Yakusablog-Ada seorang
teman yang menyatakan pendapatnya pada saya bahwa beberapa tahun ini
orang-orang Islam Indonesia itu gerakannya reaksioner. Ketika ada suatu
sindiran atau statemen dari seseorang yang terindikasi mencemooh agama Islam
atau orang Islam di Indonesia, maka berbondong-bondong turun ke jalan dan
mengadukannya ke pihak kepolisian.
Pendapat
teman saya itu ada benarnya juga. Menurut saya, ada orang-orang Islam di
Indonesia ini bukan hanya reaksioner, tapi juga apologetik. Ada Orang-orang
Islam di Indonesia ini terlalu fanatik buta. Bahkan saya melihat ada beberapa
tokoh-tokoh Islam di Indonesia mengeluarkan pendapat yang provokatif dan
menunjukkan Islam sebagai sloganistik belaka.
Beberapa
orang Islam yang bergabung dalam suatu kelompok-kelompok Islam lebih terlihat
gerakannya pada sesuatu yang konkret. Jika ada orang yang menghujat, mereka
langsung mempengaruhi masyarakat Islam dan kemudian menggerakkannya. Saya
heran, mengapa kelompok-kelompok itu yang menjadikan agama Islam sebagai barang
dagangan politik tidak diprotes. Para tokoh-tokoh politik yang latar
belakangnya kita ketahui adalah orang-orang yang dzalim, ketika dia mau
mencalonkan diri di pimpinan eksekutif atau juga dilembaga legislatif, para
tokoh-tokoh agama itupun ikut membantunya.
Jika
orang-orang Islam saat ini di Indonesia dikatakan tidak progresif, maka mereka
pun mengeluarkan suara-suara apologi (pembelaan). Mereka mengungkit-ungkit
sejarah bagaimana tokoh-tokoh Islam di Indonesia dahulu kala berperan dalam
memerdekakan Indonesia ini. Hal itu memang betul, tapi hari ini keturuannya
menghapuskannya dengan sikap reaksioner dan apologetik mereka.
Ada
kelompok-kelompok Islam di Indonesia ini sibuk mengurusi dan menuntut jika ada
seseorang yang dianggap tokoh masyarakat menghina Islam, akan tetapi mereka
tidak menuntut mahalnya sembako hari ini, mahalnya biaya pendidikan, mahalnya
biaya kesehatan, tanah kita dikuasai Asing dan yang lebih sederhananya lagi
kelompok-kelompok itu tidak pernah bergerak apabila anak-anak atau
pemuda-pemuda Islam tidak shalat.
Terkadang
pun saya melihat, hari ini Islam hanya tinggal sloganistik dan simbolik.
Mungkin dapat kita sebut “Islam Sloganistik” dan “Islam Simbolik”. Orang-orang
Islam di Indonesia ini lebih memfokuskan pada slogan-slogan dan simbolik. Kita
lupa akan substansi atau esensi agama Islam. Hal-hal yang strategis di
Indonesia ini tidak pernah dijamah mereka, misalnya menggagas ekonomi mandiri
yang Islami, menuntut supaya menerapkan hukum yang Islami. Yang saya lihat di
sini adalah bersemayamnya kemunafikan dan kemusyrikan.
Lebih
mirisnya lagi adalah, kelompok-kelompok Islam hari ini tidak mampu menunjukkan
atau menciptakan calon-calon pemimpin yang Islami. Anehnya, banyak yang merapat
kepada elit-elit partai politik yang mana latar belakangnya itu dzalim. Banyak
tokoh-tokoh agama Islam di Indonesia ini merapat kepada kelompok elit politik
yang telah banyak merenggut nyawa orang lain pada masa Orde Baru.
Bahkan
kadang saya mendapatkan pidato-pidato yang bahasanya halus, tapi mengarah
kepada perpecahan umat manusia di Indonesia ini. Banyak tokoh-tokoh agama Islam
menyampaikan QS. Al-Maidah ayat 51 agar tidak memilih pemimpin atau teman setia
dan atau sahabat dari kelompok Nasrani, tapi mereka menutupi, tidak
menyampaikan QS. Al-Maidah ayat 81 dan ayat 82. Terkadang saya melihat,
firman-firman suci dalam Al-Qur’an dikutip sesuai dengan kepentingan.
Jika
gerakan-gerakan seperti itu terus yang ditunjukkan oleh kelompok-kelompok Islam
yang ada di Indonesia ini, ada kekhawatiran bahwa ajaran Islam itu menyeramkan,
orang-orang Islam itu ditakuti bukan karena sikap dan sifatnya yang
mencerminkan kedamaian dan juga kenyamanan. Islam tidak terasa lagi sebagai rahmatan
lil ‘alamin. Tapi rahmat bagi para penindas, rahmat bagi pemerintah yang memanfaatkan
agama, rahmat bagi elit-elit politik dan
rahmat bagi para pemodal-pemodal (kapitalis).[]
Penulis: Ibnu Arsib (Instruktur HMI Cabang Medan)
No comments:
Post a Comment