Peranan Kohati Dalam Membentuk Karakteristik Muslimah Yang Betaqwa - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Thursday 8 February 2018

Peranan Kohati Dalam Membentuk Karakteristik Muslimah Yang Betaqwa



YakusaBlog- Betapapun kita ingin memperkecil ruang lingkup percakapan kita pada hari ini, namun tidaklah mungkin dilepaskan dari 2 (dua) keadaan yang mendasar yaitu wanita dan Islam. Malah untuk mendapatkan sesuatu yang lebih berarti, fokusnya lebih diperkecil lagi menjadi wanita Intelektual Muslim, dimana KOHATI (Korps HMI Wati) sebagai suatu organisasi terlibat di dalamnya, sejauh mana berperan dalam membentuk wanita Islam taqwa. Bila tidak demikian kemungkinan kita akan terjebak dalam suatu keragu-raguan yang sudah melanda sebagian umat dengan memunculkan pertanyaan; Mungkinkah wanita Islam dapat berperan dalam mengisi pembangunan di negeri ini?
Dalam bentuk lain pertanyaan itu akan berbunyi : Sejauh mana peran wanita muslim intelektual dalam memberi pengaruh terhadap pembangunan masyarakat dan modernisasi dengan profilnya yang khas dapat berterima dipihak lain ?
Kelihatannya pertanyaan ini melecut kita untuk berusaha menemukan dan mempertegas identitas diri, siapa, apa, dan bagaimana sosok wanita Islam itu, yang berkaitan dengan hak dan kewajibannya dalam keluarga rumah tangga, dan masyarakat sehingga seorang wanita Islam dapat menentukan langkah di mana pun ia berada secara pasti.
Melalui tulisan dan percakapan ini saya ingin mencoba mengajak kita semua untuk kembali mengungkap dan menelaah apa yang telah dimiliki wanita muslim dalam membangun diri, keluarga dan bangsanya.
KOHATI sebagai suatu organisasi yang menghimpun calon intelektual muslimah adalah merupakan sumber insani pembangunan yang dapat memberikan peranannya dalam pembangunan bangsa Indonesia yang sangat besar, terutama dalam menciptakan manusia yang berkualitas, sehingga dapat menciptakan tatanan rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara yang bernilai iman, ilmu dan amal.
Pembahasan
Bertolak dari salah satu aspek pembentukan profil kader HMI di masa datang, yaitu untuk melahirkan kader muslim intelektual profesional yang mampu menjawab tuntutan dasar pembangunan bangsa dalam mewujudkan masyarakat adil, makmur yang diridhoi Allah SWT. Maka apa yang kita laksanakan hari ini suatu proses yang sedang berjalan.
Satu sisi dari proses yang dimaksudkan adalah pembentukan integritas watak dan kepribadian yang menyadari tanggung jawab kekhalifahannya dimuka bumi. Sehingga citra akhlakul karimah selalu tercermin dalam pola pikir, sikap dan perbuatannya.
Dengan sasaran inilah diharapakan KOHATI/HMI dapat melihat dan membenahi semaksimal mungkin tubuh organisasinya, baik mengenai program-program yang disusun secara nasional maupun regional, sehingga baik KOHATI sebagai organisasi insan HMI-wati, sebagai anggota yakin dan percaya diri, bahwa organisasi dimana seseorang terhimpun didalamnya benar-benar dapat mengisi pembangunan ini dalam arti yang sebenar-benarnya.
Karakteristik Waniti Islam
Kehadiran Al-Quran merupakan rahmat bagi alam semesta khusus bagi wanita. Al-Quran adalah satu-satunya kitab suci yang membawa misi menjunjung tinggi kedudukan wanita. Begitu juga tidaklah ada perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita. Sebab seseorang akan dinilai sesuai dengan kualitas ilmiah dan amaliah serta kadar ketaqwaannya.
Banyak sekali ayat Tuhan yang mengemukakan tentang persamaan kedudukan wanita dan pria dalam Islam, antara lain An-Nisa ayat 13 :
Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang  mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung”.
Dalam Q.S. Al-Buruj ayat 10 disebutkan pula :
Sungguh, orang-orang yang mendatangkan cobaan (bencana, membunuh, menyiksa) kepada orang mukmin laki-laki dan perempuan lagi mereka tidak bertaubat, maka mereka akan mendapat azab jahanam dan mereka mendapatkan azab (neraka) yang membakar”.
Dalam kaitannya dengan kedudukan wanita dalam Islam, wanita itu diciptakan sesuai dengan kodratnya adalah seabagai pembimbing, secara psikologis, juga ia akan mewariskan kemampuannya kepada anak-anaknya, hal ini dimungkinkan karena jiwa wanita lebih sensitif, dominan dalam kasihan, murah hati, penuh simpatik dan berbagai kelembutannya. Maka tugas utamanya adalah memelihara dan mendidik anak-anaknya. Dalam hal inilah wanita disebut sebagai ukuran peradaban. Alangkah sucinya dan mulianya tugas seorang wanita, demikian suci dan mulianya tugas seorang wanita menuntut seorang wanita harus dapat mengemban salah satu hadist Nabi Muhammad SAW. yang berbunyi :
Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanitanya, maka baiklah negaranya, apabila rusak wanitanya maka rusaklah negara”.
Hendaklah para ibu dan calon ibu dapat menyadari, bahwa ditangan ibulah terletak unsur pertama kebaikan dan kejahatan yang dengan mudah dapat ia letakkan dalam hati sanubari anaknya dan yang akan mempengaruhi corak kehidupan seorang anak di masa mendatang.
Apakah masih ada tersembunyi atau ternyata keraguan bagi para wanita akan peranannya yang sangat besar ini ? bagi orang-orang yang berusaha mengutak-atik posisi wanita yang mulia ini dengan mempertanyakan apakah pendapat umum tentang ketentuan alami ini adil atau tidak adil, meraka tidak akan pernah berhasil. Meraka inilah untuk bahkan yang kelompok biang keladi kerusakan kaum wanita yang telah disusuni modernisasi dan westernisasi yang menjanjikan kebebasan tanpa batas.
Sebagai agama yang paling lengkap, Islam telah memberikan pedoman dalam berbagai fungsi kewanitaan, baik sebagai anggota masyarakat, sebagai isteri, sebagai ibu rumah tangga. Wanita sebagai anggota masyarakat (istilah Al-Quran sebagai hamba Allah) seperti telah disebutkan adalah sama dan sepadan dengan pria. Dalam hubungan ini Al-Quran menyebutkan dalam surat Hud ayat 61 :
Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya”.
Ayat ini mengacu kepada suatu tuntutan bahwa seperti laki-laki, wanita selaku anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab terhadap masa depan bangsa dalam kesejahteraannya, maju mundurnya, baik dan buruknya masyarakat.
Dengan demikian wanita bukan saja berkewajiban membentengi dirinya dengan iman yang kokoh, membekali diri dengan ilmu yang lengkap, menghiasi diri dengan akhlakul karimah, tetapi ia juga dituntut untuk dapat tampil di tengah masyarakat sebagai “pelita” umat yang mencerminkan sinar kebenaran. Dengan demikian wanita harus berhasil menundukkan dirinya sebagai primadona yang membawa kebahagiaan dalam mengharumi samudra kehidupan ini dengan menjadikan Quran sebagai pedoman hidup. Oleh karena wanita Islam dan Quran tidak dapat dipisahkan, wanita akan berhasil memfungsikan dirinya apabila mengikuti Al-Quran. Ajaran Al-Quran dapat kita masyarakatkan apabila wanita benar-benar ikut berperan dalam upaya memperjuangkannya. Kalaulah kehadiran Al-Quran merupakan rahmat istimewa bagi wanita, maka hendaklah kehadiran wanita dalam masyarakatnya juga merupakan rahmat sejalan dengan missi Al-quran “rahmatan lil ‘alamin”.
Sebagai isteri, seorang wanita adalah pendamping suaminya untuk membangun rumah tangganya, sejahtera yang penuh sakinah, mawaddah, dan rahmah/kedamaian, ketentraman, dan kasih sayang. Wanita selaku isteri harus selalu konsisten dengan tuntunan agamanya, juga harus sanggup berfungsi sebagai ratu rumah tangga yang membentengi rumah tangga dan keluarganya dari anasir-anasir yang merusak dalam arti luas terutama pada saat sang suami tidak ada di rumah.
Hal di atas sesuai dengan apa yang ditunjuki oleh ayat Al-Quran yang artinya :
Maka perempuan-perempuan yang salih, adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka”. (An-Nisa : 34).
Dalam hubungan ini, sabda Rasulullah : Sebaik-baiknya isteri, ialah isteri apabila dipandang menggembirakan, apabila diperintah ia taat dan apabila ia ditinggal pergi oleh suaminya maka ia akan memelihara kehormatannya dan harta suaminya”.
Sebagai ibu rumah tangga, wanita wanita bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya, suatu tugas yang tidak dapat diemban sampai dimana tanggung jawab seorang ibu dalam pembinaan dan bimbingan pada anak-anaknya, tergambar dalam hadist nabi : Surga terletak dibawah kaki ibu”.
Hadist diatas memberi isyarat kepada kita bahwa wanita selaku ibu, harus sanggaup mencetak putra-putrinya yang baik, yang kelak akan menjadi penghuni surga. Kalaulah pada dewasa ini banyak terjadi kenakalan anak-anak sehingga kadang-kadang sukar sekali dikendalikan, maka penyebabnya adalah karena wanita sudah tidak dapat berfungsi lagi sebagai ibu rumah tangga yang sangguh membimbing, membina, mengajarkan dan mendidik anaknya. Bahkan anak-anak yang selalu mendambakan kasih sayang dan bimbingannya itu kadang-kadang praktis, tidak pernah mendapatkan kasih sayang ibu, sebab sebelum sikecil itu bangun dipagi hari, sang ibu sudah meninggalkan rumahnya dan ketika ibunya pulang kerumahnya, sikecil telah tertidur pulas. Inilah kenyataan yang dihadapi sebagian ibu rumah tangga, istimewa bagi wanita double fungsi, wanita karir.
Tentunya kita sia-sia menunggu munculnya putra-putri, generasi penerus dengan profil yang kita idam-idamkan, misal dengan kualitas diri yang sanggup membina dirinya dan membangun bangsanya, tanpa mempersiapkan wanita yang sanggup, benar-benar menjadi ibu yang bertanggung jawab atas kelahiran putra-putrinya.
Demikianlah secara umum gambaran wanita Islam sesuai tuntutan Al-Quran, dengan keterbatasan waktu, belum memunculkan sejumlah hak-hak yang ada pada wanita, sehingga tuntut-menuntut hal dengan dalih semsipasi menurut hemat penyaji tidak diperlukan di dalam Islam. Semuanya sudah jelas tinggal bagaimana cara wanita Islam itu menggunakan haknya, terutama dalam perkawinan dan rumah tangganya yang selalu diributkan oleh sementara pihak yang kurang mau mendalami apa yang sebenarnya yang telah dimiliki oleh Islam, atau pihak yang sengaja mengaburkan kebenaran Islam.
Peranan Organisasi Dalam Pembentukan Karakteristik Wanita Islam
Suatu organisasi terbentuk karena orang sepakat untuk mencapai tujuan yang sama-sama telah ditentukan. Disamping tujuan yang sifatnya umum berlaku bagi semua anggota organisasi tersebut, seseorang (anggota) akan dapat menyempurnakan dirinya semaksimal mungkin terutama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara moril  maupun materil. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai akan meningkatkan dan dengan demikain organisasipun berkembang. Walaupun sasaran dan tujuan masing-masing organisasi berbeda-beda, tetapi organisasi harus dapat mengarahkan dan menyatukan kedalam kegiatan tujuan yang mencakup semua kepentingan para anggota.
Dalam hubungan ini salah satu hadist Nabi Muhammad saw. menyebutkan : Kebenaran yang tidak diorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisir” (S. Ali. RA)
Setelah mengungkap fungsi dan peranan wanita Islam secara pasti dan benar akan muncullah keyakinan bahwa organisasi akan dapat mewujudkan pembinaan, kepribadian wanita dengan karakteristik Islam. Tujuan yang telah dirumuskan di dalam Anggaran Dasar/Pedoman Dasar suatu organisasi akan memegang peranan yang sangat penting/besar. Tujuan adalah suatu akhir terhadap mana seluruh kegiatan organisasi diarahkan.
Pada saati ini KOHATI/HMI tentunya masih meyakini kebenaran/ekstensi dari tujuan itu. Bila tidak, tentu akan merobahnya, masalah apa sasaran sudah tercapai, kalau ada sudah sejauh mana atau kalau belum dimana hambatannya.
Dalam hal ini kita perlu mengintropeksi dan retropeksi/evaluasi kembali kedalam organisasi itu sendiri maupun kepada pemimpin itu sendiri (Islam). Dapat saja terjadi misalnya seorang KOHATI mengatakan : “Saya sih mau saja jadi aktivis, pimpinan KOHATI, yang beratnya pakek jilbab ini, rasanya kurang cocok dibawa kemana-mana, atau terlalu panas, atau mungkin-mungkin dengan pakaian ini tidak kebagian jodoh. Lihat saja mode terakhir sekarang ini 10 cm diatas lutut. Nah, bagaimana sikap organisasi dalam konteksnya dengan tujuan tadi ?
Selain perumusan tujuan, program-program yang disusun hendaknya sedemikian rupa benar-benar dapat melibatkan para anggotanya untuk dapat berpartisipasi dan pembinaan karakteristik dirinya yang lebih Islami, dari sebelumnya seseorang menjadi anggota, misalnya diskusi-diskusi ilmiah dan seminar-seminar, sehingga dengan demikian organisasi benar-benar dapat dijadikan wadah yang memproses dirinya menjadi intelektual muslim.
Dan apalagi yang tidak kalah pentingnya keteladanan para pemimpin organisasi, yang sanggup menampilkan dirinya sebagai pola anutan yang relatif lebih sedikit celahnya kehadapan umat yang dihadapan Al-Khalik yang menjadikan, yang bertanggung jawab bukan saja terhadap dirinya sendiri tetapi juga bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya selama ia menjadi pemimpin.[]

Penulis: Dra. Radhiah Muchtar

Sumber tulisan: Tulisan  ini berjudul Peranan Organisasi Wanita (Kohati) Dalam Membentuk Karakteristik Wanita Islam Yang Taqwa, dipersentasikan dalam seminar sehari yang dilaksanakan KOHATI HMI Komisariat UISU Medan, pada tanggal 25 Desember 1988.

Ket.gbr: Net/Ilustrasi
Sumber gbr: http://www.pusgit.com/

No comments:

Post a Comment