Golput Pilihan Hati Masyarakat Sumut - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Sunday, 8 April 2018

Golput Pilihan Hati Masyarakat Sumut


YakusaBlog-Jika kita bertanya pada hati nurani kita, di antara kedua Pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur Sumatera Utara periode 2018-2022, pasti hati kita memilih Tidak Memilih keduanya (Golput). Akan tetapi, masyarakat kita diiming-imingi dan dijanji-janjikan dengan sesuatu yang harum tapi busuk.
Belum lagi hari ini, bukanlah sejatinya pemilihan pemimpin masyarakat Sumut, akan tetapi Pemilukada tahun 2018 di Sumut adalah pertarungan elit-elit politik, elit-elit pengusaha dan elit-elit agama dari tingkat Nasional hingga tingkat Daerah. Masyarakat Sumut dipaksa secara halus untuk memilih si “Nomor 1” atau si “Nomor 2”. Masyarakat kita dipengaruhi dengan berbagai macam isu agar tidak mengikuti suara hatinya rakyat, yaitu Golput.
Suku, Agama, dan Ras menjadi barang dagangan paling laku untuk digoreng-goreng. Penarikan kelompok-kelompok ormas mengeluarkan dana yang sangat banyak dari kedua pasangan. Banyak aktivis-aktivis sosial dan agama melacurkan dirinya.
Rakyat Sumut menjadi bingung, antara mengikuti perintah Suku, Agama dan Ras untuk memilih pemimpin, mengikuti peraturan-peraturan negara dan godaan-godaan para tokoh-tokoh masyarakat dan juaga aktivis-aktivis Sumut yang sedang melacurkan dirinya pada kedua paslon.
Masyarakat Sumut, yang pengetahuannya tentang  politik masih dibawah rata-rata tidak dicerdaskan oleh akademisi-akademisi kita. Malah di antara mereka banyak yang melacurkan diri di dalamnya sebagai konsultan politik dan mengatur strategi pemenangan. Dengan harapan jika menang kelak akan diberi proyek atau jabatan, kalaupun kalah setidaknya dapat uang.
Masyarakat Sumut pun dilema, di tahun ini hendak memberikan amanah kepada orang-orang yang telah merampas tanah-tanah rakyat. Program-programnya hanya sekedar slogan-slogan belaka. Ini bukan demokrasi, tapi ini adalah pertarungan dua “kerajaan” besar atau pertarungan lanjutan dari pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Sumut sangat rentan dengan koruptor. Dua Gubernur Sumut belakangan ini diangkut oleh KPK. Akhir-akhir ini, berdasarkan informasi yang berkembang, puluhan Wakil Rakyatnya (Anggota DPRD-Sumut) pun ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka korupsi, dan mereka semuanya berasal dari partai-partai politik pendukung kedua Pasangan Calon Gubernur-Wakil Gubernur Sumut periode 2018-2022. Sebenarnya masyarakat Sumut mengalami krisis kepemimpinan yang jujur dan tidak menginginkan harta haram.
Sebenarnya masyarakat Sumut ingin Golput, karena dipengaruhi berbagai macam doktrin-doktrin, mereka pun dilarang untuk mengkritisi atau mengetahui secara dalam siapa dan bagaimana latar belakang orang-orang yang hendak mereka pilih. Para tim-tim suksespun tidak berani menjelaskan hal itu. Karena memang keduanya telah diberi garis merah oleh alam. Ketika diantara kedua paslon itu pun terpilih, alam sendiri yang turun langsung.
Manuver-manuver politik mereka sebenarnya bau dan busuk, rakyat Sumut mengetahui itu, terlebih-lebih sistem politik Indonesia saat ini. Tapi karena dibungkus dengan kopiah, peci, baju batik, dan sombolik-simbolik kebusukannya tidak terlihat. Suara (kepala) manusia dihitung seperti hewan-hewan, hendak ingin menangkapnya maka terlebih dahulu beri makanan. Pertanyaannya kepada mereka, kenapa hendak mau Calon baru turun ke masyarakat bagi-bagi sembako dan memberikan bantuan ini dan itu? Ini namanya sistem politik kolonialisme, politik penjajah, seperti Belanda yang menerapkan Take and Give (Beri dan Ambil), beri sembako, uang dan bantuan kemudian ambil suaranya. Yang lebih parahnya lagi mereka menerapkan Devide in Empera (Pecah belah kemudian kuasai).
Orang yang tak dipilih masyarakat Jakarta akan dipilih masyarakat Sumut? Oh...tidak mungkin. Orang yang merampas tanah-tanah rakyat Sumut hendak ingin dipilih rakyat Sumut? Ohhh....juga tidak akan mungkin, jangan harap walaupun sering memberi bantuan membersihkan Masjid. Orang yang menjadi titipan dari seorang yang pernah jadi Bos Militer, yang men-Dorr banyak mahasiswa di setiap daerah pada rezim Orde Baru ingin dipilih masyarakat atau mahasiswa Sumut? Aduh...tidak mungkin, jangan mimpi. Orang yang besar-besarnya di Luar Negeri dan tidak pernah bersentuhan langsung dengan masyarakat Sumut ingin dipilih? Aduh...tak mungkin juga.
Jika pun ada tokoh-tokoh masyarakat memilih dan mengajak masyarakat memilih atas nama Suku, Agama dan Ras sungguh ia telah melacurkan dirinya. Kalau ada masyarakat Sumut yang memilihnya, itu artinya ia menerima dan meng-aminkan tirani-tirani atau kedzaliman-kedzaliman yang menyiksa dan menghilangkan orang-orang terdahulunya. Itu artinya mengaminkan pembunuhan dan perampasan.
Atas semua itu, bukan kita tidak ingin pemimpin dalam kehidupan kita. Tapi untuk apalah memilih pemimpin yang pernah mendzalimi. Suara hati kita pasti berkata, “Tidak Akan Memilih”. Jika ada yang berkata, suara kita akan dimanfaatkan untuk kecurangan, maka jangan takut, mari kita coblos setiap foto yang ada dengan niat bukan untuk menjadikan meraka pemimpin, tapi menggagalkan mereka menjadi pemimpin kita.
Biarlah tokoh-tokoh masyarakat kita, yang terus menjadi pemimpin kita, dan itupun asal mereka bisa menjaga kesuciannya tidak terlibat pada kedua Pasangan Calon itu. Sampai kita benar-benar mendapatkan seseorang yang layak untuk memimpin masyarakat kita secara menyeluruh, tanpa latar belakang seperti yang kita sebutkan di atas tadi.
Inilah suara hati masyarakat Sumut, “Memilih untuk Tidak Memilih mereka semua.” Perlu diketahui Golput itu ada dua, yaitu Golput Aktif dan Golput Pasif. Golput Aktif prakteknya adalah tidak sama sekali datang ke tempat pemilihan, atau nama keren-kerenannya TPS (Tempat Pemungutan Suara) dan Golput Pasif dengan prakteknya datang ke TPS dengan mencoblos seluruh foto-foto yang ada dalam Surat Suara dengan niat seperti yang kita jelaskan tadi.[]

Penulis: Ibnu Arsib
Masyarakat Sumatera Utara

No comments:

Post a Comment