiapkan suatu persembahan pertunjukan untuk seluruh Instruktur.” Kata Sang Instruktur. “Dan Catatan-catatan ini akan kami baca.” Lanjut Sang Instruktur.
Saat para peserta menyusun konsep persembahan yang hendak ditampilkan di depan sumua Instrukturdan mereka latihan, para Instruktur membaca satu per satu Catatan Harian peserta di ruang Instruktur.
Di antara Catatan Harian milik para peserta itu, ada yang unik. Uniknya di mana? Catatan itu ditulis dengan sederhana, isinya singkat dan padat. Tanpa bumbu-bumbu penyedap rasa. Dan catatan itu sangat berkesan dan sangat jujur bagiInstruktur. Termasuk bagiku.
Sebelum peserta menampilkan persembahannya. Para Instruktur telah memilih satu dari Catatan Harian para peserta untuk di bacakan di depan seluruh peserta dan instruktur. Pilihan para Instruktur jatuh kepada Catatan Harianmilik Hasbi. Atas penunjukkan oleh Instruktur, yang membacakannya adalah Sang Presiden, Dayan. Hasbi dan Dayan diminta untuk maju ke depan para peserta.
Pada saat Dayan dan Hasbi sudah di depan para peserta. Dayan dan Hasbi tatap-tatapan seperti sepasang kekasih yang telah lama berpisah. Seluruh isi forum tertawa terbahak-bahak. Dayan mengambil pengeras suara agar semuanya bisa mendengar.
“Catatan Harian Hasbi.” Dayan memulai pembukaan sambil menatap Hasbi.
“Ouuu.....Hahahahaa....wkwkwkwk.....” Para peserta tertawa.
“Hari Pertama. Apa yang mau kutulis?” Dayan membacakannya.
“Hari Kedua....” Dayan melanjutkan.
“Bacakan dulu hari pertamanya. Apa isinya?” Salah satu peserta protes karena menganggap catatan hari pertama belum selesai di bacakan karena begitu singkat.
“Udahhh. Itu aja.” Suara Dayan terdengar agak keras.
“Masa itu aja isinya?” Salah satu peserta itu bertanya balik.
“Sudah-sudah jangan berdebat. Nanti kalau Dayan tidak membacakannya dengan lengkap, kami yang akan memprotesnya supaya diulangi Si Dayan. Kami sudah hafal apa isi catatannya.” Seorang Instruktur menengahi.
“Masa orang Kakak sama Abang-abang hafal?” Salah satu peserta lainnya bertanya.
“Sudah. Bacakan lagi Dayan dari awal.” Perintah salah satu Instruktur pada Dayan tanpa menjawab pertanyaan peserta sebelumnya.
Dayan pun mengulangi lagi membacakan Catatan Harian Hasbi hari pertama. Beberapa peserta tertawa kecil saat mendengarkan Dayan membacakan isi Catatan Harian Hasbi pada hari pertama itu.
“Udah lah. Jangan dibacakan semuanya.” Protes Hasbi sambil merebut buku catatannya dari Dayan. Dengan sigap Dayan menyembunyikan buku itu ke belakangnya.
“Lanjut Dayan.” Perintah seorang Instruktur.
“Ok, Kak.” Jawab Dayan.
Saat Dayan mulai membacakannya, para peserta diam hening.
“Hari Kedua. Aku tidak bisa menulis.” Dayan membacakan.
“Hahahahaha....wkwkwkwk....”Seluruh isi forum tertawa terbahak-bahak kecuali Dayan dan Hasbi.
Dayan membuka halaman berikutnya. “Hari Ketiga. Aku masih juga tidak bisa menulis.”
“Wkwkwkwk......hahahahahah.....” Peserta tertawa keras.
Hasbi dan Dayan hanya senyum-senyum saja. Hasbi terlihat malu saat catatannya dibacakan.
Membuka lagi. “Hari Keempat. Masih sama.”
“Hahahahahaa....wkwkwkwk....”Peserta tertawa. Ada yang sambil berdiri dari tempat duduknya dan ada yang tertawa sambil memegang perut.
Membuka lagi halaman berikutnya. “Hari Kelima. Masih sama juga.” Dayan melanjutkan dengan suara datar.
“Wkwkwkwk.....hahahaha...wkwkwk...” Seluruh isi forum tertawanya semakin keras. Semakin banyak yang memegang perutnya saat tertawa.
“Udah lah woi...” Pinta Hasbi pada teman-temannya sambi tersenyum.
“Lanjut. Hari terakhir.” Seorang Instruktur menyuruh Dayan agar segera membacakannya.
Dayan membuka halaman selanjutnya untuk hari keenam, hari terakhir. Saat membuka halaman catatan hari terakhir, masih ada terdengar sisa-sisa suaratawa dari beberapa peserta.
“Bacakan dengan suara keras Dayan.” Perintah salah satu Instruktur.
“Siap Kak. Mana berani kita melawan.” Dayan mengumbang Instruktur lagi.
“Hahahahaa...” Suara tawa beberapa peserta saat mendengar umbangan Dayan.
“Hari Keenam. Hari terakhir. Aku pikir Da......” Suara Dayan berhenti dan hilang pelan-pelan memasuki tenggorokan. Kemudian menatap ke arah Hasbi, Peserta dan para Instruktur.
“Bacakan keras Dayan. Itu belum selesai.” Perintah Instruktur lagi sambil tersenyum.
“Hari Keenam. Hari terakhir. Aku pikir Dayan juga tidak bisa menulis.” Dayan agak malu-malu mengucapkan namanya yang tertulis dalam catatan itu.
“Wkwkwkwkwk....hahahahahaaa.......wkwkwkwk.....hahahahaha.....” Seluruh isi forum tidak ada yang bisa menahan tawanya. Seluruhnya tertawa terpingkal-pingkal.
Ada yang tertawa sambil berdiri meninggalkan tempat duduknya. Ada yang tertawa sambil menampar-nampar meja dan ada yang tertawa sambil memegang perutnya. Mereka tambah tertawanya karena di dalam catatan itu ada nama Dayan terlibat.
Demikianlah kisah Hasbi yang kuberi judul Catatan Harian Hasbi. Kisah yang memberikan hiburan padaku, pada para Instruktur dan teman-temannya. Mungkin juga bagi Kamu.
Tidak hanya memberi hiburan. Dari kisah itu, kita dapat mengambil pelajaran. Walau cerita ini sangat sederhana dan singkat. Tapi ia mengandung banyak makna yang harus kita petik. Sebagai seorang Kader HMI, kita harus banyak menulis. Karena menulis salah satu budaya HMI yang hari ini sudah mulai hilang. Tulislah apa saja. Walau Hasbi mengatakan dirinya tidak bisa menulis, tapi Hasbi mengungkapnya lewat menulis.
Untuk dapat menulis, dau tradisi harus kita lakukan, yaitu membaca dan berdiskusi.Dengan membaca, kita akan mendapatkan “suplemen”. Dengan berdiskusi, kita akan dapat menajamkan pendapat. Dan dengna menulis, kita akan dapat menguraikan hasil dari semuanya.
Dari Catatan Harian Hasbi itu, dari hari pertama sampai hari terakhir. Aku terinspirasi untuk membuatnya menjadi satu puisi. Dan puisi ini menjadi penutup cerita kita. Demikian puisinya jika kurangkaikan:
Catatan Harian Hasbi

Hari pertama,
Apa yang mau kutulis?
Hari kedua,
Aku tidak bisa menulis.
Hari ketiga,
Aku masih juga tidak bisa menulis.
Hari keempat,
Masih sama.
Hari kelima,
Masih sama juga.
Hari keenam. Hari terakhir,
Aku pikir Dayan juga tidak bisa menulis.




Penulis: Ibnu Arsib (Instruktur HMI Cabang Medan)

ket. gbr: Ilustrasi
sbr. gbr: https://pixabay.com

No comments:

Post a Comment