YakusaBlog-Pastinya
mayoritas Kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Alumni-alumni HMI
mengetahui Nilai-Nilai Dasar Perjuangan HMI (NDP HMI). Baik itu Kader-kader HMI
sebelum diformalkannya NDP HMI di Kongres Malang tahun 1969, baik itu ketika
perubahan nama dari NDP menjadi Nilai-Nilai Identitas Kader (NIK), hingga
kembali lagi berganti nama menjadi NDP.
Seiring
dengan perkembangannya, terkait mengenai NDP itu juga, setelah Orde Baru pernah
terjadi pergantian isi atau pembahasannya. Maksud saya, NDP HMI terjadi
berbagai versi (pembuatnya), NDP yang tertua itu disusun oleh Nurcholish Madjid
(Cak Nur), Endang Saefuddin Anshari, dan Sakib Mahmud, ini adalah NDP yang
diformalkan di Kongres IX di Malang 1969. Selanjutnya, ada NDP HMI yang disusun
oleh Andito yang menjadi pembahasan NDP-ers HMI Cabang Bandung, dan NDP yang
ketiga adalah NDP yang disusun oleh Ust. Arianto, yang sering dikenal NDP Versi
Makassar. Akan tetapi, NDP yang masih dimasukkan dalam dokumen resmi (Naskah
Hasil-Hasil Kongres HMI yang sekarang) adalah NDP versi Cak Nur.
Secara
mayoritas Kader-kader HMI se-Nusantara, NDP versi Cak Nur inilah yang masih
terus menjadi bahan kajian di dalam organisasi HMI, baik dalam Training
formal HMI maupun non-formal. NDP HMI ini juga menjadi materi wajib dalam training-training
formal HMI. Dan dalam tulisan sederhana ini, sesuai dengan judul tulisan ini
NDP yang saya bicarakan adalah NDP HMI yang ada dalam Naskah Hasil-Hasil
Kongres HMI yang sekarang, NDP versi Cak Nur.
Dalam
kesempatan ini, mohon maaf saya tidak membahas bagaimana sejarah perumusan NDP
HMI, polemik version NDP, tidak membicarakan bagaimana kedudukan NDP dalam
organisasi HMI dan tidak juga membahas secara detail isi dari Bab-bab NDP HMI.
Dalam kesempatan kali ini, saya coba membicarakan tentang apa yang menjadi
hasil (produk) atau out put konkrit dari NDP HMI. Mengapa setiap kader
HMI diwajibkan (walaupun masih ada yang tidak mempelajarinya secara mendalam)
untuk mempelajari, memahami dan mengamalkan NDP HMI?
Pernah juga
ada seorang kader HMI bertanya pada saya, ketika saya selesai menjelaskan
materi NDP HMI dalam diskusi pendalam NDP. Ia bertanya, “Bang, mengapa hari
ini masih ada kader-kader HMI yang tidak mengamalkan NDP HMI itu.” Muncul
suatu kebanggaan dalam pikiran saya, mungkin dia sudah mulai paham seberapa
pentingnya NDP HMI bagi kader-kader. Akan tetapi, secara praktinya, apa yang
dibicarakan dalam NDP HMI secara teks tidak direalisasikan oleh kader-kader HMI
itu sendiri.
Saya
menjelaskan padanya dengan optimis, bahwa hari ini masih ada kader-kader HMI
dan mungkin juga alumni HMI yang mengamalkan NDP HMI. Akan tetapi,
persentasinya sangat sedikit dibanding jutaan kader-kader HMI dan alumni HMI
yang ada di negara Indonesia ini.
Saya juga
menjelaskan pada seorang kader yang mulai memahami dan mengetahui seberapa penting NDP HMI itu.
Terkait mengenai ini, ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh kader-kader
kita, yang mana semakin tinggi tahapannya maka semakin rendah jumlah persentasi
kadernya. Tahap pertama, sangat banyak jumlahnya kader-kader yang telah
membaca teks NDP HMI. Dari tahap ini maka akan menuju tahap kedua, yaitu
tahap mengetahui. Di tahap yang kedua ini akan berkurang jumlahnya, karena hanya
dibaca begitu saja, mungkin itu karena disuruh oleh seniornya atau instruktur
di dalam forum. Selanjutnya, dari mengetahui kemudian menuju tahap yang ketiga,
yaitu memahami. Di tahap yang ketiga ini, jumlahnya semakin menurun. Tidak
dibiasakannya mengkaji NDP menjadi salah satu faktornya. Banyak kader-kader
kita merasa sangat berat untuk mempelajari NDP. Menurut saya, itu tidak berat,
tinggal metode mempalajarinya yang harus kita cari dan kuatkan. Metode
mempalajari NDP tidaklah ada aturan baku, setiap kader diperbolehkan untuk
menggunakan metode apapun asal tidak mengikis nilai-nilai pembahasan NDP,
seperti nilai tauhidnya. Terkadang juga ada ketidak-tepatan (bukan kesalahan)
metode penyampaian atau metode memahamkan dari seorang instruktur NDP dan juga
narasumber NDP kepada kader-kader yang ingin memahmi NDP HMI. Untuk itu,
diharapkan setiap kader dan instruktur NDP mempunyai kekreatifan dalam mempelajari,
menyampaikan dan memahami NDP HMI.
Tahap
terakhir yang paling sedikit jumlahnya adalah menjalankan atau mengamalkan NDP
HMI. Setelah membaca, mengetahui, dan memahami maka tugas terberatnya adalah
mengamalkannya dalam kehidupan berorganisasi dan dalam kehidupan sehari-hari di
luar aktivitas HMI. Bahkan harus diamalkan ketika selesai ber-HMI, yaitu saat
menjadi alumni HMI. Secara sederhananya masih banyak kader-kader HMI yang
meninggalkan shalat wajib.
Ketika
tahap-tahap itu diselesaikannya, nyatalah bahwa NDP HMI menciptakan
(memproduksi-bukan secara pengertian ekonomi) secara konkret manusia-manusia
yang berkualitas. Nah, inilah yang dimaksudkan Insan-Insan Kamil. Kader-kader
atau alumni HMI-lah yang menjadi Insan-Insan Kamil. Inilah yang menjadi jawaban
atas judul pada tulisan sederhana ini.
Bagaimanakah
yang dimaksudkan Insan Kamil itu dalam NDP HMI sehingga dia menjadi out put
yang nyata dari NDP HMI?
Dalam teks
NDP HMI pada Bab II: Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Kemanusiaan
menyebutkan bahwa, Insan Kamil itu adalah seorang manusia sejati, yang mana
kegiatan mental dan fisiknya merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan
kerja rohani bukanlah dua kenyataan yang terpisah. Dia tidak mengenal perbedaan
antara kerja dan kesenangan. Kerja baginya adalah kesenangan, dan kesenangan
ada dalam dan melalui kerja. Insan Kamil ini mempunyai kepribadian, merdeka,
memiliki jatidirinya sendiri. Menyatakan keluar corak perorangannya dan
mengembangkan kepribadian dan wataknya secara harmonis.
Insan Kamil
tidak mengenal perbedaan antara kehidupan individual dan komunal. Tidak
membedakan antara dia sebagai perorangan dan sebagai anggota masyarakat. Hak
dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk dirinya adalah juga sekaligus untuk
sesama umat manusia. Baginya tidak ada pembagian dua (dikotomi) antara
kegiatan-kegiatan rohani dan jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik
ataupun dunia dan akhirat.
Kesemuanya
itu dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal dari pancaran
niatnya. Dengan tujuan mencari kebaikan, keindahan, kebenaran dan berbakti
kepada Kebenaran, yaitu Allah Swt. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Bayyinah
ayat 5, “...Mereka tidaklah diperintahkan kecuali untuk berbakti kepada
Tuhan dengan mengikhlaskan agama (kebaikan) semata-mata kepada-Nya secara
hanief (mencari kebenaran), menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Itulah
dijalan hidup (agama) yang benar.”
Insan Kamil
adalah seorang yang bekerja dengan ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya
benar-benar berasal dari dirinya sendiri dan merupakan pancaran langsung dari
kecendurangannya yang suci dan murni. Ia menyerahkan dirinya (seluruh hidupnya)
untuk memperoleh ridha Allah Swt. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam
Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 267. Suatu pekerjaan dilakukannya karena
keyakinan akan nilai pekerjaan itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan
karena hendak memperoleh tujuan lain yang nilainya lebih rendah atau pamrih.
Insan Kamil
bekerja dengan ikhlas, lawan dari ikhlas adalah pamrih. Kerja yang ikhlas akan
mengangkat nilai-nilai kemanusian pelakunya dan memberinya kebahagiaan. Hal itu
akan menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan, dan kerja
atau amal akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan
adalah kunci kebahagiaan hidup manusia. Tidak ada kebahagiaan sejati tanpa
keikhlasan, dan keikhlasan akan selalu menimbulkan kebahagiaan.
Inilah
(Insan Kamil) yang menjadi out put atau produk konkrit dari NDP HMI atau
lebih besarnya out put dari HMI itu sendiri. Insan Kamil ini merupakan
suatu “Kepribadian HMI” . Cak Nur mengatakan, dalam tulisannya yang berjudul 20
Tahun HMI Berjuang yang dibukukan oleh Sejarwan HMI, Agussalism Sitompul
dengan judul HMI Mengayuh Di Antara Cita Dan Kritik, Kepribadian HMI
(Insan Kamil) ini mempunyai esensi, yaitu “Dasar Keseimbangan”. Maksud dari
dasar keseimbangan itu adalah keseimbangan antara tugas-tugas duniawi dan
ukhrowi, antara kerja ilmu dan kerja iman, keseimbangan antara pemenuhan
kewajiban intelektual dan ulama. Keseimbangan ini merupakan suatu “Complete
Integration” (Integrasi yang lengkap) dan tidak terpisahkan satu dari
lainnya dalam suatu pribadi (insan) yang integral.
Dengan
penjelasan-penjelasan di atas, sudah seharusnya kita memenuhi tahapan-tahapan
dalam mempelajari NDP HMI sehingga kita dapat menjadi Insan-Insan Kamil
sebagaimana yang dimaksudkan tadi. Kiranya NDP HMI tidak jadikan hanya sekedar
naskah-naskah tua. Tidak menjadikannya hanya sekedar dokumen resmi tanpa
menggali esensi dan mengamalkan nilai-nilai kebaikannya.
Sebagaimana
yang disebutkan dalam Sejarah Perumusan NDP HMI yang dituliskan oleh Cak
Nur, NDP HMI sebagai nilai-nilai dasar yang mempengaruhi cara berpikir kita
(kader-kader HMI) dan pandangan hidup kita (kader-kader HMI) harus
diaplikasikan dalam kehidupan berorganisasi atau setelah berorganisasi (Alumni
HMI).[]
Penulis:
Ibnu Arsib
Instruktur
HMI Cabang Medan
No comments:
Post a Comment