YakusaBlog- Betapapun kita ingin memperkecil ruang lingkup percakapan
kita pada hari ini, namun tidaklah mungkin dilepaskan dari 2 (dua) keadaan yang
mendasar yaitu wanita dan Islam. Malah untuk mendapatkan sesuatu yang lebih
berarti, fokusnya lebih diperkecil lagi menjadi wanita Intelektual Muslim,
dimana KOHATI (Korps HMI Wati) sebagai suatu organisasi terlibat di dalamnya,
sejauh mana berperan dalam membentuk wanita Islam taqwa. Bila tidak demikian
kemungkinan kita akan terjebak dalam suatu keragu-raguan yang sudah melanda
sebagian umat dengan memunculkan pertanyaan; Mungkinkah
wanita Islam dapat berperan dalam mengisi pembangunan di negeri ini?
Dalam bentuk lain pertanyaan itu akan berbunyi : Sejauh
mana peran wanita muslim intelektual dalam memberi pengaruh terhadap
pembangunan masyarakat dan modernisasi dengan profilnya yang khas dapat
berterima dipihak lain ?
Kelihatannya pertanyaan ini melecut kita untuk berusaha
menemukan dan mempertegas identitas diri, siapa, apa, dan bagaimana sosok
wanita Islam itu, yang berkaitan dengan hak dan kewajibannya dalam keluarga
rumah tangga, dan masyarakat sehingga seorang wanita Islam dapat menentukan
langkah di mana pun ia berada secara pasti.
Melalui tulisan dan percakapan ini saya ingin mencoba
mengajak kita semua untuk kembali mengungkap dan menelaah apa yang telah
dimiliki wanita muslim dalam membangun diri, keluarga dan bangsanya.
KOHATI sebagai suatu organisasi yang menghimpun calon
intelektual muslimah adalah merupakan sumber insani pembangunan yang dapat
memberikan peranannya dalam pembangunan bangsa Indonesia yang sangat besar,
terutama dalam menciptakan manusia yang berkualitas, sehingga dapat menciptakan
tatanan rumah tangga, masyarakat, bangsa dan negara yang bernilai iman, ilmu
dan amal.
Pembahasan
Bertolak dari salah satu aspek pembentukan profil kader HMI
di masa datang, yaitu untuk melahirkan kader muslim intelektual profesional
yang mampu menjawab tuntutan dasar pembangunan bangsa dalam mewujudkan
masyarakat adil, makmur yang diridhoi Allah SWT. Maka
apa yang kita laksanakan hari ini suatu proses yang sedang berjalan.
Satu sisi dari proses yang dimaksudkan adalah pembentukan
integritas watak dan kepribadian yang menyadari tanggung jawab kekhalifahannya
dimuka bumi. Sehingga citra akhlakul karimah selalu tercermin dalam pola pikir,
sikap dan perbuatannya.
Dengan sasaran inilah diharapakan KOHATI/HMI dapat melihat
dan membenahi semaksimal mungkin tubuh organisasinya, baik mengenai
program-program yang disusun secara nasional maupun regional, sehingga baik
KOHATI sebagai organisasi insan HMI-wati, sebagai anggota yakin dan percaya
diri, bahwa organisasi dimana seseorang terhimpun didalamnya benar-benar dapat
mengisi pembangunan ini dalam arti yang sebenar-benarnya.
Karakteristik
Waniti Islam
Kehadiran Al-Quran merupakan rahmat bagi alam semesta khusus
bagi wanita. Al-Quran adalah satu-satunya kitab suci yang membawa misi
menjunjung tinggi kedudukan wanita. Begitu juga tidaklah ada perbedaan jenis
kelamin antara pria dan wanita. Sebab seseorang akan dinilai sesuai dengan
kualitas ilmiah dan amaliah serta kadar ketaqwaannya.
Banyak sekali ayat Tuhan yang mengemukakan tentang persamaan
kedudukan wanita dan pria dalam Islam, antara lain An-Nisa ayat 13 :
“Barangsiapa taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga
yang mengalir dibawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung”.
Dalam Q.S. Al-Buruj ayat 10 disebutkan pula :
“Sungguh, orang-orang
yang mendatangkan cobaan (bencana, membunuh, menyiksa) kepada orang mukmin
laki-laki dan perempuan lagi mereka tidak bertaubat, maka mereka akan mendapat
azab jahanam dan mereka mendapatkan azab (neraka) yang membakar”.
Dalam kaitannya dengan kedudukan wanita dalam Islam, wanita
itu diciptakan sesuai dengan kodratnya adalah seabagai pembimbing, secara
psikologis, juga ia akan mewariskan kemampuannya kepada anak-anaknya, hal ini
dimungkinkan karena jiwa wanita lebih sensitif, dominan dalam kasihan, murah
hati, penuh simpatik dan berbagai kelembutannya. Maka tugas utamanya adalah
memelihara dan mendidik anak-anaknya. Dalam hal inilah wanita disebut sebagai
ukuran peradaban. Alangkah sucinya dan mulianya tugas seorang wanita, demikian
suci dan mulianya tugas seorang wanita menuntut seorang wanita harus dapat
mengemban salah satu hadist Nabi Muhammad SAW. yang berbunyi :
“Wanita adalah tiang
negara, apabila baik wanitanya, maka baiklah negaranya, apabila rusak wanitanya
maka rusaklah negara”.
Hendaklah para ibu dan calon ibu dapat menyadari, bahwa
ditangan ibulah terletak unsur pertama kebaikan dan kejahatan yang dengan mudah
dapat ia letakkan dalam hati sanubari anaknya dan yang akan mempengaruhi corak kehidupan
seorang anak di masa mendatang.
Apakah masih ada tersembunyi atau ternyata keraguan bagi
para wanita akan peranannya yang sangat besar ini ? bagi orang-orang yang
berusaha mengutak-atik posisi wanita yang mulia ini dengan mempertanyakan
apakah pendapat umum tentang ketentuan alami ini adil atau tidak adil, meraka
tidak akan pernah berhasil. Meraka inilah untuk bahkan yang kelompok biang
keladi kerusakan kaum wanita yang telah disusuni modernisasi dan westernisasi yang
menjanjikan kebebasan tanpa batas.
Sebagai agama yang paling lengkap, Islam telah memberikan
pedoman dalam berbagai fungsi kewanitaan, baik sebagai anggota masyarakat,
sebagai isteri, sebagai ibu rumah tangga. Wanita sebagai anggota masyarakat
(istilah Al-Quran sebagai hamba Allah) seperti telah disebutkan adalah sama dan
sepadan dengan pria. Dalam hubungan ini Al-Quran menyebutkan dalam surat Hud
ayat 61 :
“Dia telah
menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya”.
Ayat ini mengacu kepada suatu tuntutan bahwa seperti laki-laki,
wanita selaku anggota masyarakat mempunyai tanggung jawab terhadap masa depan
bangsa dalam kesejahteraannya, maju mundurnya, baik dan buruknya masyarakat.
Dengan demikian wanita bukan saja berkewajiban membentengi
dirinya dengan iman yang kokoh, membekali diri dengan ilmu yang lengkap,
menghiasi diri dengan akhlakul karimah,
tetapi ia juga dituntut untuk dapat tampil di tengah masyarakat sebagai
“pelita” umat yang mencerminkan sinar kebenaran. Dengan demikian wanita harus
berhasil menundukkan dirinya sebagai primadona yang membawa kebahagiaan dalam
mengharumi samudra kehidupan ini dengan menjadikan Quran sebagai pedoman hidup.
Oleh karena wanita Islam dan Quran tidak dapat dipisahkan, wanita akan berhasil
memfungsikan dirinya apabila mengikuti Al-Quran. Ajaran Al-Quran dapat kita
masyarakatkan apabila wanita benar-benar ikut berperan dalam upaya memperjuangkannya.
Kalaulah kehadiran Al-Quran merupakan rahmat istimewa bagi wanita, maka
hendaklah kehadiran wanita dalam masyarakatnya juga merupakan rahmat sejalan
dengan missi Al-quran “rahmatan lil
‘alamin”.
Sebagai isteri, seorang wanita adalah pendamping suaminya
untuk membangun rumah tangganya, sejahtera yang penuh sakinah, mawaddah, dan rahmah/kedamaian,
ketentraman, dan kasih sayang. Wanita selaku isteri harus selalu konsisten
dengan tuntunan agamanya, juga harus sanggup berfungsi sebagai ratu rumah
tangga yang membentengi rumah tangga dan keluarganya dari anasir-anasir yang
merusak dalam arti luas terutama pada saat sang suami tidak ada di rumah.
Hal di atas sesuai dengan apa yang ditunjuki oleh ayat Al-Quran
yang artinya :
“Maka
perempuan-perempuan yang salih, adalah mereka yang taat kepada Allah dan
menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga mereka”.
(An-Nisa : 34).
Dalam hubungan ini, sabda Rasulullah : “Sebaik-baiknya isteri, ialah isteri apabila
dipandang menggembirakan, apabila diperintah ia taat dan apabila ia ditinggal
pergi oleh suaminya maka ia akan memelihara kehormatannya dan harta suaminya”.
Sebagai ibu rumah tangga, wanita wanita bertanggung jawab
terhadap pendidikan anak-anaknya, suatu tugas yang tidak dapat diemban sampai
dimana tanggung jawab seorang ibu dalam pembinaan dan bimbingan pada
anak-anaknya, tergambar dalam hadist nabi : “Surga terletak dibawah kaki ibu”.
Hadist diatas memberi isyarat kepada kita bahwa wanita
selaku ibu, harus sanggaup mencetak putra-putrinya yang baik, yang kelak akan
menjadi penghuni surga. Kalaulah pada dewasa ini banyak terjadi kenakalan
anak-anak sehingga kadang-kadang sukar sekali dikendalikan, maka penyebabnya
adalah karena wanita sudah tidak dapat berfungsi lagi sebagai ibu rumah tangga
yang sangguh membimbing, membina, mengajarkan dan mendidik anaknya. Bahkan
anak-anak yang selalu mendambakan kasih sayang dan bimbingannya itu
kadang-kadang praktis, tidak pernah mendapatkan kasih sayang ibu, sebab sebelum
sikecil itu bangun dipagi hari, sang ibu sudah meninggalkan rumahnya dan ketika
ibunya pulang kerumahnya, sikecil telah tertidur pulas. Inilah kenyataan yang
dihadapi sebagian ibu rumah tangga, istimewa bagi wanita double fungsi, wanita karir.
Tentunya kita sia-sia menunggu munculnya putra-putri,
generasi penerus dengan profil yang kita idam-idamkan, misal dengan kualitas
diri yang sanggup membina dirinya dan membangun bangsanya, tanpa mempersiapkan
wanita yang sanggup, benar-benar menjadi ibu yang bertanggung jawab atas
kelahiran putra-putrinya.
Demikianlah secara umum gambaran wanita Islam sesuai
tuntutan Al-Quran, dengan keterbatasan waktu, belum memunculkan sejumlah hak-hak
yang ada pada wanita, sehingga tuntut-menuntut hal dengan dalih semsipasi menurut hemat penyaji tidak
diperlukan di dalam Islam. Semuanya sudah jelas tinggal bagaimana cara wanita
Islam itu menggunakan haknya, terutama dalam perkawinan dan rumah tangganya
yang selalu diributkan oleh sementara pihak yang kurang mau mendalami apa yang
sebenarnya yang telah dimiliki oleh Islam, atau pihak yang sengaja mengaburkan
kebenaran Islam.
Peranan
Organisasi Dalam Pembentukan Karakteristik Wanita Islam
Suatu organisasi terbentuk karena orang sepakat untuk
mencapai tujuan yang sama-sama telah ditentukan. Disamping tujuan yang sifatnya
umum berlaku bagi semua anggota organisasi tersebut, seseorang (anggota) akan
dapat menyempurnakan dirinya semaksimal mungkin terutama untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya baik secara moril
maupun materil. Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai akan meningkatkan
dan dengan demikain organisasipun berkembang. Walaupun sasaran dan tujuan masing-masing
organisasi berbeda-beda, tetapi organisasi harus dapat mengarahkan dan
menyatukan kedalam kegiatan tujuan yang mencakup semua kepentingan para
anggota.
Dalam hubungan ini salah satu hadist Nabi Muhammad saw.
menyebutkan : “Kebenaran yang tidak
diorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisir” (S. Ali. RA)
Setelah mengungkap fungsi dan peranan wanita Islam secara
pasti dan benar akan muncullah keyakinan bahwa organisasi akan dapat mewujudkan
pembinaan, kepribadian wanita dengan karakteristik Islam. Tujuan yang telah
dirumuskan di dalam Anggaran Dasar/Pedoman Dasar suatu organisasi akan memegang
peranan yang sangat penting/besar. Tujuan adalah suatu akhir terhadap mana
seluruh kegiatan organisasi diarahkan.
Pada saati ini KOHATI/HMI tentunya masih meyakini
kebenaran/ekstensi dari tujuan itu. Bila tidak, tentu akan merobahnya, masalah
apa sasaran sudah tercapai, kalau ada sudah sejauh mana atau kalau belum dimana
hambatannya.
Dalam hal ini kita perlu mengintropeksi dan
retropeksi/evaluasi kembali kedalam organisasi itu sendiri maupun kepada
pemimpin itu sendiri (Islam). Dapat saja terjadi misalnya seorang KOHATI
mengatakan : “Saya sih mau saja jadi
aktivis, pimpinan KOHATI, yang beratnya pakek jilbab ini, rasanya kurang cocok
dibawa kemana-mana, atau terlalu panas, atau mungkin-mungkin dengan pakaian ini
tidak kebagian jodoh. Lihat saja mode terakhir sekarang ini 10 cm diatas lutut.
Nah, bagaimana sikap organisasi dalam konteksnya dengan tujuan tadi ?
Selain perumusan tujuan, program-program yang disusun
hendaknya sedemikian rupa benar-benar dapat melibatkan para anggotanya untuk
dapat berpartisipasi dan pembinaan karakteristik dirinya yang lebih Islami,
dari sebelumnya seseorang menjadi anggota, misalnya diskusi-diskusi ilmiah dan
seminar-seminar, sehingga dengan demikian organisasi benar-benar dapat
dijadikan wadah yang memproses dirinya menjadi intelektual muslim.
Dan apalagi yang tidak kalah pentingnya keteladanan para
pemimpin organisasi, yang sanggup menampilkan dirinya sebagai pola anutan yang
relatif lebih sedikit celahnya kehadapan umat yang dihadapan Al-Khalik yang menjadikan, yang
bertanggung jawab bukan saja terhadap dirinya sendiri tetapi juga bertanggung
jawab terhadap kepemimpinannya selama ia menjadi pemimpin.[]
Penulis: Dra. Radhiah Muchtar
Sumber
tulisan: Tulisan ini berjudul Peranan Organisasi Wanita (Kohati) Dalam Membentuk
Karakteristik Wanita Islam Yang Taqwa, dipersentasikan dalam seminar sehari yang dilaksanakan KOHATI HMI Komisariat UISU Medan, pada
tanggal 25 Desember 1988.
Ket.gbr: Net/Ilustrasi
Sumber gbr: http://www.pusgit.com/
No comments:
Post a Comment