HMI Dan Tantangan Global; Refleksi Seorang Kader - Yakusa Blog

Yakusa Blog

Mewujudkan Komunitas Intelektual Muslim

Tuesday, 2 January 2018

HMI Dan Tantangan Global; Refleksi Seorang Kader

YakusaBlog- Tulisan ini adalah merupakan refleksi bagi kader HMI se-Kawasan HMI CABANG MEDAN khususnya, dan umumnya buat Kader HMI Se-Nusantara, untuk melihat dinamika sejarah perjuangan HMI dalam meneguhkan tujuan (Mission HMI) . Di samping itu tulisan ini di khususkan teruntuk kakanda Lafran Pane sebagai pelopor atau pendirinya HMI.
HMI merupakan Organisasi Kader yang berdiri ditanggal 14 Rabiul Awal 1366 H tepatnya 5 Februari 1947. Pendirinya adalah Lafran Pane, seorang pemuda yang sederhana yang menuntut ilmu di Sekolah Tinggi Islam (sekarang UII). Latar belakang berdirinya adalah melihat kondisi bangsa dan ummat. Kondisi bangsa saat itu masih dalam trauma dan mendapat goncangan pasca kemerdekaan, sehingga dibutuhkan perjuangan kembali untuk mempertahankan kemerdekaan. Serta Kondisi keummatan pada masa itu masih terguncang sehingga masih banyak ummat Islam sangat lemah terhadap pemahaman agama secara kontekstual, sehingga dalam aplikasi kehidupan mereka lemah dalam segala bidang.
Dengan kondisi yang demikian, tergeraklah hati seorang Lafran Pane untuk mendirikan sebuah Organisasi, suatu untuk kemahasiswaan Islam yang merupakan elemen terpenting bangsa untuk menjawab tantangan yang terjadi pada masa itu.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi berazaskan Islam yang bersifat independen, berperan sebagai organisasi perjuangan, berfungsi sebagai organisasi kader. Dalam proses dinamika sejarahnya, HMI selalu siap berjuang untuk mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia serta Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam. Misi dan tujuan HMI secara tersirat dari latar belakang berdirinya HMI dan secara tersurat terformulasikan dalam rumusan pertama tujuan HMI. Adapun rumusan tujuan HMI yang pertama adalah: Mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Dan juga Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam.
Dari dua rumusan tujuan awal HMI berdiri termanifestasikan secara utuh dalam komitmen keindonesiaan dan keislaman HMI dalam pluralistiknya kehidupan berbangsan dan bernegara masyarakat Indonesia. Untuk merealisasikan gagasan keislaman dan keindonesiaan itu, Lafran Pane mendirikan HMI pada tanggal 5 februari 1947 M. Sebagai alat untuk merealisasikan gagasan itu diperlukannya sebuah wadah dalam bingkai organisasi mahasiswa Islam.
HMI ketika didirikan mempunyai tiga komitmen tentang wawasan keislaman, keindonesiaan dan kemahasiswaan, yang termanifestasikan dalam tujuan HMI yang pertama, wawasan ke indonesiaan. Wawasan ini terlihat dari tujuan HMI yaitu, Mempertahankan NKRI dan mempertinggi  derajat rakyat Indonesia.
Kedua, wawasan keIslaman. Wawasan ini terlihat dari tujuan HMI yang kedua; Menegakkan dan mengembangkan ajaran  Islam. Yang mengandung tiga pemikiran: Pengamalan ajaran islam secara utuh dan benar sesuai dengan tuntutan al-Quran dan al-Hadits; Keharusan pembaharuan pemikiran dalam Islam; pelaksanaan dan pengembangan dakwah Islam.
Ketiga, wawasan kemahasiswaan. Wawasan ini menekankan bahwa HMI adalah organisasi kemahasiswaan yang berorientasi  kepada keilmuan dengan kewajiban menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kunci kemajuaan demi terwujudnya intelektual Islam. Pembangunan Indonesia  jauh lebih berat dari pada sekedar merebut kemerdekaan. Karena itu perlu dibina dan di  kembangkan calon cendikiawan yang memiliki pengetahuan luas disegala bidang dengan dasar  iman dan taqwa kepada Allah SWT, bagi kepentingan hidup bermasyarakat, berbangsa dan  bernegara untuk terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Oleh sebab itu setiap kader HMI memiliki kewajiban menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kunci kemajuan dan bersedia mengamalkannya dengan ikhlas  sebagai ikhtiar untuk membangun bangsa dan negara serta mengabdi kepada umat upaya terciptanya masyarakat adil dan makmur sesuai amanat Pembukaan UUD 1945.
Atas faktor tersebut, maka HMI menetapkan tujuannya sebagaimana dirumuskan dalam pasal 4 AD HMI yaitu : “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wataala”.
Dengan rumusan tersebut, maka pada hakekatnya HMI bukanlah organisasi massa dalam
pengertian fisik dan kualitatif, sebaliknya HMI secara kualitatif merupakan lembaga pengabdian  dan pengembangan ide, bakat dan potensi yang mendidik, memimpin dan membimbing anggota-anggotanya untuk mencapai tujuan dengan cara-cara perjuangan yang benar dan efektif.
Saat ini, HMI berusia 70 tahun, tinggal menghitung hari akan berusia 71 tahun. Sejak berdirinya hingga saat ini memiliki tantangan dan hambatan yang berbeda untuk melakukan perubahan. Mungkinkah HMI masih relevan sebagai wadah untuk melakukan sebuah perubahan menjadi insan paripurna?
Pertanyaan tersebut patut mendapat perhatian khusus dari segenap aktivis HMI serta ketersediaan sikap dalam pola perkaderan yang kompeten serta update mengikuti perkembangan zaman tanpa melanggar tafsir dan tujuan HMI sesuai yang ada di dalam Konstitusi demi tercapainya tujuan HMI sebagaimana terdapat dalam AD pasal 4 tujuan HMI.
Kondisi saat ini adalah sangat berbeda dengan kondisi masa lalu. Perjuangan HMI akan memiliki  tantangan yang lebih berat untuk melakukan perjuangan. Frame berfikir masyarakat dan  mahasiswa pada umumnya sudah terkontaminasi oleh berbagai pemikiran dan paham-paham dari  luar yang liar. Selain itu sikap hedonis, apatis dan opportunis yang menjadi tantangan HMI  kedepan. Selain itu, diperparah dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat tanpa diimbangi  dengan pengetahuan dan aqidah yang kuat. Sehingga kemajuan tersebut menjadi bumerang bagi  ummat dan bangsa.
Dengan demikian, perjuangan HMI dihadapkan dengan tantangan yang kompleks, mulai dari segi pemikiran dan dunia/globalisai serta berimbang dalam pemaknaan  dunia IT (informasi Tehnologi) untuk mengembalikan kepada jalur dan fungsinya yang sesuai  untuk kesejahteraan bersama. Dengan demikian kesadaran kita dituntut untuk tidak menyalahgunakan fungsi IT (informasi Tehnologi) dan menumbuhkan kembali moral bangsa  yang telah tercemar oleh perbuatan yang tidak di inginkan.
Pertanyaan yang timbul adalah tindakan seperti apa yang kongkrit yang harus dilakukan oleh  kader HMI untuk menjawab tantangan global tersebut? Jawabannya sederhana dengan  mempersiapkan kader yang memiliki kemampuan di segala bidang sesuai dengan subtansi dari  konstitusi AD Pasal 3, 4, 5 dan 6 serta memperkuat nilai Keislaman, Ketauhidan dan nilai  ideologi bangsa untuk membentengi perjuangan kedepan. Tidak cukup Kader HMI hanya  menguasai Iptek perlu adanya keseimbangan nilai ketauhidan jika tidak maka akan  mengakibatkan kepincangan dan penyelewengan yang terjadi. Namun, apabila Iptek dan Imtaq (Iman Taqwa) sejalan dan seimbang akan menghasilkan sebuah kemaslahatan bersama. Namun  apabila itu tidak bisa dilakukan, apakah HMI masih layak untuk dipertahankan? Jawabannya kembali kepada kepada kita sebagai kader HMI. Maksudnya sudah cukup  matangkah keyakinan kita untuk ber-HMI dengan rasa syukur dan ikhlas?[]

Penulis: Muhammad Najib

Kader HMI Cabang Medan

Ket.gbr: Muhammad Najib

No comments:

Post a Comment