YakusaBlog- Pernahkah
Anda mendengarkan pembicaraan alot pemuda-pemuda kita tentang sebuah buku di
tempat-tempat nangkring para pemuda,
sebut sajalah di dalam warung kopi? Atau adakah Anda dan teman-teman
membicarakan suatu isu buku atau pendapat seseorang dalam suatu buku yang
dikolerasikan dengan kejadian sehari-hari yang Anda lihat?
Sepanjang
perjalanan penulis, sangat jarang saya temukan terkait hal di atas. Bahkan saya
sendiri pun agak sedikit malas apabila duduk dengan beberapa teman di warung
kopi jika tidak membicarakan hal-hal yang bermanfaat, seperti membahas satu
teori dari sebuah buku atau pendapat seorang tokoh dalam suatu buku.
Hari
ini pemuda-pemuda kita disibukkan atau menyibukkan diri dengan bermain games online. Fasilitas yang ada tidak
dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Buku tidak laku menjadi bahan
pembicaraan pemuda-pemuda kita, mungkin juga kaum tua. Sepanjang sepengetahuan
yang saya dengar, masyarakat di suatu negara maju sering menjadikan buku
sebagai bahan pembicaraan. Terkhususnya mereka yang bergelut dalam dunia
pendidikan, seperti mahasiswa. Tidak sedikit juga, para politisi dan masyarakat
biasa yang tidak memiliki jabatan strategis di lingkungan masyarakat sering
menjadikan isi suatu buku menjadi bahan pembicaraan.
Sederhana
saja mengukur kemajuan negara kita ini, apabila masyarakat kita jarang membaca
dan membahas yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, maka negara kita sangat
susah maju. Akibat dari tidak membaca, meminjam istilah yang sering
diucapkan teman-teman saya, maka akan banyak pemuda-pemuda kita masuk kedalam
golongan; Kaum Sumbu Pendek. Kaum Sumbu Pendek ini dalam pemahaman penulis
adalah lemah dalam daya pikir dan analisis akan sesuatu hal. Menurut penulis
juga, kelemahan memahami suatu teori akan susah menterjemahkan
kenyataan-kenyataan sosial. Dengan lemahnya daya pikir dan analisisnya,
pemuda-pemuda kita sering tergerus oleh isu-isu yang tidak konstruktif.
Dari
jutaan jumlah pemuda kita saat ini, berapakah setiap harinya menjadikan buku
sebagai bahan pembicaraannya. Baik itu di warung kopi dan ditempat-tempat lain
dengan kondisi yang berbeda. Budaya membaca buku mungkin bisa mejadi salah satu
faktornya. Dari lemahnya budaya membaca buku, maka lemah jugalah pengetahuan
pemuda kita.
Penulis
ingin sedikit menceritakan seorang politisi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Padangsidimpuan dari Fraksi Demokrat dan ia seorang Ketua
Umum Partai Demokrat Cabang Kota Padangsidimpuan, namanya Khoirudin Nasution.
Penulis menceritakan seorang politisi itu tidak dalam kepentingan politik. Akan
tetapi, secara langsung dan melihatnya dari akun facebook pribadinya, aku menjadikannya contoh.
Walaupun
seorang politisi, tapi tetap gemar membaca, memang begitulah budaya tokoh-tokoh
politisi dunia. Dia tidak hanya membaca buku-buku politik atau buku-buku hukum.
Dia membaca buku-buku sastra, seperti novel. Pastinya, bukan dia saja yang
seperti itu.
Lantas
bagaimana dengan kita sebagai mahasiswa atau sebutan umumnya sebagai pemuda?
Berapa buku yang kita baca dan bicarakan dalam seminggu, dalam sebulan atau
dalam setahun? Ataukah status sebagai mahasiswa yang menempel pada diri kita
hanya sekedar lebel saja?
Ada
seorang dosen mengatakan pada penulis, bahwa mahasiswa di Eropa atau di Amerika
Serikat menghabiskan tiga sampai empat buku setiap bulannya, dan sering menjadi
bahan pembicaraan saat makan malam atau sedang berkumpul. Saya pikir seorang
dosen itu tidak berkata bohong atau menerka-nerka. Hal itu dapat penulis
buktikan saat menonton berbagai macam film dari Eropa dan Amerika. Setidaknya,
itu bisa menjadi gambaran bagi kita.
Pertanyaannya
kembali saya ulangi, bagaimanakah dengan kita? Saat berkumpul atau duduk di
warung kopi, manakah yang lebih banyak dibicarakan antara menceritakan
keburukan seseorang daripada isi suatu buku? Manakah yang lebih banyak
dibicarakan antara membicarakan soal-soal politik seolah-olah sebagai politisi
betulan, padahal tidak paham dengan politik. Dan seberapa banyakkah judul buku
yang diketahui oleh pemuda-pemuda kita? Dan seberapa seringkah buku selalu kita
bawa ke mana-mana.
Dari
sekian banyak pertanyaan yang penulis renungkan setiap hari, saya serahkan
kepada Anda untuk menjawab sebanyak-banyak dan memberikan argumentasi
komentarnya. Saya hanya meresahkan jika pemuda-pemuda kita terus menjadikan
hal-hal receh yang menjadi bahan pembicaraan.[]
Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan
Ket.gbr: Ilustrasi
Sumber gbr: https://www.yourbooks.co.nz
No comments:
Post a Comment