Adakah Buku Sebagai Bahan Pembicaraan Pemuda? - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Thursday 23 August 2018

Adakah Buku Sebagai Bahan Pembicaraan Pemuda?

YakusaBlog- Pernahkah Anda mendengarkan pembicaraan alot pemuda-pemuda kita tentang sebuah buku di tempat-tempat nangkring para pemuda, sebut sajalah di dalam warung kopi? Atau adakah Anda dan teman-teman membicarakan suatu isu buku atau pendapat seseorang dalam suatu buku yang dikolerasikan dengan kejadian sehari-hari yang Anda lihat?
Sepanjang perjalanan penulis, sangat jarang saya temukan terkait hal di atas. Bahkan saya sendiri pun agak sedikit malas apabila duduk dengan beberapa teman di warung kopi jika tidak membicarakan hal-hal yang bermanfaat, seperti membahas satu teori dari sebuah buku atau pendapat seorang tokoh dalam suatu buku.
Hari ini pemuda-pemuda kita disibukkan atau menyibukkan diri dengan bermain games online. Fasilitas yang ada tidak dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Buku tidak laku menjadi bahan pembicaraan pemuda-pemuda kita, mungkin juga kaum tua. Sepanjang sepengetahuan yang saya dengar, masyarakat di suatu negara maju sering menjadikan buku sebagai bahan pembicaraan. Terkhususnya mereka yang bergelut dalam dunia pendidikan, seperti mahasiswa. Tidak sedikit juga, para politisi dan masyarakat biasa yang tidak memiliki jabatan strategis di lingkungan masyarakat sering menjadikan isi suatu buku menjadi bahan pembicaraan.
Sederhana saja mengukur kemajuan negara kita ini, apabila masyarakat kita jarang membaca dan membahas yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, maka negara kita sangat susah maju. Akibat dari tidak membaca, meminjam istilah yang sering diucapkan teman-teman saya, maka akan banyak pemuda-pemuda kita masuk kedalam golongan; Kaum Sumbu Pendek. Kaum Sumbu Pendek ini dalam pemahaman penulis adalah lemah dalam daya pikir dan analisis akan sesuatu hal. Menurut penulis juga, kelemahan memahami suatu teori akan susah menterjemahkan kenyataan-kenyataan sosial. Dengan lemahnya daya pikir dan analisisnya, pemuda-pemuda kita sering tergerus oleh isu-isu yang tidak konstruktif.
Dari jutaan jumlah pemuda kita saat ini, berapakah setiap harinya menjadikan buku sebagai bahan pembicaraannya. Baik itu di warung kopi dan ditempat-tempat lain dengan kondisi yang berbeda. Budaya membaca buku mungkin bisa mejadi salah satu faktornya. Dari lemahnya budaya membaca buku, maka lemah jugalah pengetahuan pemuda kita.
Penulis ingin sedikit menceritakan seorang politisi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padangsidimpuan dari Fraksi Demokrat dan ia seorang Ketua Umum Partai Demokrat Cabang Kota Padangsidimpuan, namanya Khoirudin Nasution. Penulis menceritakan seorang politisi itu tidak dalam kepentingan politik. Akan tetapi, secara langsung dan melihatnya dari akun facebook pribadinya, aku menjadikannya contoh.
Walaupun seorang politisi, tapi tetap gemar membaca, memang begitulah budaya tokoh-tokoh politisi dunia. Dia tidak hanya membaca buku-buku politik atau buku-buku hukum. Dia membaca buku-buku sastra, seperti novel. Pastinya, bukan dia saja yang seperti itu.
Lantas bagaimana dengan kita sebagai mahasiswa atau sebutan umumnya sebagai pemuda? Berapa buku yang kita baca dan bicarakan dalam seminggu, dalam sebulan atau dalam setahun? Ataukah status sebagai mahasiswa yang menempel pada diri kita hanya sekedar lebel saja?
Ada seorang dosen mengatakan pada penulis, bahwa mahasiswa di Eropa atau di Amerika Serikat menghabiskan tiga sampai empat buku setiap bulannya, dan sering menjadi bahan pembicaraan saat makan malam atau sedang berkumpul. Saya pikir seorang dosen itu tidak berkata bohong atau menerka-nerka. Hal itu dapat penulis buktikan saat menonton berbagai macam film dari Eropa dan Amerika. Setidaknya, itu bisa menjadi gambaran bagi kita.
Pertanyaannya kembali saya ulangi, bagaimanakah dengan kita? Saat berkumpul atau duduk di warung kopi, manakah yang lebih banyak dibicarakan antara menceritakan keburukan seseorang daripada isi suatu buku? Manakah yang lebih banyak dibicarakan antara membicarakan soal-soal politik seolah-olah sebagai politisi betulan, padahal tidak paham dengan politik. Dan seberapa banyakkah judul buku yang diketahui oleh pemuda-pemuda kita? Dan seberapa seringkah buku selalu kita bawa ke mana-mana.
Dari sekian banyak pertanyaan yang penulis renungkan setiap hari, saya serahkan kepada Anda untuk menjawab sebanyak-banyak dan memberikan argumentasi komentarnya. Saya hanya meresahkan jika pemuda-pemuda kita terus menjadikan hal-hal receh yang menjadi bahan pembicaraan.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Instruktur HMI Cabang Medan


Ket.gbr: Ilustrasi
Sumber gbr: https://www.yourbooks.co.nz

No comments:

Post a Comment