Kisah
yang akan kuceritakan padamu kali ini adalah tentang seorang Kader Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) dari Cabang Padangsidempuan. Saat itu ia sedang mengikuti
Latihan Kader II (LK II) atau dengan nama kerennya Intermediate Training Tingkat Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yang
dilaksanakan oleh Pengurus HMI Cabang Medan periode 2017-2018.
Cerita
ini benar-benar terjadi dan beberapa tokoh dalam cerita ini akan kusembunyikan
beberapa nama kecuali tokoh utama kita dan tokoh pembantu. Kisah ini
kuceritakan dari sudut pandangku sendiri dan sedikit menambahi “bumbu-bumbu”
supaya tidak terlalu kaku. Tentunya setiap teman-temannya Hasbi, yang menjadi
Peserta LK II juga, mempunyai sudut pandang masing-masing saat menceritakan
tokoh utama kita ini, Hasbi.
Aku
tidaklah menuliskan biografinya di sini, dan lagi pula aku tak sempat untuk
menuliskannya karena masih ada cerita yang belum tuntas kuselesaikan. Yang
hendak aku ceritakan padamu adalah saat-saat Hasbi mengikuti forum LK II di
Medan. Dari mana aku mengetahui kisah ini, Hasbi dan teman-temannya pasti dapat
menjelaskannya.
Saat
aku baru menyelesaikan dua paragraf tulisan ini, aku coba menghubungi nomor HP
tokoh utama kita ini untuk menyegarkan pikiran dan ingatanku padanya. Alhamdulillah, nomornya masih aktif.
Nomornya itu masih tersimpan rapi dalam Buku
Kenangan LK II HMI Cabang Medan Regional Sumbagutyang kusimpan.
Saat
aku menelfonnya, aku menyamar sebagai Pegawai Dinas Kependudukan Kota
Padangsidimpuan. Saat menelfonnya juga, Hasbi berada di Bukit Simarsayang.
Entah apa yang ia kerjakan di sana itu tidak penting untuk kita bahas. Dan Kamu
harus tahu, juga Bukit Simarsayang yang tidak jauh dari Pusat Kota
Padangsidimpuan sangatlah indah. Sekali-kali jika Kamu menginjakkan kaki di
Kota Padangsidimpuan, Kamu wajib naik ke sana dan menikmati indahnya alam di
sana.
Mungkin
Kamu pun bertanya, kenapa aku mengangkat cerita tentang catatan harian selama Hasbi
mengikuti pelatihan di HMI Cabang Medan?
Walau
kisahnya sangat sederhana dan singkat, tapi ini kisah sangat memberikan makna
bagiku. Mudahan-mudahan Anda semua juga begitu. Langsung saja kita mulai
ceritanya dan selamat menikmati.
Catatan Harian Hasbi
Setelah
pengumuman kelulusan hasil interview,
para peserta sudah siap mengikuti Opening
Ceremony. Walau terlambat sedikit dari jadwal yang direncanakan, “jam
karet” untuk kedepan kiranya tidak diberlakukan lagi. Para peserta, seorang
Alumni, Pengurus Cabang, Instruktur dan beberapa Panitia Pelaksana memenuhi
ruangan Aula Pelatihan Dinas Pertanian yang berada di belakang Gedung Kejaksaan
Tinggi Sumatera Utara.
Selesai
Pembukaan kegiatan. Pembukaan langsung dibuka oleh salah satu dari Pengurus HMI
Badan Koordinasi (Badko) Sumut. Para peserta tetap berada di dalam forum untuk
mengikuti kegiatan forum selanjutnya. Suasana peserta belum mencair dan masih
kaku. Wajar saja, mereka belum saling mengenal satu sama lain. Walau pun ada
yang sudah saling kenal, itu adalah kader-kader dari HMI Cabang Medan. Tidak
demikianbagi peserta yang berasal dari HMI Cabang yang ada di wilayah Sumbagut.
Tidak
perlu kiranya aku menceritakan seluruh rangkaian kegiatan dari waktu ke waktu
dengan penuh dan secara detail. Kegiatannya tidak jauh berbeda dengan
kegiatan-kegiatan pelatihan organisasi lain pada dasarnya. Di mulai dari
perkenalan para peserta dan agenda-agenda lainnya. Dalam cerita ini akan
kufokuskan pada tokoh utama kita, Hasbi. Teman-temanya memanggilanya dengan
Prof. Hasbi.
Hari
pertama kegiatan, seorang pengelola latihan atau seorang Instruktur membagikan
buku tulis 30 lembar kepada seluruh peserta training.
“Ok.
Teman-teman. Buku itu harus di tulis setiap hari. Buku itu adalah catatan
harian Anda selama forum ini berlangsung.” Perintah seorang Instruktur pada
seluruh peserta. “Sebagai Kader HMI, kita harus membiasakan menulis. Dan mari
Anda mulai. Yang biasa menulis catatan harian pasti sudah terbiasa, dan bagi
yang belum pernah silahkan dari sekarang.” Demikan lanjut Sang Instruktur.
Hasbi
terlihat membolak-balik halaman kosong buku tulisan 30 lembar yang ada di
depannya. Ia mencoba memulai dengan menunuliskan namanya dan asal cabangnya.
“Catatan
Harian Hasbi.” Demikian tulisnya di halaman awal buku tulis tersebut.
Hasbi
adalah peserta yang dapat menghibur teman-temannya dengan canda tawa. Saat
forum begitu tegang dan kaku, ia dapat mencarikannya. Ketika ia berbicara
menyampaikan pendapat atau bertanya pada Narasumber, di antara teman-temannya
ada yang senyum-senyum dan ada yang tertawa kecil.
Kamu
tahu mengapa teman-temannya tertawa? Mereka tertawa karena mendengar logat
Bahasa Indonesia-nya saat berbicara. Secara penampilan, Hasbi tidak perduli
apakah kontras antara celana, baju dan sepatu. Yang terpenting baginya, sudah
rapi sesuai dengan aturan yang disepakati.
Selain
Hasbi, ada juga satu orang lagi yang menjadi penghibur para peserta lainnya, namanya
Dayan. Dayan adalah kader HMI Cabang Medan. Dayan diangkat teman-temannya
menjadi Presiden para peserta. Menjadi pemimpin mereka. Dan Hasbi sering
menjadi lawan debatnya Dayan. Ketika mereka berdebat atau adu argumen di dalam
forum, tidak ada yang tidak tertawa. Bahkan Instruktur juga ikut tertawa saat
menengahi pembicaraan alot.
Demikianlah
seminggu kurang lebih suasana dalam pelatihan itu. kebersamaan dan canda tawa
mereka lewati bersama. Mengasah intelektual dan menjalin persahabatan. Semoga
terjalin hingga saat ini dan mereka terus bersilaturahmi. Tapi bukan itulah
yang menarik bagiku. Yang menarik bagiku adalah saat-saat terakhir forum.
“Ok.
Teman-teman. Sekarang kumpulkan seluruh Buku Catatan Harian Anda.” Perintah
seorang Instruktur di dalam forum.
“Kenapa
harus dikumpulkan Kak?” Tanya seorang peserta.
“Kami
Instruktur juga menilai dari Catatan Harian Anda. Kita akan lihat siapa yang
paling aktif menulis.” Jawab seorang Instruktur dan menjelaskan beberapa
indikator penilainnya untuk peserta.
Para
peserta yang rajin menulis dan banyak menghabiskan halaman-halaman kertas
merasa senang. Senang karena ia dapat menghabiskan banyak halaman dalam
seminggu kurang lebih.
Tapi,
di antara peserta ada juga yang tidak senang ketika dikumpulkan. Mungkin karena
di dalam tulisan itu ia curhat dan menyukai seseorang kemudian menuliskannya di
dalam buku itu. Mungkin ada lagi yang tidak banyak menulis. Ada juga yang malu
kalau tulisannya di baca oleh orang lain. Dan lain sebagainya.
“Kenapa
harus dikumpulkan Kak? Kenapa dari kemarin tidak dikatakan?” Protes Hasbi dalam
logatnya.
Kamu
mau tahu seperti apa logatnya? Silahkan Anda mendengarkan beberapa orang di
daerah Padangsidimpuan yang belum terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia. Tidak
jauh seperti itulah Hasbi. Tapi, karena antara logat dan caranya berbicara,
membuat semua peserta tertawa terbahak-bahak. Ini bukanlah suatu kelemahan atau
menjadi bahan ejekan. Keterampilan berbahasa adalah karena kebiasaan
menggunakannya setiap hari.
“Kalau
semua dikatakan penilaiannya, maka kalian akan berpura-pura melakukan sesuatu
hal, melakukan hanya untuk mengharapkan nilai saja. Bukan karena kesadaran.”
Demikian penjelasan yang sangat filosofis dari seorang Instruktur.
“Silahkan
Anda kumpulkan. Dayan, kumpulkan buku teman-temanmu dan letakkan di meja
Instruktur.” Perintah Instruktur pada Sang Presiden LK II.
“Siap
Kak. Mana berani kita melawan.” Sang Presiden itu mengumbang. “Hasbi, kumpulkan
punyamu.” Perintah Dayan pertama kali pada Hasbi.
“Ah...punyaku
nggak mungkin kupotong.” Hasbi
menjawab.
“Hahahahhaa...”
Para peserta tertawa. Sang Instruktur hanya tersenyum saja untuk menjaga
marwah.
“Bukan
itu. Maksudku buku catatan harianmu.” Dayan menjelaskan maksudnya.
“Ah...nggak mau aku. Yang lain duluan. Baru
punyaku.” Hasbi menolak untuk mengumpulkan pertama-tama.
Sang
Presiden itu mengumpulkan Buku Catatan Harian teman-temannya sesuai urutan peserta yang duduk dalam posisi
liter “U”. Dan kemudian meletakkannya di atas meja instruktur.
“Ok....sebelum
penutupan nanti, silahkan Anda mempersiapkan suatu persembahan pertunjukan
untuk seluruh Instruktur.” Kata Sang Instruktur. “Dan Catatan-catatan ini akan
kami baca.” Lanjut Sang Instruktur.
Saat
para peserta menyusun konsep persembahan yang hendak ditampilkan di depan sumua
Instrukturdan mereka latihan, para Instruktur membaca satu per satu Catatan
Harian peserta di ruang Instruktur.
Di
antara Catatan Harian milik para peserta itu, ada yang unik. Uniknya di mana?
Catatan itu ditulis dengan sederhana, isinya singkat dan padat. Tanpa
bumbu-bumbu penyedap rasa. Dan catatan itu sangat berkesan dan sangat jujur
bagiInstruktur. Termasuk bagiku.
Sebelum
peserta menampilkan persembahannya. Para Instruktur telah memilih satu dari
Catatan Harian para peserta untuk di bacakan di depan seluruh peserta dan instruktur.
Pilihan para Instruktur jatuh kepada Catatan Harianmilik Hasbi. Atas
penunjukkan oleh Instruktur, yang membacakannya adalah Sang Presiden, Dayan.
Hasbi dan Dayan diminta untuk maju ke depan para peserta.
Pada
saat Dayan dan Hasbi sudah di depan para peserta. Dayan dan Hasbi tatap-tatapan
seperti sepasang kekasih yang telah lama berpisah. Seluruh isi forum tertawa
terbahak-bahak. Dayan mengambil pengeras suara agar semuanya bisa mendengar.
“Catatan
Harian Hasbi.” Dayan memulai pembukaan sambil menatap Hasbi.
“Ouuu.....Hahahahaa....wkwkwkwk.....”
Para peserta tertawa.
“Hari
Pertama. Apa yang mau kutulis?” Dayan membacakannya.
“Hari
Kedua....” Dayan melanjutkan.
“Bacakan
dulu hari pertamanya. Apa isinya?” Salah satu peserta protes karena menganggap
catatan hari pertama belum selesai di bacakan karena begitu singkat.
“Udahhh.
Itu aja.” Suara Dayan terdengar agak keras.
“Masa
itu aja isinya?” Salah satu peserta
itu bertanya balik.
“Sudah-sudah
jangan berdebat. Nanti kalau Dayan tidak membacakannya dengan lengkap, kami
yang akan memprotesnya supaya diulangi Si Dayan. Kami sudah hafal apa isi
catatannya.” Seorang Instruktur menengahi.
“Masa
orang Kakak sama Abang-abang hafal?” Salah satu peserta lainnya bertanya.
“Sudah.
Bacakan lagi Dayan dari awal.” Perintah salah satu Instruktur pada Dayan tanpa
menjawab pertanyaan peserta sebelumnya.
Dayan
pun mengulangi lagi membacakan Catatan Harian Hasbi hari pertama. Beberapa
peserta tertawa kecil saat mendengarkan Dayan membacakan isi Catatan Harian
Hasbi pada hari pertama itu.
“Udah
lah. Jangan dibacakan semuanya.” Protes Hasbi sambil merebut buku catatannya
dari Dayan. Dengan sigap Dayan menyembunyikan buku itu ke belakangnya.
“Lanjut
Dayan.” Perintah seorang Instruktur.
“Ok,
Kak.” Jawab Dayan.
Saat
Dayan mulai membacakannya, para peserta diam hening.
“Hari
Kedua. Aku tidak bisa menulis.” Dayan membacakan.
“Hahahahaha....wkwkwkwk....”Seluruh
isi forum tertawa terbahak-bahak kecuali Dayan dan Hasbi.
Dayan
membuka halaman berikutnya. “Hari Ketiga. Aku masih juga tidak bisa menulis.”
“Wkwkwkwk......hahahahahah.....”
Peserta tertawa keras.
Hasbi
dan Dayan hanya senyum-senyum saja. Hasbi terlihat malu saat catatannya
dibacakan.
Membuka
lagi. “Hari Keempat. Masih sama.”
“Hahahahahaa....wkwkwkwk....”Peserta
tertawa. Ada yang sambil berdiri dari tempat duduknya dan ada yang tertawa sambil
memegang perut.
Membuka
lagi halaman berikutnya. “Hari Kelima. Masih sama juga.” Dayan melanjutkan
dengan suara datar.
“Wkwkwkwk.....hahahaha...wkwkwk...”
Seluruh isi forum tertawanya semakin keras. Semakin banyak yang memegang
perutnya saat tertawa.
“Udah
lah woi...” Pinta Hasbi pada teman-temannya sambi tersenyum.
“Lanjut.
Hari terakhir.” Seorang Instruktur menyuruh Dayan agar segera membacakannya.
Dayan
membuka halaman selanjutnya untuk hari keenam, hari terakhir. Saat membuka
halaman catatan hari terakhir, masih ada terdengar sisa-sisa suaratawa dari
beberapa peserta.
“Bacakan
dengan suara keras Dayan.” Perintah salah satu Instruktur.
“Siap
Kak. Mana berani kita melawan.” Dayan mengumbang Instruktur lagi.
“Hahahahaa...”
Suara tawa beberapa peserta saat mendengar umbangan
Dayan.
“Hari
Keenam. Hari terakhir. Aku pikir Da......” Suara Dayan berhenti dan hilang
pelan-pelan memasuki tenggorokan. Kemudian menatap ke arah Hasbi, Peserta dan
para Instruktur.
“Bacakan
keras Dayan. Itu belum selesai.” Perintah Instruktur lagi sambil tersenyum.
“Hari
Keenam. Hari terakhir. Aku pikir Dayan juga tidak bisa menulis.” Dayan agak
malu-malu mengucapkan namanya yang tertulis dalam catatan itu.
“Wkwkwkwkwk....hahahahahaaa.......wkwkwkwk.....hahahahaha.....”
Seluruh isi forum tidak ada yang bisa menahan tawanya. Seluruhnya tertawa
terpingkal-pingkal.
Ada
yang tertawa sambil berdiri meninggalkan tempat duduknya. Ada yang tertawa
sambil menampar-nampar meja dan ada yang tertawa sambil memegang perutnya.
Mereka tambah tertawanya karena di dalam catatan itu ada nama Dayan terlibat.
Demikianlah
kisah Hasbi yang kuberi judul Catatan
Harian Hasbi. Kisah yang memberikan hiburan padaku, pada para Instruktur
dan teman-temannya. Mungkin juga bagi Kamu.
Tidak
hanya memberi hiburan. Dari kisah itu, kita dapat mengambil pelajaran. Walau cerita
ini sangat sederhana dan singkat. Tapi ia mengandung banyak makna yang harus
kita petik. Sebagai seorang Kader HMI, kita harus banyak menulis. Karena
menulis salah satu budaya HMI yang hari ini sudah mulai hilang. Tulislah apa
saja. Walau Hasbi mengatakan dirinya tidak bisa menulis, tapi Hasbi
mengungkapnya lewat menulis.
Untuk
dapat menulis, dau tradisi harus kita lakukan, yaitu membaca dan berdiskusi.Dengan
membaca, kita akan mendapatkan “suplemen”. Dengan berdiskusi, kita akan dapat
menajamkan pendapat. Dan dengna menulis, kita akan dapat menguraikan hasil dari
semuanya.
Dari
Catatan Harian Hasbi itu, dari hari
pertama sampai hari terakhir. Aku terinspirasi untuk membuatnya menjadi satu
puisi. Dan puisi ini menjadi penutup cerita kita. Demikian puisinya jika
kurangkaikan:
Catatan Harian Hasbi
Hari
pertama,
Apa
yang mau kutulis?
Hari
kedua,
Aku
tidak bisa menulis.
Hari
ketiga,
Aku
masih juga tidak bisa menulis.
Hari
keempat,
Masih
sama.
Hari
kelima,
Masih
sama juga.
Hari
keenam. Hari terakhir,
Penulis: Ibnu Arsib (Instruktur HMI Cabang Medan)
ket. gbr: Ilustrasi
sbr. gbr: https://pixabay.com
No comments:
Post a Comment